Data Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sumbar menyebutkan, hingga Oktober 2021 terdapat 2.704 penderita HIV/AIDS di Sumbar. Kepala Dinkes Sumbar, Arry Yuswandi melalui Kasi Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) Dinkes Sumbar, Joni Iswanto, menyebutkan, jumlah penderita HIV di Sumbar menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berada pada urutan 15-20 dari 35 provinsi.
“Hingga Oktober 2021, kumulatif data penderita HIV/AIDS tercatat yg diobati sebanyak 2.704 orang. Jumlah kematian 543 orang dan tersebar di beberapa kabupaten/kota,” terangnya.
Menurut Joni, kasus HIV/AIDS tidak bisa dibandingkan per tahunnya. Pasalnya, kasusnya kumulatif atau bertambah terus.
Sedangkan untuk sebaran kasus HIV/AIDS di Sumbar yang terbanyak ada di Kota Padang, Bukittinggi dan Kabupaten Solok. “Sebarannya di tiga kota itu, yang ada di daerah lainnya tidak begitu banyak,” kata dia.
Penularan HIV/AIDS biasanya terjadi akibat hubungan seksual berisiko, transfusi darah, penggunaan jarum suntik tidak steril, dan kontak dengan cairan tubuh orang terinfeksi.
Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dineks Sumbar, Yun Efiantina menambahkan obat HIV atau yang biasa disebut terapi Antiretroviral (ART) tersedia gratis di Dinkes Sumbar. “ART bukan untuk menyembuhkan. Tapi untuk meningkatkan kualitas hidup orang yang terkena HIV serta menurunkan resiko penularannya” ucapnya.
Yun mengajak masyarakat yang merasa dirinya beresiko, agar dilakukan konseling agar melakukan tes HIV. Konseling bertujuan agar dapat dilakukan terapi sedini mungkin. Serta screning pencegahan untuk ibu hamil dan penderita penyakit-penyakit dengan penurunan imunitas.
Yun mengimbau masyarakat menghindari faktor resiko dan menghilangkan stigma menghindar dari orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Sedangkan untuk penderita HIV tidak perlu malu membuka diri. Karena HIV bukanlah aib dan tidak beda dengan penyakit-penyakit lain.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Sumbar dr. Pom Harry Satria mengimbau masyarakat agar tidak lalai menjaga kesehatan dari penyakit menular lain seperti HIV/AIDS. Meskipun saat ini dihadapkan dengan kondisi pandemi Covid-19, tapi edukasi menjaga dari penyakit menular tetap dilakukan.
“Tantangan kita tidak jauh berbeda meski pun saat pandemi kita jangan sampai lalai untuk melakukan perlindungan diri baik dari penularan Covid-19 maupun penularan penyakit tertentu seperti HIV/AIDS,” ucapnya.
Selain itu, proses yang berkaitan dengan skrining tetap digiatkan untuk mencari kasus-kasus yang mempunyai resiko penderita HIV/AIDS. Ia menambahkan penularan HIV/AIDS berkaitan dengan perilaku hidup sehat dan seksual yang sehat. Ia mengimbau agar masyarakat tidak menjauhi ODHA namun jauhi penularan penyakitnya. “HIV/AIDS itu bukanlah penyakit yang membuat kita menjauhi orang bersangkutan. Karena hak, kewajiban dan harapan yang berkaitan dengan individual penderita tidak ada bedanya dengan masyakat umum,” ungkapnya.
“Yang kita jaga, jangan sampai tertular. Penderita tetap mendapat dukungan sosial dan perlakuan yang sama di semua kesempatan baik pendidikan, pekerjaan dan lainnya untuk melaksanakan aktivitas sosial kemasyarakatan,” tambahnya. Dukungan itu sangat dibutuhkan karena saat mengucilkan ODHA. Artinya masyarakat telah melakukan diskriminasi yang tidak adil.(**)




















