JAKARTA, METRO–Indonesia mencatat rekor sebagai negara dengan jumlah organisasi masyarakat (ormas) terbanyak di dunia. Berdasarkan data pemerintah per 9 Juli 2025, tercatat 618.009 ormas berbadan hukum, yang terdiri dari 239.311 perkumpulan dan 378.698 yayasan. Selain itu, terdapat 998 ormas yang memiliki Surat KeteÂrangan Terdaftar (SKT) dari Kementerian Dalam Negeri, serta 44 ormas asing yang terdaftar di Kementerian Luar Negeri.
Data ini diungkapkan Asisten Deputi Kesatuan Bangsa Kemenko Polhukam, Cecep Agus Supriyanta, dalam Dialog Ormas Islam dan OKP Islam Tingkat Nasional yang digelar oleh Direktorat Penerangan Agama Islam, Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama, pada Selasa (30/7/2025). Dialog ini menguÂsung tema Menjaga Harmoni dan Memperkuat Wawasan Kebangsaan.
Cecep menyampaikan bahwa setidaknya ada 15 kementerian dan lembaga yang telah menerima rekomendasi tindak lanjut penataan ormas. Dari semuanya, Kementerian Agama dinilai sebagai yang paling aktif dan konkret dalam merespons persoalan ormas. “Kemenag menjadi role model. Tidak hanya menjalin komunikasi dengan ormas keagamaan, tapi juga mengajak masyarakat luas menjaga suasana damai dan memperkuat ketahanan nasional melalui narasi keagamaan yang sejuk dan inklusif,” ungkapÂnya.
Menurut Cecep, Kemenag terus membangun jejaring melalui silaturahmi dan dialog langsung dengan tokoh-tokoh ormas seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). “Kami tidak hanya melihat dari jauh, tetapi juga ikut langsung dalam beberapa kegiatan lapangan bersama Kemenag,” lanjutnya.
Ia menambahkan bahwa kerja sama antara Kemenko Polhukam dan Kemenag ke depan akan diperluas ke daerah-daerah dalam bentuk dialog kebangsaan lintas wilayah, dari Sabang sampai Merauke. Dialog ini akan melibatkan tokoh masyaÂrakat, pemerintah daerah, serta pemuka agama.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Agama Nasaruddin Umar menekankan pentingnya peran ormas, khususnya ormas keagamaan, dalam menjaga kerukunan umat beragama di Indonesia. Ia menyampaikan rasa syukurnya atas tumbuh suburÂnya kehidupan antarumat beragama di tanah air.
“Nasionalisme inklusif harus menjadi fondasi utama dalam merawat keberagaman bangsa, terutama di tengah ketegangan geopolitik global yang makin kompleks,” ujar Nasaruddin. Menurutnya, nasionalisme yang terbuka dan tidak eksklusif adalah kekuatan khas Indonesia.
“Nasionalisme yang eksklusif hanya akan melahirkan segregasi. Kita butuh nasionalisme yang mampu mengintegrasikan keberagaman tanpa menghapus identitas agama, budaya, maupun etnis,” jelasnya. Ia menambahkan, nasionalisme Indonesia berbeda dari nasionalisme berbasis etnis atau agama tertentu seperti di negara lain. Nasionalisme Indonesia berlandaskan Pancasila, yang mengakomodasi seluruh elemen masyarakat tanpa diskriminasi.












