Dengan berlatar Danau Singkarak di kejauhan, perjalanan yang berkelok menuju perbukitan Payo seakan impas begitu kita tiba di Batu Patah.
Nama Bukit Payo bagi penggemar adrenalin seperti paralayang sudah menjadi daftar wisata utama. Kini, Payo bakal menambahnya dengan kawasan agrowisata.
Dengan berlatar Danau Singkarak di kejauhan, perjalanan yang berkelok menuju perbukitan Payo seakan impas begitu kita tiba di Batu Patah. Ditambah hamparan beragam tanaman hias dan aneka ragam tanaman kopi dan kakao, bisa menambah rasa betah pengunjung untuk berlama-lama disana.
Menurut Ketua RW kawasan Payo yang sekaligus Ketua KTNA Kota Solok, Yusrizal, Payo, Solok mengatakan, wilayahnya memiliki potensi pengembangan berbagai komoditas pertanian, mulai dari tanaman pangan (padi dan jagung), perkebunan (kopi, kakao, kemiri, cengkeh, kayu manis), hortikultura (bawang merah, pisang, manggis, dan tanaman hias) hingga tanaman rempah (kunyit, jahe, gardamunggu).
“Semuanya sudah dikembangkan masyarakat tetapi memang penerapan inovasi teknologi masih belum maksimal, sehingga produktivitasnya masih rendah, untuk itu pihaknya memerlukan pendampingan dan dukungan inovasi teknologi pertanian agar bisa dikelola masyarakat setempat dan memberikan kesejahteraan,”ujarnya.
Dikatakannya, Balitbang Pertanian melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura sendiri telah melakukan identifikasi lokasi sekaligus pemetaan tanaman yang bisa dikembangkan untuk agrowisata.
“Dengan ketinggian 900-1000 meter di atas permukaan laut, kopi, kunyit, bunga, manggis dan alpukat bisa dikembangkan untuk agrowisata di Payo,” ungkapnya.
Selain pemetaan wilayah, Balitbangtan melalui Puslitbang Hortikultura memberikan dukungan inovasi berbagai komoditas pertanian yang bisa dikembangkan di Payo, inovasi teknologi perbenihan, pendampingan berupa demplot, hingga penyediaan narasumber untuk pelatihan bagi petani dan masyarakat.
Agrowisata Payo sendiri kini tengah mengalami tahap awal pengembangan dari sebuah grand desain wisata yang ditargetkan sudah mampu menghasilkan di tahun 2020-2021. Spot bernama Batu Patah menjadi titik dimulainya agrowisata tersebut.
Dengan pemandangan berlatarkan Danau Singkarak di kejauhan dan Bukit Payo sebagai titik paralayang, Batu Patah diharapkan jadi tempat awal berkumpul sekaligus beristirahat sembari menikmati keindahan tanaman hias dan buah-buahan.
“Naik sedikit dari Batu Patah, kita akan membuat kampung wisata, misalnya kampung kopi yang tumpang sari dengan bunga dan kunyit,”cerita Yusrizal.
Di Batu Patah sendiri nantinya akan dikembangkan kubung-kubung bunga krisan, taman herbal serta kafe yang bisa dikembangkan sendiri masyarakat.
Upaya pengembangan agrowisata ini tentu saja mendapatkan dukungan dan partisipasi masyarakat di sekitar perbukitan Payo. Seperti yang diungkapkan salah satu petani yang lahannya menjadi agrowisata Payo, Suwardi dan Salmadi. Lahan setengah hektar yang sebelumnya dipergunakan sebagai sawah padi untuk konsumsi sendiri, kini ditata cantik untuk menjadi wilayah pertanaman tanaman hias.
Suwardi mengaku, sangat bangga bisa terpilih untuk bisa ikut membangun agrowisata Payo ini. Bahkan di lahannya bisa dikembangkan menjadi demplot perbibitan bunga hias dan buah-buahan dalam polybag. “Pengunjung wisata nantinya bisa membeli bibit tanaman hias langsung disini sehingga kesejahteraan kami bisa meningkat,” tutur Suwardi.
Sependapat dengan sang ayah, Salmadi berharap tanaman hias yang telah diupayakan kelompok taninya bisa berkembang dan menjadi bagian penting dalam agrowisata ini nanti ke depannya.
“Kita selama ini sudah ada pendampingan untuk budidaya tanaman hias dan banyak petani yang juga tertarik,” tuturnya.
Bahkan dirinya mulai berpikir untuk bisa mengembangkan guest house atau losmen penginapan bagi wisatawan yang ingin bermalam menikmati kesejukan perbukitan Payo sembari menyesap kenikmatan kopi dan pemandangan Danau Singkarak di kejauhan. (*)