Ajang diskusi publik membahas berbagai persoalan di negeri ini bak cendawan tumbuh di musim hujan. Hampir setiap waktu ada ada saja diskusi yang digelar oleh berbagai kelompok baik ilmiah, organisasi profesi atau lembaga swasta. Membahas isu terkini yang terjadi di daerah kita baik secara lokal maupun nasional.
Berdiskusi, berdialog, atau beradu argumen dalam banyak hal adalah hal biasa. Ini tak hanya terjadi di negeri antah barantah, negeri dengan berbagai persoalan seperti negeri kita ini. Tetapi juga menjadi kebiasaan di tempat tempat lain.
Kampus identik dengan diskusi diskusi ilmiah untuk mencari pemecahan masalah masalah yang muncul, baik untuk menganalisis keilmuan maupun berdasarkan persoalan yang sedang berkembang di tengah masyarakat. Di kampus ada langkah langkah ilmiah yang dilakukan untuk menyelesaikan atau memecahkan permasalahan tersebut. Penuh dengan teori, penuh dengan analisis dan semuanya harus dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Diskusi di ilmiah di kampus seperti seminar, diskusi panel atau seperti fokus grup diskusi (FGD) sering dibahas oleh para pakar atau kalangan akademisi, tentu peserta dan pembahasan sangat terbatas. Ia terukur, bisa dipertanggungjawabkan dan bisa menjadi sebuah acuan untuk mengambil kebijakan ke depan. Diskusi seperti itu biasanya dilengkapi dengan notulis yang mencatat dan merangkum intisari dari sebuah diskusi agar dapat memberikan kontribusi pemikiran pada saat itu saja, tetapi untuk jangka panjang.
Trend diskusi dengan berbagai tema dan berbagai pola tersebut semakin bertambah volumenya pada momen politik seperti Pemilu. Lalu apakah keliru jika itu dilakukan? Apakah cara itu latah latahan atau sekadar ikut ikutan?
Kita justru berpikir positif dan menilainya dari sisi positif. Sebab dengan semakin banyak diskusi membahas persoalan negeri dan masalah keumatan maka semakin terbuka langkah yang mesti dilakukan ke depan. Bukankah dalam pepetah Minang dikatakan “bulek aia dek pambuluah, bulek kato dek mupakaik”. Kata sepakat, sebuah keputusan akan lebih baik diambil jika kita bersama sama.
Berbeda pendapat yang muncul dalam sebuah diskusi akan semakin bagus untuk menarik inti sari dari menyelesaikan masalah yang sedang didiskusikan. Bagi yang sudah punya pengalaman banyak dalam diskusi,perbedaan dalam diskusi atau seminar atau pertemuan apapun dalam forum tertutup sudah menjadi hal biasa. Semua akan habis dalam ruangan tersebut.
Lihatlah diskusi diskusi panas dalam berbagai forum, ada caci maki, ada tuding menuding, ada saling menyalahkan dan menganggap dirinya yang paling benar. Ada kala mikropon melayang, adakala meja dipukul atau terkadang kursi melayang. Pendapat yang mengemuka dengan berbagai alasan, benda benda yang melayang untuk ekspresi mempertahankan pendapat bukanlah hal yang menyakitkan dan merusak silaturrahmi. Bukankah basilang kayu makonyo api akan nyalo.
Lalu apa yang perlu ditarik dalam tulisan ini terkait diskusi yang semakin marak? Pertama, siapapun mari kita mendorong hidupnya suasana diskusi di tengah tengah masyarakat. Diskusi tak ubahnya dari kegiatan musyawarah dalam memecahkan masalah, meski berbeda format dan cara. Intinya tetap mencari penyelesaian sebuah masalah.
Kedua, diskusi yang diangkat bisa bermanfaat bagi banyak pihak, terutama kepentingan masyarakat banyak. Ini akan berjalan efektif apabila perangkat diskusi dilengkapi dengan person dan peralatan yanh memadai. Hasil diskusi bukan hanya untuk hari ini tetapi juga untuk yang akan datang. Betapa sia sia kalau diskusi yang menguras energi, menguras biaya hanya bermanfaat sekilas, sekadar mengangguk angguk dan seolah olah sudah selesai masalahnya.
Ketiga, membiasakan diri menjaga etika dalam diskusi. Mengerti dengan katonan ampek “kato malereang, kato mandaki, kato manurun dan kato mandata. Apapun diskusinya, tentu pesertanya beragam, baik umur, jabatan maupun latarbelakangnya. Jika kita berdiskusi dengan santun, mengkritik dengan baik, dan bersikap dengan ramah tentu tak ada “rumah sudah tokok babunyi. Masih kita dengar, ketika keluar ruangan rapat atau ruangan diskusi masih banyak sentilan sentilan yang negatif.
Keempat yang sangat penting adalah bagaimana menjalankan rumusan atau ide yang sudah didapat dalam diskusi tersebut. Ini akan berjalan apabila notulen dan kesimpulan diskusi pada pihak yang berkepentingan dan punya tanggungjawab tentang hal itu. Pers juga bertanggung jawab mengawalnya, mengingatkan dan mengkritik setiap kali ada hasil diskusi bernas yang tidak ditindaklanjuti. (*)
Komentar