SAWAHAN METRO–Anggota DPRD Kota Padang dari Gerindra, Budi Syahrial sangat menyayangkan masih tingginya data orang miskin di Kota Padang yang tercatat dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) . Apalagi datanya itu berbeda jauh dengan data Badan Pusat Statistik (BPS).
Diuraikannya, data BPS kemiskinan di Kota Padang hanya 4,4% jumlah penduduk. Tapi data DTKS menyatakan, jumlah warga miskin di Kota Padang mencapai 38,4%.
“Ini perbedaan datanya tak masuk akal. Biasanya jika terjadi pertikaian data, sampling errornya paling banyak 2,5 persen. Kalau ini beda jauh,” sebut Budi.
Dengan keberadaan DTKS sekarang, jumlah warga miskin di Padang adalah sebanyak 383.484 jiwa dari 918.463 jiwa penduduk Kota Padang. Artinya, terang Budi, dari 10 orang warga di Padang, 4 orang diantaranya miskin.
Data ini, kata Budi menyatakan, Kota Padang ini banyak warga miskinnya. “Kalau begitu, umumkan saja Kota Padang ini sebagai kota miskin. Ini kan bikin malu, kok dari waktu ke waktu malah bertambah banyak. Apa tak ada yang keluar dari data tersebut,” sebut Budi.
Politisi dari Partai Gerindra ini justru menilai adanya ketidakjujuran pengisian DTKS sehingga angkanya membeludak tinggi. Pihak kelurahan atau fasilitator diharapkan jujur dalam mengisi data. Begitu juga Babinkhantibmas yang melakukan pengawasan.
“Masukkan data yang benar. Lurah-lurah jangan lagi memasukkan nama keluarga terdekat yang tak layak disebut miskin ke dalam data miskin. Para fasilitator juga. Jangan semua famili dekat dimasukkan. Padahal dia tak pantas menerima bantuan,” sebut Budi lagi.
Menghadapi fenomena ini, ia meminta Dinas Sosial untuk mengambil sikap tegas dengan kembali memasang plang atau stiker “Saya Miskin” di rumah-rumah warga yang masuk dalam DTKS. Hal ini untuk memberikan efek jera. Warga diharapkan jujur dan tidak melulu mengaku miskin.
“Mental ini harus diperbaiki, kalau tidak, kita merasa miskin terus. Kapan bangkitnya,” tukas Budi lagi.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Padang, Afriadi mengatakan, pihaknya bertugas bukan untuk menurunkan jumlah warga miskin, tetapi memasukkan data warga yang butuh bantuan untuk masuk dalam DTKS. Sehingga ia bisa mendapatkan bantuan.
“Jika mereka telah mendapatkan bantuan nantinya, maka diharapkan, BPS tidak lagi mencatat nama mereka sebagai warga miskin Kota Padang,” ulas Afriadi.
Lebih jauh ia menjelaskan, dalam DTKS, ada 11 indikator penilaian. Di sana ada warga yang hampir miskin, warga miskin, warga sangat miskin. Semuanya dibantu sesuai kategori. Sementara data BPS indikatornya hanya tingkat konsumsi masyarakat saja.
“Jadi indikator penilaian dari dua data ini berbeda. Di DTKS tak hanya ada warga miskin, tapi juga warga hampir miskin. Kalau di BPS, semua warga miskin adalah mereka yang benar-benar miskin,” sebut Afriadi. (tin)