Oleh: Reviandi
PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) menjadi orang yang paling disorot selain enam orang yang menjadi calon peserta Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Karena, salah satu calon wakil Presiden (Cawapres), Gibran Rakabuming Raka merupakan anak kandungnya. Yang sekarang menjabat Wali Kota Surakarta, Jawa Tengah (Jateng), jabatan yang juga pernah diemban Jokowi.
Kepastian Gibran jadi pendamping Prabowo Subianto membuat PDIP sebagai partai asal Jokowi dan Gibran mulai uring-uringan. Sebutan pengkhianat, tidak balas budi dan lainnya mulai dilancarkan. Yang terbaru, dugaan Jokowi tak bisa netral terus digaungkan. Termasuk oleh politisi PDIP Adian Napitupulu dalam acara Mata Najwa, Kamis (3/11/2023) di chanel Youtube Narasi TV.
Menariknya, apa yang disampaikan Adian yang didukung Effendy Choiry atau Gus Choi dari Partai NasDem langsung dibantah Waketum Partai Gelora Fahril Hamzah. Fahri dengan lugas menyebut, netralitas Jokowi tidak perlu dipertanyakan, karena dia bukan peserta Pilpres. Meski ada anaknya yang maju saat ini menjadi salah satu Cawarpes.
Dengan lugas Fahri mengatakan, Pilpres 2019 Jokowi lebih rentan tidak netral. Karena dia merupakan peserta langsung Pilpres, sekaligus Presiden yang sedang berkuasa. Saat itu, orang-oprang PDIP tidak mempermasalahkan netralitas Jokowi yang memilih akses terahdap seua aparat sipil dan militer serta semua lembaga negara.
Apa yang disampaikan Fahri seolah menepis atau melunakkan tuduhan tidak netral Jokowi. Karena dalam politik, netralitas seorang pemimpin terutama dalam konteks pemilihan umum adalah isu yang seringkali dipertanyakan. Netralitas seorang pemimpin selama masa kampanye Pilpres sering menimbulkan beragam pandangan dan spekulasi.
Apalagi Presiden Jokowi berasal dan disebut masih anggota PDIP. Partai politik adalah entitas yang mendukung dan mengusung kandidat mereka dalam pemilihan. Sebagai anggota PDIP, Jokowi memiliki hubungan yang kuat dengan partainya. Partai yang 10 tahun berkuasa, tentu memiliki kepentingan dalam menjaga kekuasaan politik.
Kedua, Jokowi adalah Presiden yang tengah menjabat saat pemilihan Presiden berlangsung. Posisi Jokowi memberikan kepadanya pengaruh yang signifikan dan akses ke sumber daya negara yang bisa memengaruhi hasil pemilihan. Terlepas dari niat baiknya untuk netral, sulit untuk sepenuhnya menghindari perasaan bahwa posisi presiden bisa memengaruhi pemilihan.
Ketiga, faktor-faktor politik dan lingkungan memainkan peran penting dalam menentukan netralitas seorang pemimpin. Tergantung pada dinamika politik yang berkembang dan tekanan dari berbagai pihak, bisa jadi sulit bagi seorang pemimpin untuk benar-benar tetap netral.
Kesimpulannya, meskipun Jokowi mungkin memiliki niat baik untuk tetap netral dalam pemilihan Presiden, faktor-faktor politik, hubungan partainya, dan posisinya sebagai presiden saat ini mungkin membuatnya sulit untuk sepenuhnya dianggap netral. Tantangan tersebut adalah bagian dari politik yang kompleks, dan evaluasi netralitas seorang pemimpin selalu akan menjadi subjek perdebatan.
Soal peran Jokowi dalam mendukung anaknya, Gibran memang sangat menarik. Gibran adalah putra Jokowi, dan keterlibatannya dalam politik menjadi sorotan terutama karena Prabowo Subianto, lawan politik Jokowi dalam pemilihan presiden sebelumnya, telah mengumumkan niatnya untuk mencalonkan diri lagi.