PADANG, METRO–Meningkatnya kebutuhan terhadap sejumlah komoditas dalam libur natal dan tahun baru menyebabkan Indek Harga Konsumen (IHK) Sumatra Barat mengalami inflasi sebesar 0,35 persen. Inflasi dipengaruhi meningkatnya harga komoditas pangan seperti cabai, minyak goreng dan cabai rawit.
Kenaikan harga Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan jengkol juga turut memengaruhi meski inflasi lebih dalam tertahan oleh beberapa komoditas seperti bawang merah, beras, dan lainnya.
Pelaksana Harian (Plh) Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatra Barat Dandy Indarto Seno menyebutkan, kenaikan harga cabai merah dan cabai rawit disebabkan tingginya permintaan serta menurunnya produksi lokal karena gangguan cuaca, dan berakhirnya periode panen di wilayah sentra di Pulau Jawa.
“Peningkatan permintaan di tengah berkurangnya pasokan minyak goreng curah, mendorong kenaikan harga komoditas minyak goreng. Selain itu, inflasi pada Desember 2024 turut dipengaruhi oleh kenaikan harga sigaret kretek mesin (SKM) dan jengkol,” kata Dandy melalui siaran pers yang diterima, Selasa (7/1).
Dandy menjelaskan, laju inflasi yang lebih tinggi tertahan oleh penurunan harga sejumlah komoditas pangan, seperti bawang merah, beras, ikan serai, jeruk nipis limau, ikan cakalang ikan sisik, tomat dan ikan nila. Sementara itu, dari sisi kelompok, penyumbang inflasi terutama berasal dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang mengalami inflasi 1,04 persen (month to month/ mtm) dengan andil inflasi 0,34 persen (mtm).
“Hal ini disebabkan peningkatan harga berbagai komoditas pangan seperti cabai merah, minyak goreng, cabai rawit, Sigaret Kretek Mesin (SKM), serta peningkatan harga jengkol. Peningkatan harga jengkol sebesar 12,77 persen (mtm) dengan andil 0,03 persen terhadap inflasi keseluruhan. Laju peningkatan harga tersebut dipengaruhi pola konsumsi masyarakat pada periode HBKN Nataru yang cenderung meningkat di tengah terbatasnya pasokan,” ujarnya.
Secara spasial, tegas Dandy, seluruh kabupaten/kota IHK di Provinsi Sumbar mengalami inflasi. Kabupaten Pasaman Barat mengalami inflasi 0,73 persen (mtm), Kabupaten Dharmasraya inflasi 0,30 persen (mtm), Kota Padang inflasi sebesar 0,25 persen (mtm), dan Kota Bukittinggi inflasi 0,34 persen (mtm).
“Realisasi kabupaten/kota tersebut Iebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya, kecuali Kabupaten Dharmasraya yang tercatat inflasinya Iebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya. Secara tahunan, Kota Bukittinggi mencatatkan inflasi tertinggi sebesar 1,68 persen (year on year/yoy) di antara empat wilayah sampel IHK Sumbar. Diikuti oleh Kota Padang 1,00 persen (yoy), Kabupaten Dharmasraya 0,49 persen (yoy) dan Kabupaten Pasaman Barat sebesar 0,37 persen (yoy),” lanjutnya.
Dengan demikian, ungkap Dandy, penambahan dua wilayah yaitu Kabupaten Pasaman Barat dan Kabupaten Dharmasraya mencerminkan bahwa terdapat variasi dinamika ekonomi di Provinsi Sumbar. Dua kota yaitu Kota Padang, dan Kota Bukittinggi sebagai sentral aktivitas ekonomi yang berbasis pada services berupa perdagangan dan pariwisata menunjukan Iaju inflasi yang Iebih tinggi.



















