Aia Cucuran Atok Jatuahnyo ka Palimbahan Juo

Kita berdecak kagum ketika mendengar informasi anak anak tetangga sukses dalam bidang pendidikan. Sekolahnya berkualitas, prestasinya meroket dan selepas pendidikan bisa bekerja secara mandiri atau menjadi karyawan pada sebuah perusahaan ternama. Keberhasilan anak anak tetangga itu sudah diprediksi banyak orang. Maklum anak anaknya diasuh dan dibesarkan dengan baik, serasi antara pendidikan dunia dan pendidikan agama/akhirat.
Pada kesempatan lain kita merasa iba dengan parasaian tetangga yang lainnya. Hampir semua anaknya terjerat dengan masalah kenakalan remaja. Ada yang terlibat perkelahian antarpelajar, ada yang terlibat narkoba dan ada juga yang terlibat tindakan asusila. Banyak orang yang memprediksi anak anak tetangga tersebut akan menjadi bagian dari sampah masyarakat. Maklum, mereka hidup bebas tanpa control yang kuat dari orangtuanya yang sibuk dengan duniawi.
Sebagai masyarakat timur kita semua tentu bangga dengan keberhasilan anak anak sebagai spelanjut garis keturunan. Apapun yang terbaik akan diberikan oleh orangtua pada anak anak mereka sebagai bekal untuk kesuksesan di masa mendatang. Pendidikan formal terbaik dilengkapi pula dengan berbagai pendidikan tambahan. Sebab sesungguhnya kesusksesan sebagai orangtua adalah ketika anak anak mereka menjadi orang di kemudian hari.
Perasaan cemas atau khawatir atas nasib masa depan anak anak ke depan merupakan hal yang wajar. Pengaruh lingkungan yang begitu besar dalam mempengaruhi tumbuhkembang anak menyebabkan orangtua semakin khawatir. Tantangan hidup yang semakin berat dan aktifitas orangtua terutama orang orang karir yang begitu tinggi, terkadang menyebabkan mereka tak punya waktu yang cukup untuk memberikan waktu dan perhatian pada anak.
Lihatlah di media media, termasuk media cetak Posmetro Padang yang cukup intens dengan berita hukum dan peristiwa. Hampir setiap hari ada pelaku kejahatan yang masuk dalam kalangan anak anak atau remaja. Seakan sudah menjadi trend hidup remaja masa kini, kenakalan kenakalan seperti tawuran, bolos saat jam pelajaran dan bahkan melakukan aksi kejahatan di jalanan.
Sebagian para remaja yang masih duduk di usia sekolah seakan lupa bahwa mereka berasal dari keluarga biasa biasa saja bahkan tergolong orang miskin. Mereka tak memikirkan bagaimana susahnya orangtua mereka mencari nafkah untuk menghidupi keluarga. Di antara mereka yang terlibat tawuran dan kenakalan remaja itu ada yang anak sopir angkot, anak pedagang asongan, anak petugas kebersihan dan pekerjaan lainnya yang harus membanting tulang dengan modal “tulang lapan karek”.
Kelompok remaja atau anak anak seperti di atas tak menyadari bahwa mereka semestinya mmemiliki daya juang yang lebih tinggi untuk memutus rantai kemiskinan dalam keluarga dan garis keturunannya. Mereka harus berjuang lebih keras, belajar lebih baik untuk meraih cita cita dan masa depannya. Betapa bahagianya sesungguhnya para orangtua yang hanya buruh, pengumpul barang bekas, pembantu, kusir bendi, pemabuk, mantan napi, dan sebagainya ketika anak mereka bisa mengukir prestasi di sekolah, tamat dengan nilai baik dan bekerja di tempat tempat yang lebih menjanjikan. Mereka bisa saja membuat antithesis pepatah, Aia Cucuran Atok Jatuahnyo ka Palimbahan Juo. Tak selamanya hal yang buruk dari orangtua akan otomatis pindah pada anak. Di mana ada kemauan anak untuk merubah nasib, maka sepanjang itu pula terbuka jalan.
Pada bagian lain anak anak yang berasal dari keluarga mapan ada sebagian yang lupa kacang pada kulitnya. Mereka lupa diri karena terbiasa dapat fasilitas dari orangtuanya. Keluyuran, menghabiskan waktu di tempat hiburan malam, dan sebagainya. Tanpa mereka sadari bahwa jika mereka tidak mempersiapkan diri dengan baik maka tak ada jaminan kesejahteraan dan hidup layak yang dia terima dari orangtua, belum tentu bertahan selama lamanya.
Orangtua tentu punya cara dan strategi untuk mendidik anaknya dengan baik, agar kelak kesuksesan sebagai orangtua dapat dirasakan. Namun dari berbagai sumber setidaknya jika ingin sukses mendidik anak, ada beberapa cara yang bisa dilakukan oleh orangtua. Sebab perilaku orangtua dalam mendidik sejak dini ternyata berkorelasi langsung dengan sikap, pribadi buah hati di masa mendatang. Jika salah melakukan pengasuhan, yang terjadi justru anak mempunyai sifat atau sikap negatif. Lalu bagaimana mendidik anak yang tepat sehingga menjadi anak hebat (incredible)? tak ada sekolah khusus untuk menjadi orangtua. Tetapi, orangtua tetap perlu belajar menerapkan pola pengasuhan yang positif pada anak agar dapat membentuk karakter positif anak di masa depan. (*)
Di antara cara cara itu, berkomunikasilah secara positif. Orangtua harus mempunyai persepsi bahwa anak itu unik dan mempunyai perbedaan dibandingkan anak yang lainnya. Jadi orangtua harus mempunyai kemampuan untuk membangun bakat yang dimiliki dengan cara yang positif. Kalau seorang ibu ingin anaknya belajar kalimatnya bukan “Jangan malas-malas”. Tapi akan lebih baik “Ayo dong semangat belajar”.
Hindari membandingkan dengan adik, kakaknya atau dengan anak lain. Jangan membandingkan dengan yang lain, tapi bandingkan dengan kemajuan yang diperoleh buah hati. Dorong anak untuk ikut kompetisi. Anak yang berusia 5-8 tahun lagi senang-senangnya berkompetisi karena dari segi kognotifnya lagi senang-senangnya untuk menunjukkan kebisaannya dan kemampuan yang dimilikinya. Tapi kalau sudah 12 tahun keinginan untuk berkompetisi turun. Jadi kalau ingin membentuk anak yang hebat, ajaklah berkompetisi sejak kecil.
Hindari memotong pembicaraan. Memberikan banyak pujian, tentunya di tempat dan waktu yang tepat. Berikan pelukan, belaian, dan ciumanpada buah hati hingga 12 kali sehari. Tujuannya supaya ia merasakan adanya kedekatan, kehangatan sehingga mampu membangun ikatan emosional yang baik disamping anak akan merasa diterima dan didukung oleh orangtuanya.
Membangun aturan sederhana. Melatih kedisiplinan bisa dilakukan dengan membangun rutinitas misalnya: jam makan, jam tidur, makan pada tempat yang benar, dan lain sebagainya. Ini akan melatih anak hidup secara disiplin. Meski demikian, sebagai orangtua harus memberikan contoh melakukan kedisiplinan. Hindari untuk bicara dengan anak ketika sedang mengalami emosi negatif. Semua orangtua tentu berkeinginan anaknya menjadi anak yang baik dan sukses. (*)

Exit mobile version