JAKARTA, METRO – Mengantisipasi perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat, Indonesia perlu melakukan diversifikasi pasar ekspor. Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman berpendapat, diversifikasi pasar sangat diperlukan agar Indonesia tidak tergantung kepada China.
Ia menilai Indonesia sebaiknya mulai merambah pasar lain yang tidak kalah potensial, misalnya saja Afrika dan negara Asia lainnya. Selain itu, restriksi (pembatasan) impor yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap Tiongkok dapat mendorong perusahaan Tiongkok untuk mencari pasar baru yang memiliki regulasi restriksi impor yang lebih sedikit.
Pasar Asia Tenggara, termasuk Indonesia, menjadi pilihan alternatif bagi Tiongkok untuk membuka perjanjian perdagangan baru.
”Pemerintah dalam hal ini dapat menyambut masuknya barang dari Tiongkok. Namun juga berdiplomasi untuk kemudahan akses serupa terhadap pasar Tiongkok. Untuk itu, Indonesia butuh kebijakan yang mampu memberikan daya tarik bagi investor, seperti insentif pajak dan kemudahan birokrasi,” ujar Ilman dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (16/10).
Adapun, dampak langsung dari perang dagang kepada Indonesia lebih banyak dirasakan di awal. Hal ini berdampak pada penurunan ekspor bahan input ke Tiongkok karena menurunnya kemampuan perusahaan di Tiongkok untuk mengekspor ke Amerika Serikat. Namun hal ini tidak perlu dikhawatirkan kalau Tiongkok sudah menemukan pasar alternatif pengganti Amerika Serikat, seperti Uni Eropa dan Asia Tenggara.
”Selain itu, adanya perang dagang memperparah ketidakpastian ekonomi, sehingga berimbas pada menurunnya ketertarikan investor dalam menanamkan modal di negara-negara dengan resiko lebih tinggi, seperti di negara emerging countries – dimana Indonesia termasuk di dalamnya,” jelasnya.
Ilman menjelaskan, setiap kebijakan perdagangan pasti akan memengaruhi neraca perdagangan antar negara yang terimbas. Dalam konteks perang dagang Amerika Serikat – Tiongkok, dampak dari perang dagang tentunya dirasakan oleh perekonomian global namun tidak secara langsung. Hal ini mengingat bahwa nilai transaksi perdagangan kedua negara hanya sebagian kecil dari seluruh transaksi perdagangan global dengan nilai ekspor kurang dari USD5 triliun.
Dampak yang dirasakan oleh negara lain adalah naiknya harga barang yang diimpor dari Tiongkok dan Amerika serikat, dimana barang tersebut menggunakan input atau bahan baku dari negara satu sama lain.
Misalnya, apabila Indonesia mengimpor pesawat Boeing dari Amerika Serikat, tetapi pesawat tersebut menggunakan komponen komputer yang diimpor dari Tiongkok, maka tidak menutup kemungkinan harga pesawat tersebut menjadi lebih mahal karena AS telah melakukan pengenaan tarif pada impor untuk barang-barang dari Tiongkok. (JPC)
Komentar