Berbagai latar peristiwa telah di lewati oleh Bangsa dan Negara ini, kejadian demi kejadian yang pada akhirnya telah mengisi muara dari sebuah ranah demokrasi. Demokrasi menurut Abraham Lincoln merupakan suatu sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. pelaksanaan demokrasi di indonesia telah banyak makan asam garam dari perjalanan masa kemerdekaan hingga masa reformasi saat ini yang kita rasakan.
Dari masa demokrasi liberal (1950-1959), demokrasi terpimpin (1959-1966), demokrasi orde baru/pancasila (1966-1998), demokrasi reformasi (1998-sekarang).
Dari perjalanan demokrasi hingga sekarang memiliki perdedaan setiap masa nya. Masa demokrasi liberal tertanda kedaulatan rakyat sepenuhnya dilaksanakan oleh dpr dan dpr membentuk serta memberhentikan pemerintah/eksekutif. Demokrasi terpimpin tertanda secara normatif konstitusional ditetapkan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat namun secara praktis justru kedaulatan sepenuhnya berada ditangan presiden.
demokrasi pancasila tertanda kedaulatan rakyat sepenuhnya dijalankan oleh majelis permusyawarata(MPR), baru kemudian MPR membagi kedaulatan kedalam bentuk kekuasaan kepada lembaga-lembaga negara lainnya (Presiden, DPR, MA dsb). Dan demokrasi reformasi tertanda kedaulatan rakyat sepenuhnya berada ditangan rakyat, dan rakyat secara langsung membagikan kedaulatan kedalam bentuk kekuasaan kepada lembaga negara lainnya ( Presiden, MPR, DPR, DPD, MA, MK, dsb).
Demokrasi pada hakikat nya tidak hanya dijalankan dalam proses kontestasi pemilihan saja, namun demokrasi harus mengakar dalam rumpun setiap Warga Negara sebab apabila telah tertanam budi dan pekerti dalam ruh demokrasi maka Negara dan Bangsa ini akan menjadi mercusuar bagi Negara lain untuk tidak pernah melupakan terhadap tujuan dan cita-cita dari berdirinya sebuah Negara.
Jikalau kita membahas alam demokrasi dalam dinamika bangsa dan negara ini, maka kita akan kembali teringat oleh peristiwa bagaimana kita bisa menikmati demokrasi hingga detik ini. Untuk mencapai demokrasi pada hari ini, telah banyak yang dikorbankan oleh setiap para pejuang agar nanti nya demokrasi menjalar dari setiap tetesan urat nadi darah bagi Warga Negara Indonesia.
Namun kita harus menyadari atau berintropeksi bagaimana titik terang dari kejelasan demokrasi pada hari ini, apakah demokrasi semakin maju atau sebaliknya semakin mundur, hanya para pembaca yang mampu menjawab nya dari berbagai sudut kanal pandang setiap koridor berkehidupan Warga Negara.
Buah dari hasil sistem demokrasi melahirkan Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, dan Dewan Perwakilan Rakyat dengan sebagai fungsi Legislasi, fungsi Anggaran dan sebagai fungsi Pengawasan. Dalam kejadian-kejadian yang telah dilewati pada pertengahan hingga akhir bulan September lalu, ini merupakan bentuk nyata dari proses demokrasi, dimana elemen masyarakat, kita sebut saja Mahasiswa, para Akadimisi, para Buruh, para Aktivis Sosial dan Lingkungan, para Pejuang Kemanusian bahkan para Pelajar menuntut kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah atas kemufakatan yang telah dibuat, yang seyogya nya menciptakan situasi dan kondisi Negara semakin aman, tentram dan sejahtera.
Namun yang kita harapkan berbanding terbalik 360 derajat dari sebelumnya. Mari seksama kita lihat, gelombang eskalase massa dari berbagai sudut wilayah yang mengatasnamakan suara rakyat turun kejalan untuk meminta suara dari keadilan dan mempertegaskan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah, yang sebenarnya untuk siapa mereka bekerja dan untuk kepada siapa mereka mengabdi.
Apakah mereka memberikan perlindungan bagi seluruh Rakyat Indonesia atau malah sebalik nya. Namun kita sebagai Warga Negara Indonesia yang cinta kepada Ibu Pertiwi, harus mempunyai keyakinan dan sikap yang optimis bahwasa nya Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah telah tertanami jiwa dan hati untuk selalu mengamalkan Ideologi Pancasila.
Kita mengetahui, bahwasa nya telah lebih 100 tahun kita mewarisi warisan dari kolinial tentang produk Undang- Undang Dasar Negara Indonesia. Memang sebagian nya telah dilakukan revisi yang bertujuan untuk menghadirkan kemaslahatan dalam kehidupan sesama Warga Negara. Dan kita jangan pernah melupakan bahwasa nya kita berbudaya dan beradat, kita mempunyai rasa dan menjunjung perasaan yang tinggi atas itikad baik yang telah dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah pada saat ini, yang seharusnya merepresentatifkan wajah anak Bangsa yang sedang mempunyai wewenang dan kekuasaan untuk membuat Undang-Undang yang lebih pro terhadap rakyat Indonesia.
Namun kita harus mengkaji dan mengoreksi sebagaimana amanah dari konstitusi agar tujuan nanti nya dapat membuat rakyat Indonesia hidup dalam kesejahteraan dan kenyamanan.
Adapun Pasal-Pasal Kontroversial dan Pasal Karet yang sedang di alami oleh Negara Indonesia pada saat ini, yang dilansir dari rangkuman informasi media masa yaitu liputan6.com.
Pasal –pasal kontroversial dalam RUU KUHP
Pelanggaran adat (pasal 2) : pelanggar hukum kewajiban adat di masyarakat bisa dipidana
Pengekangan kebebasan pers & berpendapat ( pasal 218, 219, 220, 241, 247, 262, 263, 305, 354, 404 & 444) : salah satunya : wartawan atau warganet yang di anggap menghina presiden/wapres terancam hukuman pidana Santet (pasal 252) : ancaman pidana mengenai santet dinilai sulit di buktikan
Unggas berkeliaran (pasal 278) : membiarkan unggas ternak berkeliaran dikebun/lahan tanaman orang lain bisa dipidana hingga Rp 10 juta
Penistaan agaman (pasal 304) : pelaku penodaan agama dapat dipidana 5 tahun penjara
Alat kontrasepsi ( pasal 414&416) : orangtua sengaja perlihatkan alat kontrasepsi di depan anak didenda Rp 1 juta
Perzinaan (pasal 417&419) : hubungan seks diluar nikah/kumpul kebo dapat dipidana. Perempuan menginap dengan lawan jenis untuk hemat biaya terancam pidana
Aborsi/pengguguran kandungan (pasal 251, 470, 471&472) : sengaja gugurkan kandungan termasuk bagi korban perkosaan bisa dipidana penjara
Gelandangan ( pasal 432) : wanita pekerja pulang malam hari & terlunta-lunta hingga dianggap gelandangan dikenai denda Rp 1 juta
Korupsi ( pasal 604) : koruptor terancam pidana minimal 2 tahun penjara & denda paling banyak kategori 4.
Adapun Komisi pemberantasan korupsi (KPK) merupakan lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam pelaksanaan tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas, yaitu: kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas.
KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden, DPR, BPK. sepak terjang lembaga antirasuah dalam 17 tahun semenjak didirikannya membawa aura positif di tengah-tengah masyarakat, bagaimana tidak telah banyak uang dari negara yang terselamatkan, telah banyak kasus kakap yang dibongkar yang dinilai merugikan negara.
Kita sebut saja beberapa kasus, penangkapan bupati Kotawaringin Timur, negara tercatat mengalami kerugian hingga Rp 5,8 triliun. kasus BLBI yang membelit sejumlah petinggi negara dan perusahaan besar ini masih juga belum menemui titik terang, kerugian negara menurut keterangan KPK mencapai 3,7 triliun. Kasus E-KTP menjadi kasus yang fenomenal yang menyeret salah satu pejabat negara, total kerugian negara mencapai 2,3 triliun. Banyak kasus yang telah dibongkar oleh lembaga antirasuah ini baik yang bernilai besar ataupun kecil, dari nama pejabat desa hingga nama pejabat negara/mentri. KPK bukanlah dewa ataupun superhero yang mampu menghalangi aksi kejahatan namun kita berharap dengan wewenang lembaga antirasuah ini, dapat melakukan pencegahan tindakan korupsi yang dilakukan oleh penghianat rakyat.
Berbagai element masyarakat mendatangi kantor DPR/DPRD serta kantor Gubernur/Bupati/Walikota dengan tuntutan yang hampir sama , meminta kepada Pemerintah dan DPR untuk segera membatalkan Revisi UU KPK dan segera mengeluarkan PERPPU. Dengan ada nya Revisi UU KPK maka akan melemahkan kebebasan dari KPK yang menjalankan usahanya agar dapat menyelamatkan aset Bangsa serta menyelamatkan hak dari Rakyat Indonesia. Salah satu dari Revisi UU KPK yang bersifat akan melemahnya yaitu soal izin penyadapan dari Dewan Pengawas hingga Surat Penghentian Penyidik Perkara (SP3) serta Pegawai KPK rentan dikontrol dan tidak independen dalam menjalankan tugasnya karena status ASN.
Saya berharap, jikalau demokrasi di Negri ini tetap menjadi sistem bagi Pemerintahan maka Pemerintah dan Lembaga Tinggi Negara lain nya untuk siap dikritisi dan menerima masukkan serta mendengarkan aspirasi dari seluruh elemen masyarakat, sebab Pemerintah dilahirkan untuk memastikan keadilan bagi seluruh rakyat indonesia dan jikalau para pencari keadilan turun kejalan maka saksikan dan pastikan mereka akan menuntut janji-janji dari pemerintah yang masih bersifat mimpi belaka.
Dan apabila Pemerintah dan Lembaga Tinggi Negara berprespektif terhadap mereka bahwasa nya mereka akan menjadi ancaman bagi Negara, mereka akan melakukan tindakan makar terhadap Pemerintah yang sah dan akan melakukan tindakan Subrversif kepada Negara, maka saya berasumsi bahwasanya prespektif itu keliru, di karenakan inilah tugas bagi mereka untuk mengingatkan pemerintah agar tidak lupa terhadap nasib Rakyat dan Bangsa ini kedepan nya serta menjalankan amanat dari negara sesuai dengan Undang-Undang No. 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.
Maka dari itu, saya mengajak marilah kita merawat demokrasi, dikarenakan demokrasi sangat indah bagi Republik Indonesia. Dimana rakyat yang memiliki legitimasi kekuasaan dan kewenangan terhadap nasib Negara ini. Memang benar terkadang demokrasi tidak semerbak Bunga Mawar yang selalu mengeluarkan bau aroma yang sangat sedap dan hampir disukai oleh seluruh orang-orang, dan begitupun juga sebaliknya terkadang demokrasi harus memerlukan pengorbanan agar tetap menghadirkan bahwasa nya Negara dan Bangsa ini dimiliki oleh seluruh Rakyat Indonesia tanpa pandang Suku, Agama, Ras dan Antargolongan. Hetorogen dalam demokrasi akan mendewasakan perjalanan demokrasi di indonesia. (*)