Dosen Sasindo Unand Gelar Pelatihan Menulis

DOSEN jurusan Sastra Indonesia, Universitas Andalas, memberikan pelatihan menulis kreatif di SD Negeri 10 Lambung Bukit, Pauh. Pelatihan menulis kreatif yang merupakan bentuk pengabdian kepada masyarakat ini dilakukan selama dua hari, yakni 8-15 November 2019. Pelatihan ini dilaksanakan di ruang belajar siswa kelas enam SD Negeri 10 Lambung Bukit yang diikuti oleh 15 orang guru dan 3 orang siswa.
Dr. Aslinda, M.Hum. selaku Ketua Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Andalas, menyatakan bahwa pelatihan menulis kreatif ini diberikan untuk meningkatkan kreativitas guru dan siswa sekolah dasar untuk menulis karya sastra, seperti puisi, cerpen, dan novel.
“Pelatihan menulis kreatif ini penting dilakukan untuk memotivasi Bapak/Ibu guru, juga siswa SD Negeri 10 Lambung Bukit untuk menulis. Jumlah guru SD yang menulis saat ini tidak banyak, apalagi siswa sekolah dasar. Sementara, cikal bakal tumbuhnya penulis dan penggiat sastra bermula dari sekolah dasar. Ketika guru dan siswa sekolah dasar suka membaca dan menulis, pada masa yang akan datang, sangat mudah bagi mereka untuk menyenangi bacaan dan menjadi seorang penulis,” ujar Dr. Aslinda, M.Hum.
Akan tetapi, Dr. Aslinda, M.Hum. menyatakan bahwa kondisi hari ini cenderung menunjukkan jumlah guru dan siswa yang menulis karya sastra sangat sedikit. “Oleh karena itu, pembekalan cara menulis untuk guru harus terus dilakukan untuk meningkatkan jumlah guru dan siswa menulis di Indonesia, khususnya di Sumatera Barat,” ungkapnya.
Drs. M. Yusuf, M.Hum. dan Ria Febrina, S.S., M.Hum. memberikan pembekalan berupa berpikir secara kreatif kepada guru dan siswa SD 10 Lambung Bukit. Menurut Drs. M. Yusuf, M.Hum., sejumlah peraturan yang ditetapkan kepada guru, seperti mengumpulkan angka kumulatif dan memenuhi jumlah jam mengajar menyebabkan guru berpikir secara terstruktur sehingga sulit berpikir secara kreatif. Hal ini tentunya akan berdampak pada pola pengajaran sehingga siswa juga tidak mampu berpikir secara kreatif.
“Siswa membutuhkan stimulasi kreatif dari guru sehingga psikologis mereka terbentuk menjadi anak yang percaya diri,” ujar Drs. M. Yusuf, M.Hum.
Sikap tidak percaya diri seorang anak yang ditumbuhkan sejak dini dapat dilihat pada salah satu sikap mahasiswa pada hari ini yang sering meletakkan tugas mereka pada bagian paling bawah.
“Mereka sangat takut tugas tersebut dibaca oleh dosen di kelas, padahal dosen juga akan membaca tugas mereka nantinya,” ujar dosen bidang sastra dan filologi ini.
Drs. M. Yusuf, M.Hum. menyatakan bahwa hal tersebut menjadi timpang jika dibandingkan dengan mahasiswa asal Korea Selatan yang selalu meletakkan tugas kuliah pada bagian atas dan meminta dosen untuk segera membaca tugas yang dikerjakan.
“Mahasiswa asing justru sangat percaya diri dengan tugas yang dikerjakan. Bahkan, mereka berebutan agar tugas mereka yang pertama kali dibaca oleh dosen. Ini harus menjadi perhatian kita sebagai pendidik, khususnya guru dan dosen,” ujar Drs. M. Yusuf, M.Hum. yang pernah mengajar bahasa Indonesia di Busan University of Foreign Studies.
Tidak munculnya sikap percaya diri tersebut diakui oleh guru SD Negeri 10 Lambung Bukit, Dafri, S.Hum. bahwa hampir semua siswa di SD 10 Lambung Bukit juga meletakkan tugas mereka pada bagian paling bawah.
Menurut Drs. M. Yusuf, M.Hum., jika perilaku ini terus terjadi sejak SD, akan terbentuk sikap tidak percaya diri pada siswa sekolah dan tentunya akan sulit menjadikan siswa sebagai pribadi yang kreatif.
Akibat dari sikap tersebut, guru dan siswa pun tidak percaya diri dalam berbahasa, baik secara lisan  maupun secara tertulis. Akibatnya, ketika diminta untuk menulis hal-hal sederhana, guru dan siswa sulit menemukan kata yang logis sehingga tidak mampu menulis kalimat efektif yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.
Hal ini juga yang diungkapkan oleh Ria Febrina, S.S., M.Hum. bahwa hal lain yang menyebabkan seorang siswa atau guru tidak mampu menulis kreatif ialah kemampuan produksi kata yang sangat rendah karena kurangnya kebiasaan membaca buku sejak dini.
“Seorang guru bisa menyiasati diri untuk mampu menulis karya kreatif dengan meningkatkan jumlah buku yang dibaca karena pada dasarnya menulis merupakan aktivitas mereproduksi kata-kata sehingga melahirkan sebuah tulisan,” ungkap Ria Febrina, S.S., M.Hum.
Untuk melihat kemampuan menulis guru dan siswa SD Negeri 10 Lambung Bukit, kepada guru dan siswa yang menjadi peserta menulis kreatif diberikan tugas berupa menulis cerita anak.
“Jumlah penulis cerita anak di Indonesia sangat sedikit, sementara cara utama mengajak siswa mau menulis ialah dengan mengajak mereka untuk membaca sejak dini. Hal tersebut dapat dimulai dengan membaca cerita anak. Bapak dan Ibu guru SD Negeri 10 Lambung Bukit dapat memotivasi siswa menulis dengan juga ikut menulis cerita anak untuk mereka,” ungkap Ria Febrina, S.S., M.Hum.
Selama satu minggu, guru dan siswa SD Negeri 10 Lambung Bukit yang menjadi peserta menulis kreatif diminta untuk menulis satu buah cerita anak. Pada Jumat, (15/11), dua orang dosen Jurusan Sastra Indonesia yang juga merupakan penulis novel, yakni Elly Delfia, S.S., M.Hum. (penulis novel Kupu-kupu Banda Mua) dan Ronidin, S.S., M.A. (salah seorang penulis novel Bergolak) akan membedah cerita anak karya guru dan siswa SD Negeri 10 Lambung Bukit, serta membeberkan teknik menulis kreatif kepada mereka.
Wakil Kepala SD Negeri 10 Lambung Bukit, Seri Marlina, S.Pd. menyampaikan terima kasih dan menyambut baik pelatihan menulis kreatif yang diberikan kepada guru dan siswa ini. Ia berharap agar pelatihan ini dapat menjadikan siswa dan guru SD Negeri 10 Lambung Bukit dapat menulis karya sastra nantinya. Apalagi, Drs. M. Yusuf, M.Hum. menyatakan bahwa ruang untuk publikasi tulisan mereka banyak, seperti kolom sastra di media cetak dan sejumlah lomba yang diadakan oleh lembaga atau instansi penggiat sastra. (*/mil)

Exit mobile version