Alam Persawahan di Kampus II Universitas Bung Hatta di Airpacah, Padang. (foto:indrawadi-humas UBH/boyyendratamin.blogspot.com)
PADANG, METRO–Merasa dirugikan, Henry Nasution, seorang dosen berencana menggugat Universitas Bung Hatta (UBH). Langkah hukum dilakukan merasa namanya dicatut untuk memuluskan akreditasi UBH.
Tahap awal, Henry melaporkan perkara ini ke Ombudsman RI Perwakilan Sumbar, Bareskrimum Polda Sumbar, Dirjen Dikti, dan Dinas Ketenagakerjaan Kota Padang serta Kopertis X Wilayah Sumbar.
Menurut data rangkuman, kasus ini mencuat ketika ia mendapat laporan dari Dirjen Dikti Kementerian Pendidikan, Jakarta. Setelah dicek pada itus forlap.dikti.go.id ternyata nama tersebut tertulis aktif hingga tahun 2015. Sementara Henry tidak mengajar pada kampus proklamator itu sejak 1 Mei 2013. Sekarang, dia mengajar di University Teknologi Malaysia (UTM).
Henry sebelumnya telah mempertanyakan hal ini ke Yayasan dan Kampus UBH. Akan tetapi tidak digubris. Ia pun mengonsultasikan hal ini ke Kopertis X Wilayah Sumbar, hal yang sama ia dapatkan. Karena menyangkut namanya, ia pun kembali menemui Kopertis. Alhasil pihak Kopertis mengeluarkan surat dengan nomor 951/010/KP/2015 bulan Juni 2015, surat tersebut ditandatangani Professor Ganefri selaku kordinator.
Dalam isi surat tersebut ada tiga poin, salah satunya meminta UBH segera menyelesaikan permasalahan. Sehingga data homebase tidak lagi tercatat pada Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDIKTI), surat itu ditembuskan ke Dirjen Dikti, Ketua Yayasan. Akan tetapi surat itu tidak digubris UBH.
Terkait pengunduran dirinya, hingga sampai saat ini pihak kampus belum merealisasikan. Sementara pihak kampus masih mencatat dan menggunakan namanya untuk memuluskan mendapatkan akreditasi. Upaya-upaya yang ia lakukan selain mengirimkan surat pengunduran diri pada tahun 2013. Ia juga kemudian menutup rekening Bank Bukopin perbantukan UBH miliknya tanggal 22 Juli 2013, dengan alasan agar tidak terjadi kesalahan dan menyangkut terhadap hukum.
Permainan pihak kampus dengan mengaktifkan nama dosen bergelar doktor itu, agar akreditasi kampus berjalan mulus. Kemudian secara aturan, jika nama seorang dosen tercatat, layak menerima gaji, tapi nyatannya Henry tidak. ”Artinya pihak yayasan dan universitas memakai nama saya untuk menipu Dikti dan Kopertis. Makanya saya gugat karena telah mencemarkan nama saya,” ujar Henry saat tiba di Padang, Selasa (18/8).
Pada 29 April 2014 lalu, mantan dosen Fakultas Teknologi Industri jurusan Mesin, sekaligus pendiri program studi Pendidikan Teknologi Informasi dan Komunikasi (PTIK) Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP-UBH), ia kembali mempertanyakan kembali SK pengunduran dirinya. Akan tetapi Ketua Yayasan memutuskan untuk tidak menyetujui.
Yayasan memintakan 4 Juni 2014 untuk aktif, surat tersebut melalui Rektor UBH dengan surat nomor 3654/UM-1/KP/VI-2014 menyatakan bahwa meminta kepada Henry Nasution untuk melaksanakan tugas. Akan tetapi bersangkutan menolak, karena telah merasa dirugikan.
Perundingan kemudian kembali terjadi, dan terjalin kesepakatan tanggal 06 Februari 2015, pertemuan dengan Yayasan untuk membahas pengaktifan kembali sebagai dosen tetap di UBH. Pada pertemuan tersebut, Henry meminta hak yang selama ini tidak didapat dan waktu aktif kembali ke UBH setelah menyelesaikan kontrak di instansi lain (UTM). Secara prisipnya Yayasan menyetujui dan diminta kepada Henry membuat surat secara resmi.
Tapi kesepakatan tersebut mentah kembali, dimana Yayasan Pendidikan Bung Hatta dengan surat nomor 466/UM/YPBH/II-2015 tanggal 23 Februari 2015 menyampaikan bahwa menolak semua kesepakatan yang telah didiskusikan pada pertemuan tanggal 06 Februari 2015. Tidak hanya itu saja, Yayasan meminta kepada yang bersangkutan untuk ganti kerugian.
Rektor UBH Prof Niki Lukviarman menyatakan, dirinya sedang sibuk dan tengah rapat. Lalu setelah dikonfirmasi kembali ia menyatakan, yang bersangkutan silahkan saja melaporkan.
Saat disinggung soal nama aktif tercatat di forlap.dikti.go.id, ia menjawab kalau itu adalah urusan Kopertis ke Dikti. Sementara berdasarkan aturan kependidikan, Kopertis hanya melegalisasi nama-nama dosen yang diusulkan oleh pihak
universitas. “Itu kan kopertis ke dikti bukan kampus,” aku Niki. Terkait catut nama dosen untuk meluluskan akreditasi, “Saya no komen soal itu, itu domainnya yayasan,” tutup Niki. (cr9)