Budaya Antikorupsi Dibangun Sejak Pendidikan Usia Dini

Pemerintah akan membangun budaya antikorupsi sejak pendidikan anak usia dini. Melalui program ‘Saya Anak Antikorupsi’ pemerintah ingin budaya antikorupsi dipelajari di sekolah.
Inspektur Jenderal Kemendikbud Muchlis Rantoni Luddin mengatakan, Kemendikbud meluncurkan adanya program ‘Saya Anak Antikorupsi’ (SAAK). Dia mengatakan bahwa program ini untuk mewujudkan budaya antikorupsi pada pelajar. Dia menjelaskan bahwa program ini dimulai sejak pendidikan anak usia dini hingga pendidikan menengah.
“Mudah-mudahan program ini bisa berjalan dengan baik, dan anak-anak beserta seluruh warga sekolah bisa bahu membahu dengan kami untuk memulai berkontribusi membangun budaya anti korupsi,” katanya saaat peluncuran SAAK di Jakarta, Jumat (14/12).
Muchlis menjelaskan, visi program SAAK adalah menanamkan nilai antikorupsi kepada generasi muda dengan sembilan nilai anti korupsi. Yakni pada nilai kesederhanaan, kegigihan, keberanian, kerja sama, kedisiplinan, keadilan, kejujuran, bertanggung jawab, dan kepedulian.
Irjen menjelaskan, misi lainnya ialah untuk menumbuhkembangkan kebiasaan baik sebagai bentuk pendidikan karakter. Dia berharap, jika budaya korupsi bisa tumbuh sejak dini maka generasi muda yang cerdas, berintegritas dan berkarakter pun akan semakin banyak tercipta. “Kami memiliki misi memperkuat ketakwaan generasi muda kepada Tuhan dan kepada tanah air,” jelasnya.
Irjen berharap akan semakin banyak agen anti korupsi yang tumbuh melalui program SAAK ini. Sebab mereka diharap akan melakukan sosialisasi pencegahan korupsi di lingkungan satuan pendidikan, membentuk budaya komunitas antikorupsi di lingkungan satuan pendidikan, membentuk komunitas antikorupsi di kelompok peserta didik, dan mendukung gerakan ‘Saya Anak Antikorupsi’ melalui kegiatan ekstrakurikuler.
Irjen menjelaskan, SAAK ini merupakan bagian dari program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang digaungkan Kemendikbud. “Program ini dimaksudkan untuk membangun budaya antikorupsi. Kemendikbud bersama-sama dengan KPK mulai memasyarakatkan secara massal, terutama dibantu oleh para siswa, guru, dan tenaga kependidikan untuk bersama-sama membangun budaya antikorupsi di satuan pendidikan,” jelas.
Sebagai tanda diluncurkannya program Saya Anak Antikorupsi, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Basaria Pandjaitan, didampingi Inspektur Jenderal Kemendikbud, Muchlis Rantoni Luddin, serta pejabat eselon II Inspektorat Jenderal dan Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, menyematkan selendang SAAK kepada perwakilan siswa.
Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan berharap para siswa dapat menjadi agen antikorupsi di sekolah masing-masing. “Harus dipegang terus dan yang paling utama jadilah agen-agen perubahan dengan mengedepankan antikorupsi”, pesan Basaria.
Basaria mengatakan, budaya antikorupsi memang harus dibangun sejak dini sehingga masyarakat nantinya bisa dengan mudah menolak tawaran korupsi. Dia mengatakan, berdasarkan hasil penelitian apabila tidak terjadi korupsi di Indonesia maka sekolah gratis bisa diterapkan diseluruh Indonesia hingga jaminan kesehatan gratis pun dapat terlaksana. Sayangnya, kata dia, korupsi sudah merambah dengan hebat ke seluruh sendi bangsa dan membuat Indonesia sulit berkembang.
Basaria ingin gaung SAAK tidak hanya diawal saja melainkan harus dilakukan secara nyata. Contoh gampang sikap anti korupsi adalah, kata Basaria, mulai belajar dengan baik sehingga tidak mencontek. “Siswa yang karakternya baik adalah siswa yang memiliki nilai anti korupsi di dalam kehidupan,” terangnya. (*/heu)

Exit mobile version