JAKARTA, METRO–Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan sebagai aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan saat ini sampai pada tahap proses harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM. Selain mengatur sektor kesehatan, sektor farmasi, RPP Kesehatan juga mengatur sektor Industri Hasil Tembakau (IHT).
Sejumlah pasal yang diatur diantaranya, jumlah kemasan, gambar peringatan kesehatan, pembatasan kandungan tar dan nikotin, pelarangan bahan tambahan, pelarangan iklan dan pemajangan produk. Ketua umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), Henry Najoan berpandangan, pasal-pasal terkait produk IHT seharusnya diatur dalam pengaturan tersendiri sebagaimana mandat UU 17/2023 tentang Kesehatan.
“Kami mengusulkan untuk dipisahkan dari pembahasan RPP Kesehatan dengan pertimbangan mempunyai ekosistem yang berbeda signifikan dengan sektor kesehatan,” kata Henry Najoan dalam keterangan tertulis, Selasa (2/4).
Pasal 152 Ayat (1) UU 17/2023 memandatkan, ketentuan pengaturan pengamanan zat adiktif, berupa produk tembakau, diatur melalui Peraturan Pemerintah. Begitu pula pada Ayat (2), ketentuan lebih lanjut rokok elektronik diatur melalui Peraturan Pemerintah.
“Kata ‘diatur dengan’ Peraturan Pemerintah pada Pasal 152, sangat tegas amanatnya. Sehingga seyogyanya, rokok konvensional diatur tersendiri, rokok elektronik diatur tersendiri. Keduanya, juga sebaiknya terpisah dari RPP yang memiliki ekosistem berbeda,” urai Henry Najoan.
Henry Najoan memprediksi, jika RPP tetap diputus dengan draf yang beredar saat ini, akan berpengaruh buruk bagi iklim usaha IHT. Banyaknya larangan terhadap IHT seperti bahan tambahan atau pembatasan tar dan nikotin, akan membuat anggota GAPPRI gulung tikar.
“Perlu kami sampaikan, kretek yang menjadi produk anggota kami, menggunakan bahan tambahan rempah sebagai penggenap rasa. Anggota kami juga menggunakan tembakau dalam negeri yang berkadar nikotin tinggi dalam pembuatan rokok. Kalau dibatasi dan dilarang, kitalah yang terkena dampak terlebih dahulu,” papar Henry.
Henry Najoan juga menegaskan, sebelum adanya RPP Kesehatan, IHT telah menghadapi banyak tekanan regulasi. Dari 446 regulasi yang mengatur IHT, sebanyak 400 (89,68 persen) berbentuk kontrol. 41 (9,19 persen) lainnya mengatur soal cukai hasil tembakau, dan hanya 5 (1,12 persen) regulasi yang mengatur isu ekonomi/kesejahteraan.
Karena itu, GAPPRI memohon agar pemerintah memprioritaskan upaya perlindungan IHT yang menjadi tempat bergantung bagi 6,1 juta jiwa. “Kami mengusulkan untuk tidak dilakukan perubahan pengaturan terhadap industri produk tembakau yang berpotensi semakin memberatkan kelangsungan usaha IHT nasional,” tukas Henry Najoan. (jpg)