Sosok Bapak Teknologo BJ Habibie memang sudah pergi. Tetapi semangatnya untuk kebangkitan sain dan teknologi tak boleh mati. Patah tumbuah hilang baganti. Kaderisasi dalam bidang apapun harus jalan, termasuk urusan yang satu ini.
Teknologi tak bisa dipisahkan dengan kehidupan manusia. Teknologi memudahkan segala sesuatu dilakukan. Sebagai bangsa yang besat kita selama ini masih menjadi pasar dibanjiri berbagai produk teknologi. Semangat konsumtif yang tinggi belum dibarengi dengan kemampuan memproduksi.
Alm Habibie adalah sati dari sejumlah anak bangsa yang gigih memperjuangkan teknologi tinggi bisa diterapkan dan diproduksi di negeri kita. Jika dulu sebuah peniti saja diimpor dari luar, Bapak Teknologi berpikir bisa membuat produk dengan sentuhan teknologo tinggi. Menghasilkan pesawat, kapal laut atau persenjataan.
Upaya yang dilakukan Habibie puluhan tahun, mulai era orde baru sampai orde reformasi tentu belum semuanya tercapai. Cita cita itu tak boleh padam, karena itu akan menjadi lentera dalam kegelapan yang ada di negeri kita.
Indonesia berduka memang berduka dengan berpulangnya Sang “Mr. crack”, Presiden ketiga Republik Indonesia itu menghembuskan nafas terakhirnya Rabu lalu pada pukul 18.05WIB, di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta.
Dalam pemerintahan yang relatif singkat dan tidak termasuk sosok yang rakus jabatan politik, maka belum terlihat menonjol singkronisasi kebijakannya dalam pengembangan Iptek secara lebih fokus. Situasi dalam negeri yang serba sulit, persoalan Timor Timur dan referendum hingga krisis dunia yang berdampak ke Indonesia.
Keahlian bidang teknologi dan perhatian terhadap industri tingkat tinggi tidak perlu diragukan lagi. PT Dirgantara (dulu IPTN), PT PAL dan PINDAD adalah sebagian kecil dari sekian banyak program pengembangan industri buah pemikirannya. Tentu banyak indistri strategis lainnya yang dicetuskan dan dikembangkan untuk mengangkat harkat dan martabat Indonesia sebagai bangsa yang besar.
Sebagai negara berpenduduk lima besar di dunia, wilayah dengan kepulauan yang luas lautannya sangat potensial tentu bangsa ini harus mandiri. Pesawat sebagai alat transportasi cepat penting untuk menghubungkan antar pulau dalam waktu pendek. Lautan yang luas membutuhkan berbagai kapal baik transportasi maupun untuk penangkapan hasil laut. Begitu juga Pindad untuk memproduksi persenjataan.
Sebagai negara besar dengan potensi sumber daya manusia yang hebat, sangat disayangkan jika bangsa ini masih sebagai negara penikmat produk asing. Semestinya kita harus mandiri dalam industri, tentunya industri yang sesuai kebutuhan bangsa. Agaknya inilah yang dipikirkan Habibie sejak puluhan tahun lalu.
Habibie kini telah pergi untuk selama lamanya. Cita cita dan karyanya untuk bangsa tentu patut dilanjutkan. Fisiknya memang tiada, tetapi semangatnya membangun bangsa harus tetap diwariskan. Kita tak boleh hanya sebagai penampung produksi asing, dibanjiri produk produk yang sebenarnya bangsa kita bisa melakukannya.
Keberpihakan pemerintah pada pengembangan teknologi, mulai dari research dan pembangunan industri tepat guna tak boleh putus. Banyak anak bangsa yang bisa melanjutkan dan menghasilkan karya karya terbaiknya.
Penghargaan terhadap anak anak muda yang berprestasi, berkiprah di luar negeri untuk ilmu ilmu spesifik perlu dilakukan. Tak salah bila anak anak muda hebat itu dikumpulkan dalam ikatan ikatan disiplin ilmu tertentu. Dibiayai research nya untuk kajian kajian ilmu atau teknologi tertentu.
Kita yakin banyak putra putra terbaik bangsa yang keberadaannya sia sia, bahkan sebagian mereka tak hidup menggembirakan. Padahal sudah memiliki kemampuan hebat dalam sain dan teknologi. Tak ada tangan tangan atau lembaga yang menjangkau dan menyatukan mereka untuk sebuah cita cita besar bagi bangsa. Akankah setelah kepergian Habibie ada kesadaran para pengambil kebijakan? Semoga saja. (*)