PADANG, METRO–Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi yang diajukan oleh Kejaksaan Negeri Pariaman terkait kasus korupsi pembebasan lahan untuk tol Padang-Sicincin. Putusan Pengadilan Tipikor Padang yang memvonis bebas para terdakwa pun dianulir oleh MA yang menyatakan para terdakwa bersalah dan dijatuhi hukuman penjara.
Berdasarkan data laman resmi MA, total 11 orang sudah dihukum dalam putusan MA. Sementara dua lainnya belum dijatuhkan vonis oleh majelis hakim. Dua nama itu yakni, Syamsuardi dan Syafrizal. Majelis hakim dengan hakim ketua Surya Jaya beranggotakan Ansori dan Dwiarso Budi Santiarto.
Para terdakwa yang vonis bebasnya dianulir oleh MA yakni pegawai BPN, Jumaldi menjadi 5 tahun penjara dengan denda Rp200 juta subsidair 6 bulan kurungan. Selanjutnya, terdakwa Ricki Novaldi yang juga pegawai BPN menjadi 5 tahun penjara dengan denda Rp200 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Kemudian, Buyung Kenek menjadi 6 tahun penjara dengan denda Rp200 juta subsidair 6 bulan kurungan. Ketua majelis Suhadi dengan anggota Suharto dan Agustinus Purnomo Hadi. Buyung juga wajib mengembalikan Rp4,5 miliar, subsidair 3 tahun kurungan.
Terdakwa Kaidir dianulir menjadi 6 tahun penjara dengan denda Rp200 juta subsidair 6 bulan kurungan. Ketua majelis Suhadi dengan anggota Suharto dan Agustinus Purnomo Hadi. Kaidir juga wajib mengembalikan Rp 2 miliar, subsidair 2 tahun kurungan.
Terdakwa Sadri Yuliansyah dianulir oleh MA menjadi 6 tahun penjara dengan denda Rp200 juta subsidair 6 bulan kurungan. Ketua majelis Suhadi dengan anggota Suharto dan Agustinus Purnomo Hadi. Sadri juga wajib mengembalikan Rp2 miliar, subsidair 2 tahun kurungan.
Selanjutnya, Raymon Fernandez dianulir oleh MA menjadi 6 tahun penjara dengan denda Rp200 juta subsidair 6 bulan kurungan. Ia juga wajib mengembalikan Rp633 juta, subsidair 1 tahun kurungan. Sedangkan terdakwa Amir Hosen dianulir menjadi 6 tahun penjara dengan denda Rp200 juta subsidair 6 bulan kurungan. Ia juga wajib mengembalikan Rp 796 juta, subsidair 1 tahun kurungan.
Syamsul Bahri, menjadi 6 tahun penjara dengan denda Rp200 juta subsidair 6 bulan kurungan. Ketua majelis Suhadi dengan anggota Suharto dan Agustinus Purnomo Hadi. Syamsul Bahri juga wajib mengembalikan Rp2,3 miliar, subsidair 2 tahun kurungan.
Begitu juga, terdakwa Nazaruddin dianlir menjadi 6 tahun penjara dengan denda Rp200 juta subsidair 6 bulan kurungan. Ketua majelis Suhadi dengan anggota Suharto dan Agustinus Purnomo Hadi. Nazarudin juga wajib mengembalikan Rp3,4 miliar, subsidair 3 tahun kurungan.
Terdakwa Yuniswan dianulir menjadi 6 tahun penjara dengan denda Rp200 juta subsidair 6 bulan kurungan. Terakhir, terdakwa Upik, dianulir menjadi 5 tahun penjara dengan denda Rp200 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Sementara terdakwa bernama Syamsuardi, belum putus MA. Duduk sebagai ketua majelis Surya Jaya, dengan anggota Ansori dan Dwiarso Budi Santiarto. Begitu juga terdakwa Syafrizal, belum diputus MA. Duduk sebagai ketua majelis Surya Jaya, dengan anggota Ansori dan Dwiarso Budi Santiarto.
Menanggapi hal itu, Kepala Seksi Intelijen Kejari Pariaman Safarman mengatakan, pihaknya kini menunggu salinan putusan resmi dari Mahkamah Agung RI atas perkara korupsi pengadaan lahan tol Padang-Sicincin.
”Dari laman resmi Mahkamah Agung RI diketahui bahwa kasasi yang kami ajukan dikabulkan oleh majelis hakim, kini kami menunggu petikan serta salinan putusan resmi. Berdasarkan salinan putusan tersebut akan menjadi dasar pihaknya untuk melakukan eksekusi terhadap para terdakwa yang berjumlah 13 orang,” tegasnya.
Menurut Safarman, mereka semua awalnya divonis bebas oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Padang, beberapa orang di antaranya terjadi perbedaan pendapat hakim (disenting opinio). Jaksa Penuntut Umum (JPU) kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung RI atas putusan tersebut.
“Kasasi JPU akhirnya diterima oleh MA dan majelis hakim menyatakan belasan terdakwa itu bersalah lalu menjatuhkan hukuman yang berbeda-beda untuk masing-masing terdakwa. Jjika telah menerima salinan putusan secara resmi dari MA, pihaknya akan segera melakukan eksekusi kepada para terdakwa,” ungkapnya.
Terkait paya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali (PK) yang bisa ditempuh oleh para terdakwa setelah kasasi, Safarman menegaskan, hal tersebut tidak berpengaruh bagi pihaknya untuk melaksanakan eksekusi.
“Sesuai dengan aturan, upaya PK tidak akan menghambat Jaksa untuk melaksanakan eksekusi terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah,” jelasnya.
Siap Mengajukan PK
Terpisah, kuasa hukum terdakwa Jumaldi dan Ricki, Suharizal mengaatakan, pihaknya menghormati keputusan hakim MA, namun tetap akan melanjutkan upaya hukum lanjutan. Pihaknya juga akan segera mempersiapkan berkas-berkas pengajuan PK usai ada petikan putusan MA.
“Kita masih menunggu petikan putusan MA. Sekarang itu baru pengumuman online di website saja. Kita masih ada upaya hukum selanjutnya yaitu PK. Jadi kita tunggu dulu petikan putusannya,” ungkap Suharizal ketika dikonfirmasi wartawan, Senin (26/6).
Diketahui, kasus korupsi ini bermula dari proyek pembangunan tol Padang-Sicincin pada tahun 2020. Negara memberikan kompensasi berupa uang ganti rugi bagi pemilik lahan yang terdampak oleh pembangunan tol. Salah satu lahan yang terdampak adalah Taman Keanekaragaman Hayati (KEHATI) yang terletak di Parik Malintang, Kabupaten Padangpariaman.
Uang ganti rugi untuk lahan tersebut diberikan kepada individu-individu. Setelah dilakukan penyelidikan oleh Kejaksaan Negeri Pariaman, diketahui bahwa Taman KEHATI merupakan aset daerah yang tercatat pada Badan Pengelola Keuangan Daerah Padangpariaman.
Lahan tersebut termasuk dalam objek saat Kabupaten Padangpariaman memindahkan Ibu Kota Kabupaten (IKK) ke Parik Malintang pada tahun 2007. Pengadaan tanah dalam kegiatan pemindahan IKK tersebut dilengkapi dengan surat pernyataan pelepasan hak dari para penggarap tanah dan dilakukan kompensasi ganti rugi.
Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp17 miliar. Kerugian tersebut muncul akibat pembayaran ganti rugi lahan tol yang dilakukan oleh negara dan diklaim secara melawan hukum oleh pihak yang tidak berhak sebagai penerima ganti rugi. (*)