Lebih dari 2.300 perguruan tinggi negeri (PTN) maupun swasta (PTS) tidak mengajarkan tentang empat pilar kebangsaan. Jika ini dibiarkan akan memicu munculnya paham radikalisme di kalangan mahasiswa.
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengungkapkan, setiap kali kunjungannya ke PTN maupun PTS, sering bertanya kepada mahasiswa tentang empat pilar kebangsaan. Hasilnya, banyak yang tidak tahu.
“Saya prihatin melihat kondisi mahasiswa di PTN dan PTS. Mereka tidak tahu apa itu empat pilar kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika,” ujar Menteri Nasir usai menjadi keynote speaker dalam seminar nasional yang dihelat Ikatan Alumni Universitas Brawijaya di Jakarta, Sabtu (3/11).
Saat ini, ada sekira 4.600 PT di Indonesia. Nasir menyebut, lebih dari 50 persen PT tidak mengajarkan tentang empat pilar kebangsaan. Alhasil mahasiswanya tidak tahu nilai-nilai luhur yang terkandung dalam empat pilar tersebut.
“Kenapa mahasiswanya enggak tahu, ya karena enggak diajari. Makanya Kemenristekdikti masuk ke PT untuk menanamkan jiwa nasionalisme dan wawasan kebangsaan,” ucapnya.
Selain itu telah ditetapkan peraturan menteri (permenristekdikti) Nomor 55/2018, tentang Pembinaan Ideologi Bangsa. Dengan adanya Permenristekdikti tersebut, kini Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) antara lain Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), hingga Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) diperbolehkan masuk kampus.
Menteri Nasir menjelaskan, dalam Permenristekdikti Nomor 55 Tahun 2018, pasal 1 berbunyi, perguruan tinggi bertanggung jawab melakukan pembinaan ideologi bangsa, NKRI, UUD dan Bhineka Tunggal Ika dalam kokurikuler, intrakurikuler, dan ekstrakurikuler.
Pembinaan ideologi tersebut, lanjut Nasir, nantinya akan terealisasi dalam bentuk Unit Kegiatan Mahasiswa Pengawal Ideologi Bangsa (UKM PIB). Sementara anggotaya terdiri dari perwakilan seluruh OKP atau organisasi ekstra kampus yang berada di perguruan tinggi masing-masing, di bawah pengawasan rektor.
“Sekarang yang terjadi, OKP liar di dalam kampus. Dianggap outsider. Sementara mereka ingin mengembangkan demokrasi dengan baik.Jangan sampai UKM ini jadi provokator, tapi mediator, semua dikendalikan oleh rektor,” tandasnya. (jpnn)