Prediksi tingginya intensitas hujan sejak Oktober lalu hingga akhir tahun Desember 2018, diperkirakan mempengaruhi tingkat inflasi di Sumatera Barat. Karena itu, Komisi II DPRD Sumbar meminta Pemerintah Provinsi Sumbar melalui dinas terkait untuk mencarikan solusi mengatasi lonjakan inflasi di akhir tahun.
Ketua Komisi II DPRD Sumbar, Muzli M Nur, Rabu 21/11) mengatakan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumbar perlu melakukan upaya pengendalian pasar dan harga dengan menggandeng pihak-pihak terkait. Salah satunya Bulog. Hal ini dilakukan agar tidak terlalu berpengaruh terhadap penurunan ekonomi masyarakat.
Katanya, petani di Sumatera Barat, selain mengandalkan sawah sebagai sumber ekonomi, juga banyak yang hidup sebagai petani karet, bawang, sayur, cabai dan coklat . Semuanya itu, sangat rentan terhadap musim penghujan. Bahkan, bisa berakibat tergerusnya ekonomi masyarakat.
“Pada musim penghujan, banyak kendala bagi mereka untuk memanen atau memasarkan hasil bumi yang mereka kelola,” ungkapnya.
Menurut Musli M Nur, kenaikan harga sejumlah komoditas saat ini tentu menyumbang kontribusi untuk memompa angka inflasi di Sumbar.
Cabai merah misalnya, mengalami kenaikan harga karena kesulitan pasokan akibat cuaca buruk. Harga beras juga melonjak karena hujan deras menghambat panen dan menghalangi proses pengeringan gabah.
Sangat penting peranan pemerintah melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Bulog untuk menyerap hasil pertanian masyarakat untuk menjaga harga agar tetap stabil.
“Petani di Sumbar sudah mulai memasuki masa panen. Namun persoalannya, masyarakat tidak memiliki gudang untuk mengolah dengan baik serta penyimpanan hasil panen mereka. Akibatnya, nanti masyarakat akan terburu-buru menjual hasil panen dengan harga murah,” jelasnya.
Kondisi seperti ini, dikhawatirkan dimanfaatkan para tengkulak membeli hasil petani dengan harga murah. Akibatnya, masyarakat tidak bisa menikmati hasil panennya secara maksimal.
Seharusnya , lanjutnya, Bulog bisa membeli gabah petani dengan harga yang layak. Sehingga petani tidak dipermainkan oleh para tengkulak. Bulog memiliki gudang penampungan dan pengeringan beras dari petani. “Sebenarnya wacana Bulog membeli gabah petani ini sudah lama , namun sampai saat ini belum terealisasikan di Sumbar. Ini perlu didorong secara bersama-sama” tegasnya .
Sebelumnya, anggota Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sumbar, Bimo Epyanto menyebutkan, kenaikan harga sejumlah komoditas menyumbang kontribusi untuk memompa angka inflasi.
Cabai merah misalnya, mengalami kenaikan harga karena seretnya pasokan dari sentra produksi akibat cuaca buruk. Harga beras juga melonjak karena hujan deras menghambat panen dan menghalangi proses pengeringan gabah.
“Penyumbang inflasi terutama beras, cabai merah, bawang merah, telur ayam, dan daging ayam ras. Bulog selama Oktober juga melakukan operasi pasar untuk komoditas beras sebanyak 1.141 ton,” jelas Bimo, Kamis (15/11) lalu.
Sementara Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar merangkum, beberapa komoditas yang mengalami peningkatan harga selama Oktober 2018 di Kota Padang antara lain cabai merah, beras, bensin, tarif sewa motor, tomat sayur, batu bata, petai, hingga emas perhiasan. Sementara komoditas yang harganya merangkak naik di Bukittinggi, seperti cabai merah, beras, jeruk, bensin, sewa rumah, hingga ikan tongkol.b
Lebih rinci lagi, cabai merah mengalami kenaikan harga hingga 16,1 persen di Kota Padang dan 37,64 persen di Kota Bukittinggi. Masing-masing menyumbang inflasi sebesar 1,4 persen dan 0,57 persen. Sementara beras mengalami kenaikan harga hingga 2,5 persen di Padang dan 6,16 persen di Bukittinggi. Kenaikan harga beras sendiri memang terjadi secara perlahan dalam sebulan belakangan.
Sementara, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumbar, Asben Hendri mengatakan, kekurangan cabai tidak hanya terjadi di Kota Padang. akan tetapi kondisi sudah melanda seluruh daerah di Sumbar. Untuk itu, Pemprov Sumbar terus melakukan distribusi cabai dari provinsi lain maupun pulau Jawa melalui jalur udara.
“Karena persoalan cabai sudah sangat gawat, kami berinsiatif untuk mendistribusi cabai dari provinsi lain,” kata Asben. Untuk kebutuhan masyarakat, dalam satu hari Sumbar harus memiliki persediaan sekitar 20-24 ton cabai. Rata-rata daerah yang selalu mengirim cabai dalam skala besar adalah Pulau Jawa, Bengkulu dan Sumatera Utara. Namun, ketiga daerah ini juga sedang mengalami kesulitan karena faktor alam.
“Seperti Sumatera Utara yang paling banyak menghasilkan cabe itu adalah Kabupaten Karo. Sedangkan Bengkulu dan Jawa sedang musim hujan. Jadi banyak gagal panen cabe didaerah yang selalu mengirimkan cabe ke Sumbar ini. Kami berharap pelaku usaha tidak memanfaatkan situsi ini,” tutupnya. (**)