JAKARTA, METRO–Nilai tukar (kurs) rupiah melemah menjadi Rp 16.283 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan akhir awal pekan, Senin (13/1). Angka ini tercatat melemah 93 poin dibandingkan dengan penutupan pada perdagangan sebelumnya.
Pengamat Pasar Uang sekaligus Direktur PT.Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan pelemahan ini didorong salah satunya oleh data pertumbuhan lapangan kerja AS yang meningkat per Desember 2024.
Bahkan, tingkat pengangguran yang menurun menandakan akhir tahun 2024 yang kuat bagi pasar tenaga kerja di AS. Hal ini mendukung ekspektasi bahwa Federal Reserve akan mempertahankan suku bunga pada bulan ini.
Selain itu, Departemen Keuangan AS memberlakukan sanksi yang lebih luas terhadap minyak Rusia pada hari Jumat (10/1). Sanksi baru tersebut mencakup produsen Gazprom Neft dan Surgutneftegas, serta 183 kapal yang telah mengirimkan minyak Rusia, yang menargetkan pendapatan yang telah digunakan Moskow untuk mendanai perangnya dengan Ukraina.
“Fokus sekarang adalah pada data inflasi AS yang akan datang, yang akan dirilis pada hari Rabu (15/1) untuk isyarat lebih lanjut tentang prospek suku bunga Fed,” kata Ibrahim dalam keterangannya, Senin (13/1).
“Bank sentral mengisyaratkan bahwa inflasi yang kuat dan kekuatan di pasar tenaga kerja akan memberinya lebih banyak dorongan untuk mempertahankan suku bunga tinggi,” sambungnya.
Di sisi lain, Analis Goldman Sachs mengatakan dalam catatan baru-baru ini bahwa mereka sekarang memperkirakan Fed akan memangkas suku bunga hanya dua kali tahun ini, dibandingkan sebelumnya diprediksi tiga kali pemotongan.
Tiongkok akan merilis beberapa indikator ekonomi utama yang akan memberikan wawasan tentang kinerja ekonominya pada penutupan tahun 2024. Angka Produk Domestik Bruto (PDB) akan dirilis pada hari Jumat (17/1). Selain itu, data produksi industri Desember, dan angka penjualan ritel juga akan dirilis pada hari Jumat.
Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) merilis data penjualan eceran atau ritel yang mengalami peningkatan tipis pada Desember 2024. Adapun penyebab utama menggeliatnya industri ritel di Indonesia hingga akhir 2024 bersumber dari kelompok suku cadang dan aksesori, serta makanan, minuman dan tembakau.
Secara bulanan, penjualan eceran diprakirakan terakselerasi dengan pertumbuhan sebesar 5,1 persen (mtm) setelah pada bulan sebelumnya terkontraksi sebesar 0,4 persen (mtm). Sedangkan kelompok dengan pertumbuhan tertinggi adalah subkelompok sandang, diikuti kelompok makanan, minuman, dan tembakau, serta suku cadang dan aksesori.
“Itu sejalan dengan meningkatnya permintaan masyarakat menjelang perayaan hari besar keagamaan nasional (HBKN) Natal dan Tahun Baru,” bebernya.
Pada November 2024, IPR tercatat 209,7 atau secara tahunan tumbuh 0,9 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada Oktober 2024 sebesar 1,5 persen (yoy). Pertumbuhan pada November 2024 terutama didorong kelompok bahan bakar kendaraan bermotor, suku cadang dan aksesori, serta makanan, minuman, dan tembakau.
Sementara itu, secara bulanan, penjualan eceran pada November 2024 mengalami kontraksi 0,4 persen (mtm), setelah mencatat kontraksi sebesar 0,01 persen (mtm) pada bulan sebelumnya. Mayoritas kelompok mengalami kontraksi, terutama terjadi pada kelompok barang budaya dan rekreasi, suku cadang dan aksesori serta makanan, minuman, dan tembakau.
Hal itu disebabkan oleh penurunan permintaan masyarakat akibat faktor cuaca yang menahan aktivitas masyarakat. “Sementara itu, kelompok yang tercatat masih tumbuh dan menjadi penopang kinerja penjualan eceran adalah peralatan informasi dan komunikasi serta bahan bakar kendaraan bermotor,” pungkasnya. (jpc)