PADANG, METRO–Target pertumbuhan ekonomi nasional diangka 8 persen, sangat sulit direalisasikan jika industri tidak tumbuh signifikan. Kondisi tersebut diperkirakan akan terjadi juga di Sumatera Barat. Pertumbuhan industri di bawah pertumbuhan ekonomi berjalan, banyak industri yang berhenti beroperasi atau operasional industri tidak tumbuh.
Kondisi di atas terangkum pada Diskusi Panel dan Customer Gathering, bertajuk Peningkatan Produktivitas Industri dan Ekonomi Sumatera Barat dengan Optimalisasi Potensi Ketenagalistrikan dalam Rangka Mencapai Pertumbuhan Ekonomi Nasional 8 persen yang diadakan oleh Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI) Sumbar, dan di moderatori oleh Nashrian Bahzein, di Padang, Rabu (18/12).
Ketua MKI Sumbar, Insanul Kamil, menegaskan perlunya kolaborasi lintas sektor untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi, khususnya di bidang industri. Dalam sambutannya, ia menyampaikan bahwa target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen memerlukan dukungan penuh dari semua pihak.
“Pertumbuhan ekonomi 8 persen harus kita dorong bersama. Kuncinya ada pada tumbuhnya industri. Untuk itu, diperlukan diskusi bersama seluruh stakeholder agar hasilnya bisa menjadi rekomendasi bagi pemerintah,” ujar Insanul.
Secara spesifik, Insannul Kamil mengungkapkan, kebangkitan ekonomi harus disertai dengan membangun ekonomi yang inklusif. Memberikan dampak positif terhadap lingkungannya yang lain. Perlu inisiatif untuk mendorong target pertumbuhan ekonomi tersebut. Insannul Kamil yang akrab disapa Nanuk menyebutkan, salah satu unsur utama pendorong industri tersebut, ketersediaan energi. Saat ini, khusus di Sumbar, terjadi surplus energi, namun belum termanfaatkan secara utuh.
“Industri terbesar di Sumbar, PT Semen Padang tidak pula berproduksi efektif seperti tahun-tahun sebelumnya,” kata Nanuk sembari menyebutkan, pola Holding di Semen Padang yang menjadi bagian dari Semen Indonesia saat ini, perlu ditinjau ulang.
Katanya, pola Operating Holding saat ini sangat sentralistik, berbeda dibandingkan masa sebelumnya. Apalagi kini, produksi Semen Padang berkurang dengan alasan memproduksi semen premium, yang belum tentu semua orang mampu membelinya. “Mengapa harus memaksakan premium, bukankah standar produksinya SNI, sesuai standar nasional?” tanya Nanuk.
Katanya, kalau produksi perusahaan sebesar PT Semen Padang tumbuh dan pendapatannya tumbuh signifikan, maka akan terjadi pertumbuhan ekonomi lainnya. Sektor ikutannya sangat banyak, misalnya dari pendapatan masyarakat sekitar, UMKM dan sebagainya.
Perihal UMKM, seorang wartawan senior Sumatera Barat Rusdi Bais menyebutkan, jauh sebelum dikenal istilah CSR, sesungguhnya PT Semen Padang sudah bergerak membina usaha kecil dan menengah. Tak hanya sekadar membina, tetapi juga menjadi pasar bagi produk-produk UMKM.
“UMKM berdaya saing karena dibina PT Semen Padang, selain itu mereka tak hanya dibimbing dalam pemasaran, tetapi juga menjadi pasar bagi produk-produk UMKM tersebut,” katanya.
Very Mulyadi, Anggota Komisi IV DPRD Sumbar menyebutkan, dirinya sangat merasakan pengaruh Pola Holding di PT Semen Padang tidak mampu lagi menggerakkan ekosistem ekonomi. Sudah sangat banyak cucu dan cicit perusahaan PT Semen Padang, sehingga seakan tidak memberikan kesempatan kepada swasta lainnya.
Karyawan yang mulanya 5.000-an orang, kata Very Mulyadi, tinggal 1.400-an. Ada yang pensiun, tak seberapa yang diterima. Pengaruhnya, ekonomi tidak bergerak, developer banyak yang gulung tikar.
Kesulitan mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen tersebut, dilontarkan juga oleh Wakil Gubernur Sumbar Audy Joinaldy. Pertumbuhan itu bisa dicapai jika peningkatan ekonomi dapat dilakukan. Peningkatan itu bisa terjadi pergerakan dari belanja pemerintah, belanja masyarakat dan investasi. Khusus belanja masyarakat dan investasi bergerak sangat tinggi jika ada pertumbuhan industri tinggi dan Logistic Cost dapat ditekan.
“Logistic Cost di Indonesia rata-rata 16-20 persen, di Singapura 6 persen, Malaysia dan Thailand 8 persen,” kata Audy.
GM Maintenance PT Semen Padang Hendra Bayu menyebutkan, pihaknya masih memberikan perhatian kepada program binaan, menjalankan regulasi CSR, tetap melaksanakan sinergitas industri, diantaranya memanfaatkan limbah, program kemitraan dan sebagainya.
Hendra Bayu juga mengakui, saat ini terjadi penurunan produksi klinker dan semen.
Kepala BI Perwakilan Sumbar Abdul Majid menyebutkan, selain menggerakkan industri, sektor pertanian punya harapan besar untuk peningkatan ekonomi. Ia kemudian mengutip data BPS. Pada 2024, sektor pertanian memberikan sumbangan peningkatan pendapatan, khususnya dari tanaman pangan, holtikultura dan perkebunan rakyat.
“Selain itu, kuatkan hilirisasi dan tingkatkan melalui digitalisasi,” katanya sembari menyebutkan, hingga 30 tahun ke depan, sawit masih akan tetap menjadi primadona. (rom)
Komentar