“Ini menjadi tantangan menjelang Idul Fitri dan puasa Ramadan maka volatile food mesti segera distabilkan agar headline inflasi kita masih bisa dijaga rendah pada saat inflasi dunia dan negara maju mengalami penurunan,” pungkas Sri Mulyani.
Sebelumnya, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Azizah Fauzi mengatakan, kenaikan harga beras yang terjadi sejak awal Februari seharusnya sudah diantisipasi sejak jauh-jauh hari. Kenaikan harga beras dan komoditas pangan lain umumnya sudah terjadi sejak September 2023 dengan harga Rp 12.685 dan pada Februari 2024 naik hingga harga Rp 13.187 per kilogram.
Dari data yang dihimpun CIPS dalam Food Monitor, harga pada hari Pemilu 2024 lebih mahal sebesar 15,41 persen dari harga rata-rata pada Februari 2023. Peningkatan itu menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap inflasi dan daya beli masyarakat. Jika harga beras akan terus naik, maka biaya hidup secara keseluruhan pun akan meningkat.
Ketika harga beras naik, biaya produksi makanan juga cenderung meningkat, karena beras menjadi bahan baku dalam banyak produk makanan. Kenaikan biaya produksi ini kemudian dapat menyebabkan naiknya harga-harga lainnya, karena produsen akan menaikkan harga produk mereka untuk menutupi biaya tambahan.
Kenaikan harga beras akan berdampak pada peningkatan tingkat inflasi, mengingat beras merupakan salah satu komoditas pokok yang mencakup 3 persen pada Indeks Harga Konsumen (IHK) yang digunakan untuk menghitung inflasi. (jpc)