Oleh: Haida Muspita, S.Pd
Kurikulum Merdeka bukan hanya menjadikan siswa pintar dalam bidang akademik, seperti tujuan kurikulum-kurikulum sebelumnya yang berlaku di Indonesia. Diawali dari Kurikulum Rencana Pelajaran Terurai sampai Kurikulum 13 yang lahir sebelum lahirnya Kurikulum Merdeka.
Saat Kurikulum Merdeka lahir, keberadaan kurikulum ini disebut juga sebagai kurikulum yang menghargai siswa sebagai individu yang berbeda. Menurut Ki Hajar Dewantara, mendidik dan mengajar adalah memanusiakan manusia. Artinya, siswa dididik dan diajar menurut kodratnya masing-masing.
Sesuai perkembangan zaman, hampir semua aspek kehidupan berubah. Saat ini semua serba teknologi serba online. Ada pinjaman online, judi online, games online dan sebagainya. Dari semua kemajuan teknologi dan informasi tersebut, menjadi sebuah dilema bagi guru sebagai pendidik dalam menghadapi siswa yang semakin sulit diarahkan dan semakin rumit untuk dinasehati.
Sebaliknya, aktivitas dan tuntutan yang diberikan kepada guru yang semakin banyak, seperti adanya Sekolah Penggerak yang mengharuskan guru melakukan banyak kegiatan yang berhubungan dengan kemajuan sekolah dan tugas sekolah untuk memotivasi, menggerakkan sekolah lain agar bisa berkembang dan berkarya.
Tugas dan kewajiban guru pada Kurikulum Merdeka semakin banyak dan melelahkan. Guru juga diharuskan melahirkan karya-karya dengan aksi nyata yang dibuktikan dengan dikeluarkannya sertifikat PMM. Sungguh miris sebenarnya kalau kita berpatokan pada kata Merdeka yang diartikan bebas, keluar dari belenggu kolot yang tidak bisa dipakai lagi pada zaman sekarang yang serba teknologi.
Arti Merdeka menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sebuah kebebasan, tidak mendapat tekanan dari luar, tidak terjajah dan lain-lain.
Komentar