Kampung Adat Sijunjung, Representasi Matrilineal Minangkabau

Perkampungan adat Nagari Sijunjung adalah representasi perkampungan dan masyarakat matrilineal Minangkabau. Perkampungan ini berlokasi di Kabupaten Sijunjung yang terletak di antara dua sungai yakni Batang Sukam dan Batang Kulampi serta dilingkupi oleh hutan, perbukitan, sawah ladang sehingga menampilkan suatu landscape yang sangat unik.
Perkampungan ini terhampar sekumpulan rumah gadang (adat house) sebanyak 76 uit sebagai simbol kaum (clan) berbasis matrilineal (menarik garis ibu, red) yang masih berfungsi dan dibangun tertata rapi dalam satu kawasan. Di lingkungan nagari ini terdapat sawah dan ladang (padi fields and gardens), pandam pakuburan, (granaries), surau, masjid, pasar, jalan, dan balai adat tersusun pada area yang saling berdekatan dengan sungai.
Sebagai suatu perkampungan adat, wilayah ini dihuni oleh suku-suku asli yang terdiri dari suku induk dan anak suku berjumlah sembilan. Suku-suku ini masih menjalankan dengan baik sistem organisasi sosial menurut garis keturunan ibu (matrilineal) dengan karakteristik: keturunan dan suku terbentuk menurut garis ibu, tiap orang diharuskan kawin dengan orang luar sukunya (exogami), perkawinan bersifat matrilokal, hak-hak dan pusaka diwariskan oleh mamak kepada kemenakannya dan dari saudara laki-laki ibu kepada anak dari saudara perempuan.
Sistem matrilineal ini direpresentasikan oleh sistem organisasi sosial berjenjang mulai dari keluarga inti (nuclear family), keluarga luas (extended family). suku (clan), kaum (lineage). Setiap jenjang organisasi sosial memiliki pemimpin adat (penghulu) dan pemimpin keluarga atau niniak mamak (group of family leaders). Rumah-rumah gadang yang terdapat pada kawasan ini merupakan simbolisasi kepemilikan harta pusaka (common property) oleh kaum kerabat wanita yang diikat menurut garis keturunan (geneo-logis) ibu/matrilineal tersebut.
Fungsi utama dari rumah gadang adalah sebagai simbol untuk menjaga dan mempertahankan sistem budaya matrilineal sekaligus penanda dari suatu per-kauman dalam kekerabatan karena setiap kaum punya rumah gadang. Rumah gadang menentukan keturunan garis matrilineal, rumah gadang sebagai simbol kesetaraan gender yang menjamin martabat kaum perempuan dan keturunannya, hal ini berangkat dari sistim perka-winan matrilokal, perempuan tetap berada dalam posisi aman apabila terjadi perceraian, karena perempuan berada di rumahnya sendiri.
Rumah gadang adalah tanda dari status seseorang. Menurut ajaran adatnya, seseorang dapat dikatakan orang Minangkabau apabila orang itu mempunyai rumah gadang. Selain itu, keterkaitan rumah gadang dengan lingkungan sekitarnya merupakan simbol keseimbangan ekologis dan kelestarian lingkungan yang terlihat dari tata pekarangan serta jenis tanaman yang ditanam di sekitaran rumah gadang yang kaya akan makna dan fungsi.
Perkampungan adat Nagari Sijunjung yang tepatnya berada di Jorong Koto Padang Ranah dan Tanah Bato merupakan dua wilayah yang masih utuh sepanjang perjalanan historis kerajaan Pagaruyung yang dimulai dari abad ke-14. Keaslian dari perkampungan ini ditunjukan oleh pola pemukimannya. Semua rumah gadang suku (yang dianggap pemukim awal) berada di pinggir jalan (labuah).
Sebagai batas kepemilikan lahan ditandai dengan tanaman/pohon tertentu (pohon pinang). Beberapa rumah gadang memiliki ukiran asli rumah gadang seperti ukiran buah palo patah, kuciang lalok jo saik galamai, aka duo gagang, kaluak paku kacang balimbiang. Secara arsitektur, rumah adat tersebut memiliki kekhasan pada struktur bangunan dari kayu (wooden structure) dan bentuk atap (roof style) yang menyerupai tanduk kerbau atau disebut atap bagonjong.
Perkampungan adat nagari Sijunjung sampai saat sekarang masih menjalankan aktivitas adat dan budaya, salah satunya memiliki kelompok kerja sama (corporate group), kelompok yang bersatu dalam kegiatan-kegiatan yang memerlukan pengambilan keputusan penting dari hari ke hari. Keputusan ini khususnya menyangkut bidang sosial, politik, dan ekonomi.
Dalam kelompok ini, semua lelaki mempunyai wewenang dan kewajiban secara bertingkat-tingkat. Makin tua dan makin mampu seorang lelaki, makin besar wewenangnya. Kelompok ini juga sering disebut dengan istilah lain, yaitu corporate descent group. Fungsi kelompok kerjasama terutama terlihat dalam bidang pertanian.
Aktivitas kelompok kerjasama masyarakat Perkampungan Adat Nagari Sijunjung anatra lain: (1) Batoboh adalah sistem kongsi atau kerjasama dalam menggarap pertanian, aktifitas ke ladang atau panen karet, dan mendirikan Rumah Gadang; (2) Bakaul merupakan aktifitas budaya dalam bersyukur dengan menyembelih kerbau karena limpahan panen, bakaul juga dilakukan untuk meminta hujan pada musim ke sawah dan menolak bala yang menimpa perkampungan atau nagari tersebut; (3) Mambantai adaik merupakan kegiatan ini dilaksanakan pada saat masuk dan sesudah puasa serta rayo puaso anam. Pada saat ini masyarakat berkumpul mambantai kabau (menyembelih kerbau) dan makan bersama.
Pelestarian adat Minangkabau dilakukan melalui wirid adat oleh masyarakat Perkampungan Adat Nagari Sijunjung. Wirid Adat merupakan kegiatan yang diprakarsai oleh tetua adat untuk mentransformasikan pengetahuan adat Minang-kabau kepada generasi muda, diselenggarakan dalam waktu tertentu dan di rumah gadang yang sudah disepkati sebelumnya. Selain itu upaya pelestarian juga dilakukan dengan membuat kesepakatan sanksi social bagi anggota masyarakat yang melanggar ketentuan adat.
Enam Suku
Desa Adat Sijunjung dihuni dihuni oleh enam suku: Chaniago, Piliang, Melayu, Tobo, Panai, dan Melayu Tak Timbago. Uniknya, meski berasal dari enam suku berbeda, tak ada yang membedakan rumah adat mereka.
Semua berjalan dengan demokrasi dengan konsep matrilineal, di mana kuam kerabat perempuan yang menghuni rumah adat.
Dari beberapa rumah yang sempat kami singgahi, rata-rata konsep bangunannya dibangun dalam bentuk persegi panjang dengan jumlah ruang dari empat hingga lima ruang.
Kondisi ini memudahkan kami untuk mengitung jumlah keluarga yang berada di sana karena biasanya, jumlah ruang menentukan jumlah keluarga dan satu ruangan khusus untuk pangulu.
Di sini, rumah adat dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan adat. Prosesi pernikahan menjadi kegiatan adat yang membawa kita kembali ke masa lalu. Menurut cerita masyarakat setempat, prosesi awal pernikahan dilakukan di rumah adat ini—mulai dari meminang hingga akad nikah. Untuk pesta, bisa dilakukan di luar rumah adat.
Kegiatan penyerahan siriah (sirih) dilakukan hari Senin. Tando (peletakan tanda atau pemberian cincin kawin) di hari Jumat. Pada prosesi ini, semua berkumpul di rumah adat. Prosesi sacral ini menjadi pemersatu masyarakat adat. (sumbar.travel)

Exit mobile version