PADANG, METRO – Akreditasi sekolah belum sejalan dengan mutu lulusan yang dihasilkan sekolah. Untuk itu diperlukan komitmen pengelola pendidikan untuk menjadi akredati benar-benar menjadi acuan mutu pendidikan. Bahkan, akreditasi ini barus sebatas administrasi terhadap sekolah dan belum memberikan out put yang begitu siginifikan terhadap sekolah.
“Sayang, sekarang akreditasi itu belum menggambarkan mutu suatu sekolah. Misalnya sekolah punya akreditasi A, kualitasnya tidak otomatis A. Inilah yang menjadi catatan dan perlu kita bahas bersama penyelenggara pendidikan,”sebut Ketua Badan Akreditas Nasional Sekolah/Madrasah Sumbar, Prof Sufyarma Marsidin pada Diskusi Publik Hasil Akreditasi Sekolah/Madraah 2019 di Hotel Rocky Padang, Jumat (22/11).
Dikatakannya, pihaknya selaku penilai indikator akreditasi, mengukur dari eksternal sekolah. Secara umum akreditasi sekolah bertujuan untuk memperoleh gambaran kinerja sekolah yang dapat digunakan sebagai alat pembinaan, pengembangan dan peningkatan mutu. Menentukan tingkat kelayakan suatu sekolah dalam penyelenggaraan pelayanan pendidikan.
Sesuai dengan PP 19/2017 tentang standar pendidikan sekolah dinilai dari delapan indikator. Dari penialaian tersebut nantinya sekolah diberikan akreditasi berupa peringkat A, B dan C.
Delapan indikator penilaian akreditasi sekolah/madrasah tersebut terdiri dari, standar proses, standar isi, standar kelulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian.
Ternyata, masih banyak sekolah yang memiliki akreditasi baik, namun tidak sejalan dengan penilaian hasil lulusannya. Dengan itu ke depan akreditasi diharapkan sejalan degan mutu lulusan.
“Diskusi publik ini kita lakukan untuk mendapatkan masukan serta mengkaji sejumlah pesoalan dalam akreditasi sekolah ini. Karena masalah terbanyak itu ada pada standar sarana prasaraan dan tenaga pendidik,”ungkapnya.
Menurutnya, akreditasi tersebut juga berdampak pada sekolah. Jika sekolah dinyatakan tidak terakreditasi, maka harus menerima konsekuensinya. Sekolah tersebut tidak boleh menyelenggaran ujian nasional (UN) selain itu juga tidak mendapatkan kucuran dana bantuan operasional sekolah (BOS).
“Jadi akreditasi itu berat konsekuensinya, makanya sekolah harus mendapatkan akreditasi. Itu diatur dalam Surat Dirjen Dikdasmen Nomor 0993/D/PR/2019, tentang kualitas data pokok pendidikan,” ujarnya.
Pada 2019, BAN-SM Sumbar telah mengeluarkan akreditasi untuk 1.130 sekolah. Jumlah itu terdiri dari 666 SD, 33 MI, 153 SMP, 97 MTS, 53 SMA, 48 MA, 26 SMK dan 54 SLB.
Akreditasi dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama sebanyak 784 sekolah, kemudian pada tahap dua sebanyak 346. Dari angka tersebut, akreditasi sekolah paling pada peringkat B sebanyak 50 persen, peringkat A hanya 38 persen, sementara peringkat C sebanyak 12 persen.
“Maka hari ini kita bahas bersama Dinas Pendidikan dan Kementrian Agama selaku penyelenggara pendidikan terkait hasil akreditasi ini,”ujarnya.
Diskusi publik tersebut dibuka Kepala Dinas Pendidikan Sumbar, Adib Alfikri. Peserta terdiri dari kepala sekolah dan dinas pendidikan kabupaten/kota. Adib Alfikri dalam kesempatan berharap dengan adanya akreditasi tersebut dapat meningkatkan mutu lulusan sekolah.
“Ini adalah salah satu persyaratan administrasi yang harus dimiliki sekolah. Kami harap sekolah terus meningkatkan kualitas lulusannya,”ujarnya.
Dikatakan Adib, pada masa mendatang akreditasi ini hendaknya lebih memberikan kualitas akademis mapun sarana dan prasarana pendidikan agar lebih baik lagi. (boy)