PADANG, METRO–Setelah berkas perkara dinyatakan lengkap, Penyidik Subdit I Indagsi Ditreskrimsus Polda Sumbar menyerahkan tersangka Direktur CV Devindo Artha Development, Elvy Madreani (45) kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Padang, Kamis (21/12), sekira pukul 13.00 WIB.
Seperti yang diketahui, Elvy Madreani yang menjabat sebagai direktur di perusahaan yang bergerak di bidang developer (pengembang perumahan) ini terjerat kasus atas dugaan menjual perumahan nonsubsidi yang belum menyelesaikan status hak atas tanah.
Perumahan yang dijual oleh tersangka sebanyak 30 unit berbagai tipe di Perumahan Pondok Indah, Balai Baru, Kecamatan Kuranji, Padang. 26 konsumen menjadi korban atas kasus ini. Selama proses penyidikan tersangka tidak ditahan polisi karena dinilai kooperatif.
Terkuaknya praktik tersebut diawali dari laporan masyarakat kepada polisi. Laporan tersebut ditindaklanjuti dan selanjutnya diproses hukum karena memiliki bukti-bukti kuat. Kasus tersebut berdasarkan laporan polisi LP/101A/IV/2017/ SPKT Polda Sumbar, 7 April 2017.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sumbar Kombes Pol Margiyanta mengatakan, berkas perkara kasus dugaan menjual perumahan non subsidi yang belum menyelesaikan status hak atas tanah sudah tahap dua dan sudah diserahkan kepada jaksa.
”Berkas perkara sudah dilimpahkan ke kejaksaan, sudah P21 lengkap, tersangka dan barang bukti juga diserahkan untuk menjalani proses persidangan berkaitan dengan perkara yang disangkakan,” kata Margiyanta, Jumat (22/12).
Margiyanta menjelaskan, tersangka dijerat kasus tersebut karena menjual rumah perumahan belum ada sertifikat, baik hak guna bangunan, hak pakai, hak milik, dan masih dalam status sengketa serta lingkungan perumahan tidak ada izin prinsip dari pemko.
”Kasihan para konsumen. Uang DP sudah dibayarkan rumah belum jadi didapatkan, bahkan ada yang bayar tunai, harga rumah terendah Rp203 juta tipe 36. Sedangkan harga rumah tertinggi Rp630 juta tipe 90,” sebut Margiyanta.
Margiyanta mengungkapkan, konsumen yang jadi korban pada kasus tersebut sekitar 26 orang. Sebagian korban jadi saksi selama penyidikan berlangsung. Terhadap tersangka selama proses penyidikan tidak ditahan karena tersangka kooperatif.
”Selain korban, juga diperiksa saksi-saksi ahli dari Bagian Hukum dan Komunikasi Publik Set Dirjen Penyedian Kementrian PUPR, Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Kementrian Perdagangan, Ahli Hukum Perdata,” jelas Margiyanta.
Margiyanta menuturkan, dalam Undang Undang Perumahan, syarat rumah yang akan dibangun status kepemilikan tanah harus jelas, ada fasilitas umum, ada izin prinsip, dan kepemilikan IMB. Namun, tersangka menjual perumahan tersebut tanpa memenuhi syarat-syarat itu.
”Berdasarkan keterangan dari saksi-saksi ahli yang dilakukan tersangka intinya pelanggaran karena menjual perumahan namun sertifikat kepemilikan tanag belum ada dan harus diproses hukum karena menimbulkan kerugian bagi konsumen yang membeli,” imbuh Margiyanta.
Margiyanta mengimbau masyarakat harus hati-hati saat jual beli rumah, harus dicek dulu statusnya, apakah sudah beralih atau belum, jangan masih proses peralihan hak sudah bayar panjar. Masyarakat harus pintar dan jangan mudah tergiur dengan rumah yang murah.
”Pasal yang dilanggar pasal 154 UU RI No 1 tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan pemukiman, dan atau pasal 62 ayat 1 jo pasal 8 ayat 1 huruf Undang-undang RI 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ancaman lima tahun penjara,” pungkasnya. (rg)
Komentar