JAKARTA, METRO–Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui, pihaknya telah menerima laporan terkait dugaan keterlibatan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarvem) Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam bisnis tes PCR. Laporan ini diterima KPK dari Partai Rakyat Adil Makmur (Prima).
“Kami mengkonfirmasi, benar, bahwa Bagian Persuratan KPK telah menerima laporan masyarakat dimaksud,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (4/11).
Juru bicara KPK bidang penindakan ini menyampaikan, pihaknya akan memverifikasi terlebih dahulu laporan tersebut. Jika memenuhi kelengkapan terkait adanya dugaan korupsi, tak menutup kemungkinan akan ditindaklanjuti pada tahap penyelidikan.
“KPK memastikan bahwa setiap laporan yang masuk ke saluran pengaduan Masyarakat akan ditindaklanjuti dengan lebih dulu melakukan verifikasi dan telaah terhadap data dan Informasi yang disampaikan tersebut,” ucap Ali.
Menurut Ali, tahapan ini penting untuk mengidentifikasi, mengacu pada Undang-Undang, apakah pokok-pokok aduan termasuk dalam ranah tindak pidana korupsi dan menjadi kewenangan KPK atau tidak. Apabila pokok aduannya merupakan kewenangan KPK, tentu akan menindaklanjutinya sesuai SOP dan ketentuan hukum yang berlaku.
“KPK sangat mengapresiasi pihak- pihak yang terus gigih berperan dalam upaya pemberantasan korupsi,” tegas Ali.
Sebelumnya, Menkomarves Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pelaporan ini, karena diduga keduanya terlibat dalam bisnis pengadaan alat tes PCR.
Partai Ummat Berikan Kecaman
Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi mengecam menteri yang disebut terlibat dalam bisnis tes PCR di masa pandemi Covid-19. Hal itu karena telah melanggar etika, kepatutan, dan keadaban publik yang seharusnya dijunjung tinggi dalam sebuah negara demokrasi modern yang beradab.
“Kapitalisasi bencana di masa pandemi sungguh tak bisa diterima oleh akal sehat dan adab kita sebagai sebuah bangsa. Karena ini mengandung unsur kezaliman di dalamnya dan lebih-lebih bila dilakukan oleh pejabat publik, jelas ini berlipat kali dosanya,” ujar Ridho kepada wartawan, Kamis (4/11).
Menantu dari Amien Rais ini mengatakan, terdapat konflik kepentingan yang besar bila para pejabat publik ikut berbisnis tes PCR karena mereka adalah pembuat regulasi.
“Itu sebabnya kecurigaan publik bahwa peraturan yang dibuat tujuannya untuk mengeruk keuntungan bagi perusahaan mereka menjadi masuk akal dan mendapatkan pembenaran,” katanya.
Meskipun kewajiban tes PCR untuk naik pesawat di Pulau Jawa dan Bali telah dihapus dan digantikan dengan tes antigen sejak Senin, 1 November 2021, tapi ada indikasi konflik kepentingan dan penyalahgunaan kekuasaan yang potensial dilakukan oleh menteri Joko Widodo (Jokowi) ini.
“Penentuan harga tes PCR terus berubah yang semula sangat mahal, tetapi karena besarnya kritik publik lalu harga diturunkan. Dan sekarang kita dikejutkan lagi ternyata tes PCR naik pesawat di Pulau Jawa dan Bali tidak diwajibkan, cukup pakai tes antigen. Kebijakan ini sangat berbau kepentingan oligarki,” ungkapnya.
Ridho Rahmadi mengatakan, potensi konflik kepentingan dan penyalahgunaan kekuasaan dalam kebijakan tes PCR yang merugikan publik ini hanyalah puncak dari gunung es yang sudah berlangsung lama.
“Kita harus bisa menangkap gambar besarnya, yaitu keadaan politik dan demokrasi kita selama tujuh tahun ini mengalami kemunduran yang besar. Kasus alat tes PCR ini hanya satu saja dari banyaknya kasus sebagai bukti salah kelola dan kemunduran demokrasi kita,” katanya. (jpg)