PADANG, METRO – Ketika petugas mulai menggali kuburan putri satu-satunya, Musrida (44) dan Nofrizal (46), tidak kuasa lagi menahan tangis. Wajah Musrida bahkan nampak pucat dan shock. Ia berusaha tabah agar kematian anak gadisnya, HRM (23), Sales Promotion Girl (SPG) di salah satu perusahaan rokok di Kota Bukittinggi, yang tewas setelah meminum obat untuk aborsi, terungkap.
Musrida hanya mampu melihat dari kejauhan, dari luar tenda yang sudah didirikan Selasa (31/1) pagi, di pemakaman kaum Guci, Komplek Buana Indah II, Kelurahan Balai Baru, Kecamatan Kuranji.
Proses pembongkaran makam, identifikasi hingga makam kembali ditutup, memakan waktu sekitar enam jam. Setelah itu, tim Disaster Victim Identification (DVI) dan Tim Inafis (Indonesia Automatic Fingerprint Identification System) Polda Sumbar, yang langsung dipimpin Dirreskrimum Polda Sumbar Kombes Pol Erdi A Caniago, kemudian meninggalkan lokasi dan makam kembali dibuka untuk umum.
”Saya sudah lelah dan letih, saya tidak mau diwawancarai keadaan saya lemah,” ungkap Musrida, yang digotong pihak keluarga meninggalkan makam anaknya. Sementara itu, kerabat korban, Syawal (27) di pemakaman, mengatakan pihak keluarga berharap kasus ini segera selesai dan pelakunya dapat dihukum seberat-beratnya.
“Kematian korban meninggalkan duka mendalam bagi keluarga. Kita sama-sama melihat keadaan ibu korban, saat ini keadaannya masih shock, karena belum bisa menerima kepergian anak gadis satu-satunya,” ungkap Syawal.
Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumbar, Kombes Pol Erdi Adrimulan Chaniago, mengatakan pembongkaran kuburan HR untuk proses penyelidikan dan autopsi.
Penyidik ingin mengetahui sebab kematian korban dan melengkapi alat bukti. Untuk pembongkaran makam sudah mendapatkan persetujuan dari pihak keluarga.
”Dari keterangan saksi-saksi dan kedua tersangka, diduga korban mengonsumsi obat-obatan untuk menggugurkan kandungannya. Jadi kita lakukan pembongkaran ini untuk melengkapi alat bukti dan mengungkap pasti penyebab kematiannya,” kata Erdi.
Setelah makam dibongkar, tim DVI dan Inafis mengambil salah satu sampel organ tubuh korban, kemudian dibawa ke RS Bhayangkara Polda Sumbar. Selanjutnya, dikirim ke Medan untuk diteliti.
Kombes Pol Erdi menuturkan, autopsi di tempat dilakukan berjalan aman. Kondisi jasad korban masih utuh, tapi sudah membusuk.
Kandungan tanah juga diteliti, dan yang akan menimbulkan kendala jika organ tubuh korban sudah tidak hancur, atau tidak utuh, dan tinggal tulang.
Dipanggil
Sementara itu, hingga kini penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap 23 saksi. Salah satunya, dalam waktu dekat, penyidik akan memeriksa Direktur Rumah Sakit Ahmad Mukhtar (RSAM) Bukittinggi untuk dimintai keterangan. Pasalnya, salah satu tersangka, yakni Marini Candra (36), adalah asisten apoteker di rumah sakit tersebut.
”Setelah makam korban dibongkar, penyidik segera memanggil direktur RSAM untuk memberi keterangan terkait salah satu tersangka yang bekerja sebagai asisten apoteker di RSAM,” tegas Kombes Pol Erdi. Sampai kemarin, penyidik Ditreskrimum masih menetapkan dan menahan dua tersangka utama kasus kematian HRM. Kedua tersangka adalah, Maizirwan (32), pacar korban dan Marini Chandra.
Seperti diketahui, HRM (23), tewas setelah meminum obat aborsi. Ironisnya, obat itu diberikan sang pacar dan dibantu oleh seorang asisten apoteker yang bekerja di rumah sakit terkenal di Bukittinggi.
Korban HRM meninggal pada Rabu (6/1) lalu. Kasus aborsi ini terkuak setelah orang tua korban curiga atas kematian putrinya secara tiba-tiba. Akhirnya, orang tua korban membuat laporan ke Mapolda Sumbar, pada Senin (16/1) lalu.
Sementara itu, dari pengakuan pacar korban, Maizirwan, ia dan HRM sudah menjalani hubungan dekat atau berpacaran cukup lama. Keduanya sama-sama bekerja di salah satu perusahaan rokok terkenal di Kota Bukittinggi.
Berhubungan dekat membuat pasangan berlawanan jenis ini kebablasan. HRM pun hamil. Ketika kehamilan itu disampaikan kepada Maizirwan, muncul ide untuk menggugurkan kandungan. Alasannya, Maizirwan belum siap untuk menikah dan punya anak.
Dipaksa untuk aborsi, SPG rokok ini pun setuju. “Saya dan HRM sepakat untuk aborsi, karena kami belum siap untuk memiliki anak. Saat itu, kandungan pacar saya masih berusia enam minggu,” sebut Maizirwan saat ditanya penyidik Ditreskrimum.
Pelaku berusaha mencari cara untuk menggugurkan kandungan itu. Pria ini pun mencari informasi melalui internet. Akhirnya, ia menemukan obat merek Gastrul yang bisa membunuh janin.
Akan tetapi, karena obat Gastrul ini tidak dijual bebas, pelaku Maizirwan menghubungi rekannya Marini Candra (35), di RSUD Achmad Muchtar.
Setelah dihubungi, pelaku Marini Candra bersedia menyediakan obat yang diminta pelaku untuk menggugurkan kandungan kekasihnya. Maizirwan pun mengirimkan uang senilai Rp250 ribu untuk membeli obat tersebut dan mengirimkannya melalui travel.
Akhirnya obat yang dipesan sampai. Pelaku pun mennyuruh korban untuk meminumnya. Sesuai petunjuk penggunaan, korban harus meminum lima butir obat.
Akan tetapi, setelah meminum lima butir obat itu, hasilnya tidak memuaskan. Janin yang akan digugurkan masih tersisa di dalam rahim korban. (rg)