Saya harus memuji susunan kabinet baru ini. Berarti saya harus memuji yang menyusunnya: Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo. Tentu tidak memuaskan semua orang. Apalagi semua partai. Tapi terlihat Presiden Jokowi bisa keluar dari tekanan banyak pihak. Memang Luhut Panjaitan masih terlihat dominan. Jabatan lamanya tetap: Menko Kemaritiman. Membawahi ESDM dan kelautan. Bahkan ditambah bidang investasi. Tapi —dari kacamata presiden— itu pilihan yang tepat. Luhut bisa jadi bumper untuk berbagai tekanan. Dari perorangan maupun politisi. Termasuk dari parlemen.
Ia tipe orang yang menyediakan diri untuk jadi benteng. Demi kepentingan seorang presiden. Menteri agama juga orangnya Luhut Panjaitan. Meski resminya orang Partai Hanura. Penetapan Fachrul Razi sebagai menteri agama bisa menghilangkan tekanan kiri kanan —Muhammadiyah atau NU. Ia seorang jenderal. Kopassus. Purnawirawan. Taat beragama. Dari Aceh pula.
Kini menteri agama kembali di tangan tentara. Jenderal Fachrul Razi merupakan tentara ketiga yang menjadi menteri agama. Setelah Alamsyah Ratu Perwiranegara dan Tarmizi Tahir. Presiden juga berhasil menjaga Kementerian ESDM tetap di tangan profesional. Tentu ESDM menjadi incaran banyak politisi. Tapi dipilihnya Arifin Tasrif sangat tepat.
Hubungannya dengan Jepang sangat baik. Ia kini masih duta besar Indonesia di Jepang. Kemampuan manajerialnya luar biasa. Ia adalah Dirut Petrokimia Gresik yang kemudian menjadi Dirut Holding Pupuk Indonesia. Dalam jabatannya itu ia membeli perusahaan asing —menjadi perusahaan nasional. Tanpa banyak publikasi. Ia unggul dalam memanusiakan manusia. Ia tahu persoalan energi nasional.
Yang sakti adalah Sofyan Jalil. Menteri Agraria lama dan baru. Orang Aceh ini dua kali jadi menteri di zaman Presiden SBY. Dua kali pula menjadi menteri di zaman Presiden Jokowi. Bagaimana dengan Menteri BUMN? Erick Thohir pilihan tepat. Muda dan berjasa —bagi Jokowi. Ia mengorbankan persahabatannya dengan Sandi Uno untuk menjadi ketua tim pemenangan Jokowi.
Semula saya ragu Erick mau menjadi menteri. Ia orang yang tidak kurang apa pun. Dari grup perusahaan yang begitu besar: Adaro. Saya berdoa agar Erick selamat. Dari jerat birokrasi. Dan dari balas dendam siapa pun. Erick orang yang pandai membuat orang tidak tersakiti. Ia sangat pandai merangkul orang. Kalau sampai ia jadi korban birokrasi sungguh sayang: kita kehilangan pebisnis hebat. Yang niatnya mengabdi tapi terbalas tuba.
Mahfud MD akhirnya mendapat tempat di Menko Polhukam. Setelah gagal jadi cawapres. Inilah pertama kali Menko Polhukam bukan tentara. Presiden Gus Dur telah memberikan bekal dalam CV Mahfud MD. Sehingga dianggap punya track record untuk jabatan barunya.
Gus Dur pernah mengangkatnya menjadi menteri pertahanan. Menteri pertahanan pertama yang sipil. Di era demokrasi, tentara memang harus di bawah sipil. Itulah mimpi demokrasi Gus Dur. Dan lagi tantangan keamanan ke depan adalah sipil-sipil. Ekstrimis, kesukuan, kesenjangan kaya-miskin, tidak tegaknya hukum. Itu bidang yang dikuasai Mahfud.
Toh menteri pertahanannya sudah ‘orang kuat’: Prabowo Subianto. Menko bisa lebih fokus ke soal keamanan non militer itu dan pembenahan hukum itu. Bagaimana dengan dipilihnya Kapolri Tito Karnavian sebagai menteri dalam negeri?
Kelihatan sekali presiden juga bisa berkelit untuk pos ini. Dari tekanan politik. Pastilah PDI-Perjuangan sangat mengincar posisi ini. Saya pun merasa PDI-Perjuangan punya ‘hak’ jatah Mendagri itu. Sebagai partai pemenang pemilu. Tapi PDI-Perjuangan mestinya juga tidak kecewa. Jenderal Polisi Tito sudah membuktikan keloyalan politiknya. Terbukti saat Pemilu yang lalu.
PDI-Perjuangan mestinya bisa memegang Tito untuk Pemilu yang akan datang. Ia bisa jadi buldozer. Di zaman demokrasi pun buldozer masih diperlukan rupanya. Bagaimana dengan Jaksa Agung? Presiden ternyata juga mampu menghindar dari tekanan kiri-kanan. Terutama dari dua tokoh utama dalam koalisi: Megawati dan Surya Paloh. Lewat medsos kita tahu: terjadi semacam rebutan untuk posisi itu. Selama ini jaksa agung adalah orangnya Surya Paloh. Maka haknya pula untuk mempertahankan posisi itu. Agar tetap di tangannya. Sebaliknya Megawati. Pasti tidak ingin jaksa agung kembali ke Nasdem. Terlalu banyak kader PDI-Perjuangan pindah partai. Karena takut jadi tersangka.
Presiden berhasil keluar dari tekanan itu. Pilih orang ketiga: ST Burhanuddin. Ia terpaksa pulang kandang ke almamaternya. Yang menarik adalah jabatan menteri pendidikan. Dipegang millenial: Nadiem Makarim. Kemampuannya dalam decacorn sudah terbukti luar biasa. Yang terbaik di Indonesia. Kini Nadiem memasuki birokrasi. Mendiknas adalah birokrasi terbesar. Dengan anggaran terbesar. Pun rentang kendalinya. Yang sangat luas.
Di tangan Nadiem mungkin begitu banyak yang bisa disederhanakan. Setidaknya itulah ekspektasi banyak orang. Kita doakan Nadiem. Agar tetap bisa bergerak lincah. Di tengah belitan kawat-kawat berduri birokrasi. Tentu bidang pendidikan hal baru baginya. Tapi Menko yang membawahinya: Muhajir Effendy. Yang selama ini menjabat Mendikbud.
Memang banyak pertanyaan: mengapa Susi Pujiastuti yang populer itu tidak diangkat lagi? Tentu sudah banyak yang tahu: dia dianggap sulit diajak koordinasi oleh Menkonyi. Rumornya begitu seru: tidak mau diajak rapat. Bu Susi dikenal sangat berprinsip. Nasionalis. Juga sangat berprestasi. Boleh dikata penangkapan ikan oleh perahu asing tidak ada lagi. Ikan menjadi begitu banyak di laut.
Tapi pusat ikan di Bitung menjerit. Tidak dapat ikan. Demikian juga pusat ikan lainnya. Ikan memang menjadi banyak. Tapi untuk apa kalau tidak ditangkap? Begitu gurauan yang meluas. Bagaimana dengan tim ekonominya?
Menkonya bukan ekonom-teknokrat: Airlangga Hartarto dari Golkar. Menteri perdagangannya: Agus Suparmanto dari PKB. Menteri perindusteriannya: Agus Gumiwang Kartasasmita dari Golkar. Menakernya Ida Fauziah dari PKB. Menteri pertaniannya Syahrul Yasin Limpo dari Nasdem. Hanya menteri keuangan yang teknokrat: Sri Mulyani.
Tapi ini memang bukan tahun ekspansi ekonomi. Ini tahun-tahun konsolidasi. Limpo misalnya, adalah pekerja keras. Juga penerobos. Ia banyak akal. Yang juga jadi pertanyaan: mengapa ide menlu merangkap menteri perdagangan tidak jadi direalisasi. Ide itu sebenarnya sangat modern.
Juga mengapa percobaan menristek jadi satu dengan pendidikan tinggi dipisah lagi. Gagal? Pendidikan tinggi dikembalikan lagi ke Diknas. Dari segi kebersamaan, kabinet ini seperti hujan yang merata. Kekompakan kelihatan lebih utama. Tinggal adakah oposisi?
PKS sudah pasti. Apakah partai lain —yang tidak masuk kabinet— akan oposisi? Kalau pun mereka itu beroposisi kelihatannya akan berjalan sendiri-sendiri. (*)
Komentar