JAKARTA, METRO–Vonis pidana 4 tahun dan 6 bulan penjara yang menyasar mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong memantik perhatian publik. Sebab, dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyebutkan bahwa Tom Lembong tidak menikmati hasil korupsi impor gula.
Pertimbangan hakim itu yang lantas menyita perhatian publik. Salah satu suara kritis datang dari pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari, yang menilai kasus ini sarat dengan nuansa politis dan upaya membungkam lawan kekuasaan.
“Konsep yang memaksa seseorang dipidana, itu yang disebut political trial. Orang pada dasarnya tidak memiliki kesalahan pidana, lalu dipaksakan sebagai pidana oleh kekuasaan. Ini bukan penegakan hukum yang sehat, melainkan lebih pada alat politik,” kata Feri dalam diskusi bertajuk ‘Kasus Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto Adalah Politically Motivated Prosecution’ di Fakultas Hukum UI, Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, Senin (21/7).
Feri menyebut, kasus hukum berupa korupsi impor gula yang menyasar Tom Lembong kental nuansa politik. Mengingat, Tom kerap mengkritik kebijakan pemerintah dan berada pada kubu yang besebrangan dengan penguasa, khususnya dalam kontestasi Pilpres 2024. Saat itu, Tom merupakan bagian dari tim sukses Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar.
“Catatan saya dan teman-teman terhadap proses hukum yang berlangsung dengan Tom Lembong adalah proses hukum yang mematikan lawan-lawan politik,” jelasnya.
Ia menduga, terdapat motivasi dendam politik dalam kasus hukum yang menjerat Tom Lembong.
“Ini lebih mirip dendam ya. Begitu Tom Lembong dan Hasto (Sekjen PDIP) tidak lagi di lingkaran kekuasaan dan kekuatan mereka secara politik melemah, maka mereka kemudian ditangkap, diambil, untuk kepentingan proses hukum,” ujarnya.
Ia pun mempertanyakan, terkait waktu penanganan kasus yang terlalu lama dinilai mencurigakan. Ia menduga kuat, proses kasus ini dipercepat setelah aktor-aktor tersebut keluar dari lingkaran penguasa.
“Padahal kasusnya sudah 4 tahun, 5 tahun yang lalu. Kenapa tidak ditangani kalau betul-betul secara hukum ini berlangsung?” cetus Feri.













