Di Sumatera Barat (Sumbar) terdapat banyak sekali air terjun yang dijadikan objek wisata. Beberapa diantaranya yang sudah terkenal yaitu Air Terjun Lembah Anai dan Lembah Harau.
Pada 2013, publik dihebohkan dengan kemunculan foto di media sosial Instagram. Dalam foto itu terdapat sebuah air terjun dengan kolam bening di bawahnya, dikelilingi rerumputan dan pohon-pohon hijau. Tertulis Air Terjun Nyarai sebagai keterangan foto itu.
Banyak yang menduga keindahan itu ada di luar negeri. Namun, keterangan di bawah foto memperkenalkan air terjun itu terdapat di Sumatera Barat, tepatnya di Nagari Salibutan, Kecamatan Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman, Sumbar.
Air Terjun Nyarai terletak di dalam hutan. Menuju lokasi air terjun butuh cukup perjuangan karena harus menempuh perjalanan sekitar 5,3 kilometer dengan berjalan kaki dari gerbang masuk.
Jika dari ibu kota provinsi, Kota Padang, butuh tambahan waktu setengah jam lagi.
Namun, di sinilah daya tarik Air Terjun Nyarai ini, air terjun ini tak hanya memiliki keindahannya yang luar biasa, tapi juga perjalanan menuju lokasi yang tak akan terlupakan. Sepanjang perjalanan, kita akan disuguhi hijaunya pepohonan. Mungkin lelah, tapi itu terbayarkan ketika sampai di sana.
Begitu sampai di lokasi, air yang terpercik seolah-olah memanggil pengunjung untuk segera merasakan segarnya air terjun ini. Tak menunggu lama, para pengunjung pun langsung menanggalkan sepatu dan langsung terjun ke kolam. Bak sang putri dalam cerita dongeng, yang beramai-ramai mandi di kolam air terjun yang jernih.
Pada 2014, objek wisata ini telah dikunjungi sebanyak 8 ribu pengunjung. Menilik dari awal air terjun Nyarai ini “ditemukan”, ada nama Ritno Kurniawan di balik terkenalnya wisata alam ini.
Setelah menamatkan studi di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), Ritno berniat pulang kampung untuk membangun kampung halaman. Namun, dia masih bingung mau melakukan apa di kampung halaman.
Setibanya di kampung, lelaki kelahiran Bukittinggi, 3 Mei 1986 ini melanjutkan hobinya berpetualang. Hobi tersebut yang mengantarkannya ke Nyarai. Informasi keberadaan Nyarai didapatnya dari warga sekitar.
Matanya terbelalak memandang keindahan Nyarai. Ia mengagumi keindahannya. Namun, keindahan itu baru dinikmati warga sekitar yang sehari-hari kebanyakan bekerja menebang kayu.
Ia teringat, di Yogyakarta, tempatnya menimba ilmu, banyak objek wisata dengan kategori minat khusus.
Ia berpikir Nyarai bisa dikelola seperti Yogyakarta mengelola objek wisatanya. Niatnya mulai diwujudkan dengan mendekati masyarakat sekitar.
Namun, tidak mudah meyakinkan masyarakat karena akan banyaknya wisatawan nanti pasti menganggu pekerjaan mereka menebang pepohonan yang merupakan mata pencaharian utama.
“Mareka tahu salah, tapi tidak punya pilihan lain,” ujarnya.
Kendala lain, masyarakat agak sensitif dengan kedatangan orang-orang baru.
Setelah gagal mendekati masyarakat, lelaki sulung dari empat saudara ini mendekati orang-orang yang berpengaruh di sana.
Dia menerangkan niatnya untuk menjadikan Nyarai sebagai objek wisata dengan melibatkan masyarakat sekitar. Idenya diterima dengan baik.
April 2013, atas izin warga, Air Terjun Nyarai mulai dikelola menjadi objek wisata. Pada saat itu, pengunjung yang datang tidak dipungut bayaran.
Sembari dibuka, Ritno dan empat orang timnya mulai melibatkan masyarakat untuk mengelola dengan menjadikan mereka pemandu wisata.
Tiga bulan lamanya pembekalan diberikan kepada sekitar 15-25 masyarakat sebagai pemandu wisata. Setelah dirasa pelatihan sudah mencukupi, maka pengunjung mulai dipungut bayaran dengan harga tracking sebesar Rp 20 ribu dan camping sebesar Rp 40 ribu.
“Alhamdulillah, antusiasme pengunjung sangat tinggi,” ujarnya.
Promosi dari media sosial semakin gencar dilakukan. Pemerintah pun mulai menyambut dengan baik dengan memberikan bantuan. Sarana dan prasarana penunjang pun mulai dibangun seperti posko dan toilet.
Ritno dan tim sempat kelabakan karena tingginya minat wisatawan berkunjung ke sana. Maka, direkrut lagi masyarakat untuk menjadi pemandu. Hingga 2018, tercatat sudah ada 174 pemandu dengan pemandu yang aktif sekitar 50-100 orang. Jumlah ini lebih kurang 80 persen dari total jumlah warga di sana yang dilibatkan.
Ritno mengatakan Air Terjun Nyarai diminati masyarakat barangkali karena tawarannya berbeda dengan objek wisata lain. Pada objek wisata lain di Sumbar, wisatawan hanya ditawarkan dengan objek wisata saja.
Nyarai menawarkan pengalaman yang tak terlupakan. Ada nilai petualangnya dengan tracking, pemandangan alami, dan pemandian Lubuk Nyarai di Lubuk Sikayan menjadi pelengkap setelah melakukan perjalanan yang panjang.
Yang membuat Ritno tersenyum selain tingginya minat pengunjung, masyarakat tidak lagi menebang hutan karena penghasilan mereka kini berasal dari usaha mengelola Air Terjun Nyarai. (**)
Komentar