PADANG, METRO–Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Barat menggelar Rapat paripurna penyampaian nota penjelasan DPRD tentang rancangan peraturan daerah (Ranperda) perhutanan social dan nota penjelasan Gubernur terhadap Ranperda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Rapat paripurna dipimpin Ketua DPRD Sumbar Supardi didampingi wakilnya Irsyad Safar dan dihadiri Wakil Gubernur Sumbar Audy Joinaldi serta undangan lainnya.
Dari Nota penjelasan Gubernur Sumatera Barat yang disampaikan Wakil Gubernur Audy Joinaldi, lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang diundangkan pada tanggal 5 Januari 2022 telah mencabut pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
“Sebagaimana kita ketahui kontribusi Pajak Daerah terhadap PAD sangat besar. Terhitung sejak 5 tahun terakhir periode 2017-2021 porsi realisasi pajak daerah terhadap realisasi pendapatan asli daerah meningkat dari tahun ke tahun,” ungkap Audy.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 mengatur besaran tarif maksimal untuk masing-masing jenis pajak yang menjadi kewenangan daerah.
Untuk PKB ditetapkan tarif maksimal 1,2 % atas kepemilikan Kendaraan Bermotor pertama dan untuk kepemilikan dan/atau penguasaan Kendaraan Bermotor kedua dan seterusnya dapat ditetapkan secara progresif paling tinggi 6%. Tarif BBNKB ditetapkan paling tinggi 12%, tarif PBBKB ditetapkan paling tinggi 10% ,tarif PAP ditetapkan paling tinggi 10%, tarif Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10%, sedangkan untuk jenis Pajak baru yakni PAB ditetapkan paling tinggi 0,2%.
Selain mengatur tentang bagi hasil pajak daerah kepada kabupaten/kota, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 juga mengatur tentang Opsen PKB, Opsen BBNKB dan Opsen Pajak MBLB yang
merupakan tambahan pungutan tambahan pajak menurut persentase tertentu.
“Opsen PKB dan Opsen BBNKB merupakan jenis pajak baru yang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota sedangkan Opsen Pajak MBLB menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi,” jelasnya.
Pemberlakuan Opsen PKB dan Opsen BBNKB yang mengganti pola bagi hasil, sudah pasti akan berdampak pada berkurangnya penerimaan daerah yang bersumber dari PKB dan BBNKB cukup besar.
Undang ini, tarif Opsen PKB dan BBNKB ditetapkan sebesar 66% dihitung dari besaran PKB atau BBNKB terutang, sedangkan tarif Opsen MBLB ditetapkan sebesar 25% dari besaran pajak MBLB terutang. Sedangkan bagi hasil ke kabupaten/kota untuk jenis PBBKB, PAP dan Pajak Rokok masih sama besarannya dengan ketentuan Perda yang lama.
Dengan mempertimbangkan beban yang harus dipikul masyarakat dan penerimaan daerah yang bersumber dari PKB dan BBNKB tidak terlalu berkurang secara signifikan, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat mengusulkan tarif untuk PKB sebesar 0,994%, Tarif BBNKB sebesar 6,024%, sedangkan untuk tarif PAB sebesar 12%, tarif PBBKB sebesar 10%, tarif Pajak Rokok sebesar 10% dan tarif Opsen Pajak MBLB sebesar 25%.
Hal ini tentu saja akan berdampak pada berkurangnya belanja/pembiayaan program pembangunan yang telah direncanakan dalam RPJMD maupun dalam RKPD tahunan.
Mencermati besarnya peran pajak daerah dan belum maksimalnya kontribusi retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah, dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 94 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang diberlakukan paling lambat tanggal 5 Januari 2024. (hsb)