SETIAP orang berhak memperoleh pendidikan setinggi-tingginya. Tak hanya bagi yang kaya, namun juga bagi mereka yang tak punya. Hidup di tengah keterbatasan ekonomi bukanlah sebuah penghalang bagi Jumadil Akhiyar (20), dalam meraih pendidikan dan cita-citanya. Bahkan, ia bisa mewujudkan mimpi kuliah di luar negeri dalam mengenyam pendidikan.
Terlahir dari orang tua yang sehari-harinya tukang jahit di Komplek Sinar Limau Manis Permai (Waluyo) Blok D No 45, RT02, RW05 Kelurahan Koto Lua, Kecamatan Pauh, Kota Padang, untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, Aidil, begitu ia kerap disapa, berhasil meraih impian untuk kuliah di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir.
Berbekal ketekunan dan semangat yang tinggi dan doa dari sang ibunda, kini Aidil sudah menjadi mahasiswa di Universitas Al-Azhar Mesir. Ia memilih jurusan Ushuluddin.
Kepada POSMETRO melalui percakapan WhatsApp, Aidil pun bercerita jika awalnya tak pernah membayangkan bisa kuliah di Mesir. Pasalnya, ibunya hanya tukang jahit, meski memiliki kerjaan sampingan sebagai pegawai asuransi. Sedangkan, sang ayah yang dulu bekerja sebagai instruktur di Balai Latihan Kerja (BLK), sudah meninggal sejak ia masih duduk di kelas III Sekolah Dasar Negeri (SDN) 29 Pitameh, Kecamatan Lubuk Begalung.
Namun, Aidil yang mengenyam pendidikan di SMP 23 Padang dan SMA Dian Andalas ini, memiliki tekad kuat untuk bisa kuliah. Tekad Aidil itu juga didukung oleh sang ibu dan lima saudaranya.
Di keluarganya, Aidil merupakan anak keenam dan enam bersaudara. Terlahir sebagai anak bungsu dan sudah tidak memiliki ayah, pemuda kelahiran 4 Juli 2003 ini awalnya sempat ragu untuk berangkat menuju Mesir.
“Ayah sudah meninggal sejak Aidil umur 8 tahun, waktu itu masih duduk di kelas 3 SD. Ayah sakit liver dan meninggal di tahun 2011 lalu. Sejak itu, ibu menggantikan posisi ayah, menjadi tukang jahit, menerima jahitan dari tetangga dan kenalan dekat,” ungkap Aidil, mengawali kisah hidupnya menjadi mahasiswa di Al Azhar Mesir.
Menghidupi enam anak yang masih kecil dan seluruhnya harus sekolah, ibu Aidil, Julismar (57), harus memutar otak. Ia tak ingin keenam anaknya putus sekolah. Dalam pikirannya, anak-anak harus bisa sekolah tinggi, menjadi orang hebat.
“Keluarga percaya bahwa dengan pendidikan yang baik maka akan mampu membuka harapan dan peluang-peluang yang baik untuk menggapai cita-cita yang kita inginkan,” ujar Aidil. Oleh karena itulah, tak mengherankan jika Aidil akhirnya tumbuh dengan semangat belajar yang tinggi. Ia pantang menyerah untuk mengejar pendidikan terbaik.
Sedangkan sang ibu juga berusaha kuat mewujudkan mimpi anak-anaknya. Sembari menerima orderan jahitan, sang ibu akhirnya bekerja sebagai petugas asuransi. Dengan adanya tambahan penghasilan, Julismar pun bisa memberikan pendidikan terbaik kepada anak-anaknya.
“Ketika ayah meninggal 12 tahun lalu, ibu mencari tambahan uang dengan bekerja di asuransi. Sedangkan kakak nomor 1 dan 2, waktu itu juga sudah tinggal di masjid sebagai marbot (garin). Alhamdulillah, karena ayah sebagai instruktur di BLK, kami yang masih kecil-kecil bisa tinggal di Kompleks BKL hingga tahun 2014, hingga akhirnya pindah ke Koto Lua, Pauh,” tutur Aidil.
Meski sudah menjadi anak yatim dan merupakan si bungsu dalam keluarga, Aidil tumbuh menjadi anak yang kuat dan memiliki semangat tinggi untuk mengenyam pendidikan terbaik.
Ia pun menceritakan bagaimana keinginannya untuk bisa kuliah di Universitas Al Azhar Mesir di tahun 2020. Awalnya, di bulan Oktober 2020, ada kegiatan Tahfidz Camp. Di sana, Aidil membantu-bantu menyimak hafalan para peserta Tahfidz Camp.
“Nah, di situ waktu itu ada peserta yang lagi bimbingan bahasa Arab untuk kuliah ke Timur Tengah. Dari sana mulai ada berkeinginan ke Mesir. Padahal, awalnya jika tamat SMA, Aidil hanya ingin kuliah di UNP, karena dari SMP berminat untuk jadi guru,” tuturnya.
Sejak saat itu, Aidil pun mulai belajar dengan giat sampai akhirnya dia mengikuti seleksi Kemenag.
Aidil yang tahu untuk kuliah di luar negeri butuh biaya besar, awalnya ragu dan bimbang. Namun, tekad yang kuat, ia pun melakukan berbagai cara agar bisa mendapat bantuan dan beasiswa untuk bisa kuliah di Mesir.
“Ketika itu, ibu berat melepas untuk ke Mesir. Tapi, perkataan dan pesan ibu, selagi itu untuk ke arah kebaikan ibu ikhlas,” imbuh Aidil, meniru perkataan sang ibunda.
Lalu, pada Ramadhan tahun 2021 lalu, Aidil pun melakukan persiapan untuk ujian Kemenag di Pasaman Barat selama 2 minggu. Agar lancar bahasa Arab dan hafalan, ia diajarkan tahfizd oleh abangnya yang nomor dua.
“Alhamdulillah lulus, lalu ambil kelas bahasa dan langsung ke Mesir. Pada Maret 2022 lalu, berangkat ke Mesir,” lanjutnya.
Meski sudah dinyatakan lulus, namun perjuangan Aidil untuk bisa berangkat mengalami berbagai cobaan. Bahkan, ia sempat tak akan jadi kuliah di Mesir, karena berbagai faktor.
“Sejak dinyatakan lulus 2021 dan hingga 2022 adalah masa penantian visa. Ternyata ada saja halangan. Katanya berangkat September, kemudian diundur lagi hingga November. Ada juga yang bilang kalau Aidil sudah ditipu dan tak bisa ke Mesir,” cerita Aidil.
“Alhamdulillah berkat dukungan beberapa sektor, akhirnya bisa sampai ke Mesir. Nah, persoalannya tak berhenti sampai di sana, karena ada juga perasaan yang menghantui dan mengganjal di hati, apakah Aidil mampu untuk tinggal di sana, dan berpisah dengan keluarga,” lanjutnya.
Aidil juga mengaku perjuangan dia untuk ke Mesir juga banyak ditolong orang-orang baik di sekitarnya. Ia dengan rajin meminta bantuan berbagai pihak. Hingga akhirnya, untuk biaya keberangkatan ke Mesir, dia dibantu UPZ BAZNAS Semen Padang.
“Selalu ada jalan jika kita berusaha dan berikhtiar. Untuk biaya keberangkatan Aidil dibantu UPZ BAZNAS Semen Padang, hingga akhirnya Aidil di sini (kuliah di Kairo, Mesir),” imbuhnya.
Menyesuaikan Bahasa
Komentar