Oleh: Ahmad R
UNDANG-UNDANG Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada menempatkan partai politik sebagai aktor utama yang menentukan siapa yang layak dicalonkan menjadi kepala daerah. Itu sebabnya, siapa pun yang berminat menjadi pemimpin di daerah akan mendatangi partai politik untuk dijadikan sebagai kendaraannya bertarung di pilkada.
Tak hanya satu atau dua orang yang datang mendaftar, tetapi bisa hingga 10 orang mendatangi partai yang sama. Tujuan dan niatnya sama, yakni ingin direkomendasikan sebagai calon yang diusung dan didukung partai bersangkutan.
Partai politik memang hadir untuk mendapatkan kekuasaan melalui jalur pemilu atau pilkada. Oleh karena itu, untuk memenangkan pertarungan di pilkada, maka partai politik harus mencalonkan individu yang berkualitas dan punya potensi menang. Untuk merealisasikan itu, maka partai politik harus bekerja keras membantu calon kepala daerah yang diusungnya memenangkan pilkada.
Partai politik bisa mengerahkan mesin politiknya yang tersebar di seluruh tingkatan untuk memenangkan calon kepala daerah (cakada). Kerja mesin politik agak sedikit ringan karena cakada biasanya juga punya tim pemenangan. Sinergi kedua tim inilah yang memungkinkan cakada yang diusung partai politik mampu memenangkan pilkada.
Kemenangan di pilkada, termasuk Pilgub Sumbar 2020 mendatang, tentu akan mengangkat kredibilitas dan marwah partai di hadapan pendukungnya. Selain menjadi kebanggaan kader dan simpatisan, kemenangan itu juga akan melambungkan nama partai di benak publik. Kondisi itu akan menjadi modal besar bagi partai politik dalam menghadapi pemilihan yang lebih besar lagi, yakni pemilihan umum (pemilu) di masa mendatang.
Ada dua hal yang perlu menjadi perhatian partai politik jika ingin menggapai kemenangan dalam hajatan lima tahunan di daerah, terutama di Pilgub Sumbar.
Pertama, memilih sosok yang layak untuk diusung menjadi cakada. Ada banyak cara bisa dilakukan partai politik dalam menentukan sosok calon yang akan diusungnya. Antara lain, melakukan verifikasi data dan fakta dengan terjun langsung ke kediaman sang calon. Berikutnya, melakukan fit and proper test terhadap calon.
Selain cara di atas, ada satu cara yang paling penting dilakukan partai politik, yaitu menggelar uji publik terhadap calon-calon yang ingin maju dalam pilkada. Seluruh calon harus diuji kualitas, kapabilitas, dan program yang ditawarkan jika maju dalam pilkada.
Dari ajang uji publik itulah diharapkan muncul satu pasangan calon yang kualitasnya sudah teruji. Calon ini juga sudah bisa diukur tingkat popularitas, elektabilitas, dan aksepbilitasnya di masyarakat.
Untuk melakukan uji publik ini, partai politik harus melibatkan tokoh masyarakat dan akademisi. Pelibatan publik dalam penjaringan cakada ini sangat penting karena sejak dini mereka bisa menyeleksi calon yang dinilai terbaik untuk menjadi kepala daerah.
Uji publik juga telah dilakukan saat pemilihan presiden (Pilpres) 2019 lalu. Dua pasang capres-cawapres diuji kualitas, kapabilitas, dan program yang ditawarkan di depan para akademisi masing-masing disiplin ilmu. Cara ini pula bisa diterapkan dalam pilkada, termasuk di Pilgub Sumbar 2020 mendatang.
Esensi dari uji publik adalah suatu upaya menghadirkan pemimpin daerah yang berkualitas dalam rangka membangun dan memajukan daerah yang dipimpinnya. Dan, pemimpin semacam ini hanya bisa diperoleh jika dibuka ruang bagi publik untuk mengetahui dan menguji kompetensi, integritas, dan latar belakang cakada sebelum terjun dalam pilkada.
Diantara sekian banyak kandidat calon gubernur Sumatera Barat periode 2020-2025 yang muncul ke permukaan saat ini, nama Walikota Padang Mahyeldi Ansharullah sesungguhnya sudah teruji di publik, meskipun masih dalam skala Kota Padang. Tetapi, keterpilihannya kembali memimpin Kota Padang di periode kedua menunjukkan kapasitas, kapabilitas, kompentensi, dan integritasnya sudah teruji dan diakui publik.
Kedua, membangun idealisme kader. Setelah partai politik menetapkan pasangan yang akan diusung dalam pilkada, maka langkah selanjutnya adalah memenangkan pasangan tersebut. Para elit partai harus melakukan sosialisasi pasangan ini kepada seluruh kader hingga tingkatan paling bawah.
Dalam konteks pemenangan ini, maka kader harus ditanamkan dan ditumbuhkan idealisme perjuangan tanpa pamrih. Mereka harus bahu membahu, bekerja keras dengan segala daya upaya dan strategi pemenangan tanpa mengharapkan adanya imbalan dalam bentuk materi atau jabatan kepada cakada jika berhasil menang dalam pilkada.
Jika dua hal ini ditempuh partai politik, maka cakada yang diusungnya punya potensi besar menang dan duduk sebagai kepala daerah. (*)
*Penulis adalah pemerhati sosial politik