JAKARTA, METRO–Polemik rencana Tentara Nasional Indonesia (TNI) melaporkan CEO Malaka Project sekaligus influencer, Ferry Irwandi, ke kepolisian berakhir setelah adanya kejelasan hukum terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 105/PUU-XXII/2024 yang membatasi pelapor pencemaran nama baik hanya untuk individu, bukan institusi, termasuk militer.
Anggota Komisi I DPR RI, Junico Siahaan, menekankan pentingnya institusi pertahanan memberi teladan dalam menyikapi kritik warga negara di ruang digital. Junico menilai penegakan hukum tidak boleh dilakukan secara reaktif, melainkan harus mempertimbangkan urgensi dan dampaknya.
Ia menyoroti penerapan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang kerap menuai kontroversi.
“Dalam konteks UU ITE, kita perlu memastikan penegakan hukum dilakukan secara proporsional. Banyak kasus lain yang substansinya lebih mendesak dan berdampak luas,” kata pria yang karib disapa Nico kepada wartawan, Minggu (14/9).
Nico mengingatkan agar aparat lebih fokus menangani kasus-kasus serius yang berpotensi mengganggu ketertiban sosial dan keamanan masyarakat.
“Kasus hoaks, ujaran kebencian berbasis SARA, peretasan, hingga pelanggaran privasi digital jauh lebih urgen untuk ditangani,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya menjamin kebebasan berekspresi sebagaimana diatur dalam UUD 1945. Menurutnya, lembaga negara, termasuk TNI, seharusnya menunjukkan keteladanan dalam menghadapi kritik.
“Ruang digital adalah ruang publik, yang tidak bisa serta-merta disterilkan dari suara berbeda pendapat,” jelas Nico.













