Mukasuik Sampai Diama Pacah

Aksi demonstrasi yang belakangan terjadi setidaknya membuktikan ada komunikasi dan aspirasi yang tersumbat antara rakyat dengan penguasa. Letupan demonstrasi tentu hal biasa dalam negara demokrasi, bahkan dilindungi UU. Justri pengekangan aksi tersebut akan mendatangkan persoalan baru. Menyelesaikan masalah dengan membuka masalah baru.

Inilah yang terjadi beberapa waktu belakangan. Demonstrasi menjadi pemandangan yang sudah biasa. Setelah sekian tahun kita tak menyaksikan ribuan mahasiswa dengan beraneka ragam warna jacket almamater turun ke jalan. Pemandangan serupa hanya terjadi saat era reformasi dintahun 98. Hampir dua puluh tahun lalu.
Mahasiswa memang menjadi tumpuan harapan mengawal kebijakan. Gerakan mahasiswa diyakini murni perjuangan untuk kepentingan rakyat. Jauh dari kepentingan kelompok, apalagi kepentingan pribadi dan politik. Kini gerakan mahasiswa turun ke jalan dan menuju kantor pemerintahan hampir terjadi di seluruh daerah di Indonesia.
Demomstrasi tentu diharapkan sesuai dengan aturan. Demonstrasi bukanlah aksi brutal. Demonstrasi merupakan upaya menyampaikan aspirasi. Ketika aspirasi sudah ditampung, dipertimbangkan dan direalisasikan maka pada saat itu sudah bertemu titik perjuangan. Mukasuik sampai, nan diama pacah. Tinggal pengawalan dan kontrol, agar aspirasi yang ditampung tidak sekadar ditampung saja.
Bila surut ke aturan, menyampaikan pemdapat di muka umum dijamin UU. Demonstrasi dibolehkan dalam demokrasi. Tentu dilakukan dengan cara cara prosedural, tidak anarkis apalagi sampai mengganggu ketertiban umum, merusak fasilitas umum dan merugikan pihak lain. Baik moril maupun materil.
Kecenderungan dan kekhawatiran para penyusup atau penumpang gelap bisa saja terjadi. Dalam zaman moderen seperti sekarang, siapa yang tidak bisa bertukar peran. Apalagi hanya sebatas bertukar pakaian. Tentu mahasiswa lebih paham dengan kondisi ini. Demo yang terencana, terprogram dan terkoordinir biasanya bisa mengantisipasi anarkis di saat aksi berlangsung. Siapa bertugas apa sangat penting direncanakan dan dipatuhi.
Harapan sebuah aksi untuk menyampaikan aspirasi dengan cara yang benar jangan sampai menjadi sebuah petaka. Para peserta aksi terutama korlap dan penanggung jawab bisa belajar banyak dari kejadian kejadian aksi selama ini. Penyampaian aspirasi tak harus berhenti, tetapi petaka petaka yang membahayakan keselamatan dan perjuangan harus diminimalisir.
Aparat pengaman demonstrasi pun tak perlu alergi dalam mengamankan situasi. Kesepakatan dan komitmen peserta aksi dengan pihak keamanan bisa menjadi bagian antisipasi hal hal yang tak diinginkan. Demonstrasi dilakukan mahasiswa tentu dilakukan dengan niat baik. Aparat yang bertugas tentu mengerjakan tugas dengan baik. Dua hal yang baik tadi sangat tidak etis ketika harus berakhir dengan tak nyamannya kedua pihak.
Aksi demonstrasi puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Sumbar di depan gerbang masuk Kantor Gubernur Sumbar, Rabu (2/10) lalu bisa menjadi pelajaran bagi kita. Meski mereka menuntut pemerintah daerah Sumbar terkait persoalan kebakaran hutan lahan (Karhutla), sektor pertanian dan peternakan, aksi berjalan dengan baik. Agak berbeda saat aksi di DPRD yang berujung pada tindakan perusakan. Beberapa mahasiswa berbuat tapi semua kena getahnya.
Koordinator Pusat Aliansi BEM Sumbar, Ananda Harahap, menyampaikan ada beberapa tuntutan dilayangkan Aliansi BEM Sumbar kepada Pemprov Sumbar. Baik berkaitan dengan pertanian dan peternakan, serta karhutla. Ke sepuluh tuntutan itu meliputi, Aliansi BEM Sumbar menuntut Pemprov Sumbar untuk membatasi jumlah impor komoditas pertanian dan peternakan, menuntut Pemprov Sumbar untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan peternakan, menuntut Pemprov Sumbar untuk memperluas lahan pertanian dan memastikan kepemilikan lahan minimal dua hektare per petani.
Menuntut Pemprov Sumbar untuk segera menindak oknum pedaling yang melakukan permainan harga di pasar dan segera melakukan tindakan nyata bersama Satgas Pangan. Sehingga bisa secepatnya menstabilkan harga.
Aliansi BEM Sumbar juga menuntut Pemprov Sumbar untuk menyelesaikan persoalan kebakaran hutan dan lahan. Mulai dari pencegahan, pengendalian, dan rehabilitasi lahan pascakebakaran.
Hari ini tuntutan mahasiswa berkaitan dengan beberapa kebijakan yang dianggap tidak pas, besok atau lusa akan muncul persoalan baru. Gelombang aksi akan terus terjadi karena mahasiswa diharapkan tetap kritis dan idealis. Tetapi secara bertahap tentu semakin baik mengawal kebijakan kebijakan pemerintah.
Bisa saja memperbanyak audiensi dengan pengambil kebijakan baik eksekutif dan legislatif. Jika sejak awal terlibat dan dilibatkan, makin memperkecil kemungkinan perbedaan pandangan atas kebijakan yang dilahirkan. (*)

Exit mobile version