Oleh: Reviandi
Menjadi pejabat mungkin enak. Tapi, tak selamanya enak, apalagi kalau dikaitkan dengan harta kekayaan yang dipunya. Karena, para pejabat di Indonesia wajib melaporkan kekayaan mereka secara berkala. Jadi, tak ada yang bisa disembunyikan dari kekayaan itu. Naik atau turunnya harta pejabat, itu juga mudah terdeteksi oleh umum.
Setidaknya, ada beberapa golongan pejabat yang wajib melaporkan kekayaannya dalam bentuk LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara). Pertama, penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 1999. Kedua, pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif.
Selain itu, ada pejabat yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara. Dengan kata lain, pejabat publik lainnya yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi, tak seenaknya saja saat jadi pejabat mendapatkan kekayaan tambahan yang bisa-bisa malah mencurigakan.
Tak heran kalau sepekan terakhir, publik di Sumbar, bahkan di Indonesia sebenarnya, dihebohkan dengan harta kekayaan para pejabat. Utamanya di Sumbar adalah, kenaikan drastic harta Gubernur Sumbar Mahyeldi, dan penurunan besar harta milik Wakil Gubernur Sumbar Audy Joinaldy. Begitu juga dengan penurunan harta Wali Kota Padang Hendri Septa dan fluktuasi harta Bupati dan Wali Kota se-Sumbar.
Kekayaan Mahyeldi, dalam laporan yang bisa dilihat dari elhkpn.kpk.go.id, mengalami peningkatan yang signifikan sejak menjabat sebagai Gubernur Sumbar 2021. Berdasarkan laporan terakhir di aplikasi e-LHKPN pada 29 Maret 2022, kekayaan politisi PKS ini mencapai angka Rp5,34 miliar.Naik lebih dari 100 persen atau senilai Rp2,76 miliar dibandingkan dengan kekayaannya setahun sebelum menjabat sebagai Gubernur, atau saat masih menjadi Wali Kota Padang.
Sementara itu Wagub Audy Joinaldy dalam laporan terbarunya pada 8 Maret 2023, kekayaannya dilaporkan Rp54,89 miliar. Meski jumlahnya 10 kali lipat dari Gubernur, harga politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu sejatinya mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Karena pada 2021, harta Audy sekitar Rp58,1 miliar. Artinya, ada pengurangan sekitar Rp3 miliaran.
Dalam beberapa kesempatan, pengusaha sukses di bidang pertanian dan peternakan di kawasan Indonesia timur itu menyebut, turunnya harta atau asetnya itu tidak jadi masalah. Sebagai pengusaha yang sekarang menjadi pejabat, Audy menyebut sangat lumrah kalau harta kekayaan seseorang turun atau naik. Apalagi, dia berbasis pengusaha yang penuh dengan risiko dalam berbisnis.
Kontrasnya harta kekayaan dua pejabat Sumbar ini memang membuat perbincangan hangat di berbagai platform media sosial di Sumbar. Apalagi, juga terungkap mantan patner Mahyeldi di Pemko Padang, Hendri Septa juga mengalami nasib yang sama dengan Audy. Kekayaan putra anggota DPR RI Asli Chaidir itu juga menurut dari 2021 ke 2022.
Diketahui, total harta terbaru politisi Partai Amanat Nasional (PAN) yang dilaporkan pada 2022 senilai Rp2.93 miliar. Angka itu menurun dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp3.18 miliar. Artinya, Hendri Septa mengalami penurunan harta sebesar Rp249 juta. Jumlah yang cukup signifikan jika dikaitkan dengan total harta Hendri.
Selain itu, harta kekayaan 18 Bupati dan Wali Kota se-Sumbar juga diungkapkan ke publik oleh banyak media. Tak hanya media yang berbasis di Sumbar saja, media-media nasional juga turut memberitakan atau mengungkap harta kekayaan pejabat di Sumbar. Ternyata, selain yang memiliki harta di atas Rp50 miliar, ada juga yang hartanya hanya sekitar Rp300 juta.
Mari kita lihat, berapa harta kekayaan yang dilaporkan para pejabat daerah di Sumbar. Bupati Agam Andri Warman Rp6.039.592.856, Bupati Dharmasraya Sutan Riska Tuanku KerajaanRp3.640.421.971, Bupati Limapuluh Kota Safaruddin Datuak Bandaro Rajo Rp2065.835.492, Bupati Padangpariaman Suhatri Bur Rp4.122.052.805, Bupati Pasaman Benny UtamaRp3.258.893.890, Bupati Pasaman Barat Hamsuardi Rp817.129.381, Bupati Pesisir Selatan Rusma Yul Anwar Rp2.169.339.902.
Selanjutnya Bupati Sijunjung Benny Dwifa Yuswir Rp1.194.454.681, Bupati Solok Epyardi AsdaRp66.641.896.314, Bupati Solok Selatan Khairunas Rp1.154.388.615, Bupati Tanahdatar Eka PutraRp13.018.600.000, Wali Kota Bukittingg Erman Safar Rp10.299.163.030, Wali Kota Padang Panjang Fadly Amran Rp78.994.500.967, Pj Wali Kota Payakumbuh Rida Ananda Rp1.968.735.404, Wali Kota Sawahlunto Deri Asta Rp5.980.565.610, Wali Kota Solok Zul Elfian UmarRp333.160.644.
Setidaknya, ada tiga pejabat Sumbar yang layak disebut “sultan” dari harta kekayaannya. Mereka adalah Wakil Gubernur Audy Joinaldy dengan Rp54,8 miliar, Bupati Solok Epyardi Asda Rp66,5 miliar dan Wali Kota Padangpanjang Fadly Amran Rp78,9 miliar. Ketiganya memang sudah dikenal memiliki kekayaan fantastis, jauh sebelum menjabat di Sumbar. Seperti diketahui Audy adalah pengusaha dari Indonesia Timur, Epyardi Asda pebisnis perkapalan dan mantan anggota DPR RI tiga periode, dan Fadly Amran memiliki banyak bisnis dari sekolah, olahraga sampai rumah sakit di Kota Padang.
Semua harta kekayaan para pejabat yang dilaporkan itu, juga terinci dari apa saja. Mulai dari barang bergerak, barang tidak bergerak, utang, uang tunai dalam bentuk rupiah atau asing dan lainnya. Jadi, andai ada yang memverifikasi pun, hart aitu akan terlihat jelas. Tidak ada yang bisa disembunyikan, baik itu jika terjadi kenaikan atau penurunan.
Sebagai pemimpin daerah, tentu mereka juga akan dipantau oleh semua elemen penegak hukum negara, baik dari kepolisian, kejaksaan, sampai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Andai terjadi kenaikan drastis harta salah satu dari mereka, semua pasti akan tergerak, baik dilaporkan atau tidak. Karena, semua harta pejabat negara, harus dipertanggungjawabkan.
Dalam Islam, seorang pejabat negara memang harus memastikan harta yang mereka dapatkan dari sebelum atau setelah menjabat harus benar-benar klir dan tak terlibat dalam keharaman. Dalam sejarahnya, Khalifah Umar bin Khattab RA dikenal sebagai pemimpin yang sangat antikorupsi. Selain kehidupannya yang sederhana, dia juga sangat mengawasi harta yang diperoleh oleh bawahannya.
Bahkan, sabahat utama nabi Muhammad SAW ini beberapa kali membuat kebijakan mencopot jabatan atau menyita harta bawahannya hanya karena hartanya bertambah. Apalagi, jika diketahui jika hartanya itu didapat bukan dari gaji yang diberikan oleh negara. Hal ini tentu menjadi pelajaran bagi kita semua, kalau menjadi pejabat haruslah tetap menjaga marwah sebagai pemimpin. Tidak serta merta menumpuk kekayaan.
Kita semua sepakat, orang yang memimpin daerah, sebaiknya orang yang tidak lagi mencari kekayaan, tapi ingin mengabdi kepada masyarakat. Baiknya, kita renungkan juga sabda Rasulullah SAW, “Sesungguhnya di antara yang aku khawatirkan atas kalian sepeninggalku nanti ialah terbuka lebarnya kemewahan dan keindahan dunia ini padamu.” (HR Bukhari dan Muslim). Jika para pejabat daerah hanya mencari kekayaan, akan terlihat dari bagaimana kinerjanya dalam pemerintahan. Masih ada Pilkada berikut untuk menghukumnya. (Wartawan Utama)