Jangan ada Dusta Diantara Kita

Hari ini presiden dan wakil presiden terpilih: Joko Widodo – Ma’ruf Amin dilantik. Layaknya pelantikan presiden di negara negara manapun, kemeriahan dan kebahagiaan yang diperlihatkan warga sudah jadi biasa. Apalagi oleh para pendukung baik relawan maupun simpatisan. Namun pelantikan kali ini konon kabarnya dilaksanakan sederhana.
Mau sederhana atau meriah tentu ada untung ruginya. Meriah menunjukkan kebahagiaan dan sambutan rakyat atas dilantiknya presiden terpilih. Ruginya mungkin tidak seberapa, sebab kalau dihitung biaya, berapa benarlah anggaran untuk membuat acara meriah itu. Dibanding besarnya anggaran kesekretariatan negara apalagi APBN.
Naluri sebagai seorang kepala negara. Mungkin itu yang jadi pertimbangan presiden untuk membuat pelantikan sederhana. Sederhananya jangan pikirkan sederhana ala kampung atau nagari. Sederhananya ala negara. Tetap dengan standar pengamanan dan standar perlengkapan sebuah upacara kemegaraan.

Itikad baik sang presiden tentu menjadi harapan kita bangsa Indonesia, di tengah persoalan bangsa yang terjadi saat ini. Kalau seorang presiden periode kedua mau bersederhana sederhana memulai masa jabatan, semoga saja diikuti oleh para pembantunya sampai jenjang terbawah. Lalu para kepala daerah hingga kepala desa dan nagari. Tak terkecuali elit politik, politikus terutama anggota legislatif.
Sederhana ukuran rakyat jelata tentu beda dengan sederhana orang kaya. Sederhana anak sekolah akan beda dengan sederhana eksekutif muda. Begitu seterusnya. Namun kata sederhana harus diungkapkan sejujurnya. Jangan berkedok sederhana tetapi penuh dengan fasilitas dan layanan prima.
Ada kepala daerah di suatu daerah yang mengunggah betapa kecil gajinya. Seolah olah foto yang diunggah itulah pendapatannya. Bayangkan gajinya hanya lima juta satu bulan untuk seorang kepala daerah. Lalu berani pula mengatakan dengan angka kecil itu harus korupsi, bukan boleh korupsi.
Entah opini apa yang dikembangkan, atau entah sekadar ingin populer saja. Rupanya rakyat banyak yang cerdas, mungkin ia menganggap kecerdasan rakyat hanya seperti orang orang ngangguk ngangguk di sekitarnya. Mana ada orang mau jadi kepala daerah kalau hanya diganjar lima juta. Di balik angka itu bersusun angka angka pendapatan lain yang jumlahnya luar biasa.
Kembali ke presiden yang bertekad memulai periode ini dengan kesederhanaan. Semoga kesederhanaan itu berawal dibperiodenya dan berakhir di masa jabatannya. Tentu kita sebagai rakyat akan menunggu kesederhanaan kesederhanaan berikutnya yang akan diperlihatkan ke publik.
Jangan ada dusta di antara kita. Cara seorang kepala daerah yang mengelabui seolah olah berpenghasilan kecil sepertinya cara yang tidak mendidik. Viral lalu menjadi konsumsi yang tidak baik di mata publik. Jika kurang relevan penerimaan bicarakan saja secara terbatas. Sepanjang masih pantas dan wajar, apalagi sesuai aturan sepertinya rakyat tak berdaya menolaknya.
Hari ini aturan yang dibuat pengambil kebijakan adalah pedoman utama dalam melaksanakan keputusan. Sepanjang ada aturan, walaupun itu kurang pantas dan wakar biasanya akan berjalan juga. Anjing menggonggong kafilah berlalu. Fatwa fatwa sepertinya tidak terlalu dicemaskan, yang dicemaskan adalah melanggar aturan lalu ketahuan. Apalagi tangkap tangan, saat itu baru muncul penyesalan.
Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna. Bagi pejabat terutama kepala daerah yang masih selamat, kembalilah ke kiblat yang sesungguhnya. Jika selama ini ada yang keliru, bertobatlah. Jika selama ini sudah benar maka pertahankanlah. Jadikanlah sisa sisa pengabdian untuk kemashlatan umat, hentikan cara cara yang tidak baik dalam mengumpulkan kekayaan. Itu saja, mari kita mulai dengan hal yang sederhana, tetapi bukan sederhana yang dibalut dusta. (*)

Exit mobile version