DHARMASRAYA, METRO – Gara-gara tak bisa mendapatkan buku nikah dari KUA karena Wali Nagari Nagari Samalidu, Kecamatan Koto Salak tidak mau mengeluarkan rekomendasi atau tidak menandatangani surat pengantar nikah (NA), empat pasangan wara setempat terpakasa nikah sirih. Imbasnya, ratusan warga geram dan mendemo Wali Nagari Samalidu. Rabu (2/10).
Kasus dipersulitnya warga mendapatkan NA sudah kerap terjadi. Banyak warga terpaksa nikah Siri. Kemarahan warga pun memuncak. Sejumlah Emak-emak yang sempat terpancing semosi pada saat unjuk rasa karena Wali Nagari tak mau ditemui, merusak taman dan sejumlah pot bunga di Kantor Wali Nagari. Warga juga membawa sejumlah kantor bertulisan kritikan dan hujatan terhadap Wali Nagari, seperti ‘Dasar Jomblo, Cukup Cintaku yang Kandas, Buku Nikah Jangan’.
Massa yang didominasi kaum emak-emak, menuntut Wali Nagari Simalidu, Ismail Yunus, bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat tanpa tebang pilih. Terutama pemberian surat pengantar menikah.
Kata-kata umpatan dan hinaan terhadap wali nagari dari emak-emak yang berunjuk rasa dilontarkan terhadap Wali Nagari. Mengantipasi amukan warga lebih anarkis, Sejumlah personil kepolisian turun dari Polres Dharmasraya dan Polsek Boto Baru.
“Wali Nagari dalam memberikan pelayanan administrasi pernikahan, jangan pakai sistim belah bambu. Sudah cukup lama warga bersabar” ungkap Fatimah (45), salah seorang peserta unjuk rasa.
Ia menyebutkan, enam tahun perlakuan tidak adil dilakukan wali nagari terhadap masyarakat yang ada di beberapa jorong. Sehingganya, banyak anak dan cucu kemanakan kami yang terpaksa menikah tanpa buku nikah.
“Semua itu ulah Wali Nagari yang tidak mau menanda tangani surat pengantar nikah atau NA untuk anak kami yang mau menikah di kantor KUA,” tegasnya.
Ia menambahkan, sudah tak terhitung lagi warga yang menjadi korban. Mereka menikah, tetapi tidak bisa memiliki buku nikah. Puncaknya, warga marah karena ada 4 pasangan terpaksa nikah siri lagi karena tak bisa mendapatkan buku nikah.
“ Memang secara aturan agama Islam itu memang syah, namun secara kenegaraan bagaimana nasib anak dan kemanakan kami di sini,” tegasnya.
Akibatnya, tidak memiliki buku nikah tersebut, kata Fatimah, banyak masyarakat yang tidak mempunyai Kartu Keluarga dan akte kelahiran anak.
“Untuk mengurus KK perlu buku nikah, akte kelahiran juga. Akte bisa dibuat, cuma nama ayah tidak ada dalam akte, anak apa namanya itu? Ungkapnya dengan geram.
Mita (20), adalah salah satu warga yang tidak mendapatkan buku nikah. Dia terpaksa menunda pernikahannyakarena tidak bisa membawa surat pengantar dari Nagari untuk menikah di kantor KUA.
“Apa salah kami pak, kok pak wali nagari berbuat kayak gitu sama kami, kalau memang butuh uang, kami siap bayar,” ungkapnya dengan beurai air mata.
Setelah hampir dua jam demo di kantor lurah, dan mendapat kabar warga mulai mengamuk, Wali Nagari Simalidu, Ismail Yunus akhirnya mendatangi warga.
Saat diatanyakan warga alasan dia tidak mengeluarkan surat pengantar nikah untuk KUA tersebut, Ismail Yunus mengaku bahwa selama ini dirinya berpedoman pada rekomendasi lembaga adat dalam kebijakan persetujuan ninik mamak dalam hal pengurusan surat pengantar nikah bagi masyarakat.
“Sebenarnya kami tidak mempersulit, kami hanya menjalakan rekomendasi LKAAM yang mengisyaratkat persetujuan ninik mamak dalam pengurusan surat pengantar nikah,” kata Wali Nagari Simalidu.
Ia juga menyampaikan rekomendasi yang dikeluarkan LKAAM terkait perihal persyaratan untuk menikah seperti harus ada tandatangan dari ninik mamak yang bersangkutan sebelum Wali Nagari mengeluarkan surat pengantar nikah.
Ia tidak dapat menjelaskan dan hanya menyatakan bahwa telah menjalakan kebijakan yang sudah tertuang.
Pihaknya menyatakan tidak dapat mengeluarkan surat rekomedasi pengurusan NA apabila pemohon tidak mendapat persetujuan yang dibuktikan dengan tandatangan dari kepala kaum masing-masing.
Menurutnya, kepala kaum yang diakui pemerintah Nagari Simalidu adalah mereka yang tergabung ke dalam Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Dharmasraya, yang dibuktikan dengan kartu tanda pengenal.
“Sebenarnya ini dilema kami, suku di sini ada lima, sementara kepala kaum mencapai 13 orang. Jadi, apabila rekomendasi ninik mamak diluar yang kami akui tentu tidak dapat kami layani,” katanya.
Terkait tuntutan masyarakat yang merasa dipersulit, kata dia pemerintah nagari untuk sementara mengambil kebijakan menidiakan syarat persetujuan ninik mamak dalam mengurus surat NA pernikahan.
“Jadi syarat sudah kita hapuskan, bahwasanya pensyaratan mengurus surat keterangan nikah cukup dari kepala jorong atau kepala dusun saja,” katanya
Sementara itu, Camat Kotok Salak, Syarbaini Chan menyampaikan masyarakat memutuskan membubarkan diri setelah ada kesepakatan antara pemerintah nagari dan masyarakat. “Telah ada kesepakatan antara wali nagari dengan warganya,” ujar Camat Koto Salak, Syarbaini Can kepada awak media.
Ia menegaskan bahwa salah satu poin kesepakatan itu, pemerintah nagari untuk sementara menghapus kebijakan yang nengharuskan adanya persetujuan ninik mamak dalam pengurusan surat keterangan nikah dan cukup keterangan dari masing-masing kepala jorong atau kepala dusun saja.
Ia menambahkan sebelumnya pemerintah nagari memberlakukan kebijakan tersebut mengacu pada surat rekomendasi Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Kabupaten Dharmasraya.
Untuk mencarikan solusi, akhirnya empat kesepakatan perjanjian disetujui antara warga dan Wali Nagari seperti, NA yang selama ini ditanda tangani niniak mamak, kini cukup kepala jorong dan wali nagari. Bagi pasangan yang selama ini belum keluar NA-nya, akan ditandatangani oleh kepala jorong dan Wali Nagari. (g)















