Kombes Pol Andry menuturkan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumbar untuk bisa memetakan wilayah pertambangan rakyat (WPR) yang nantinya akan didaftarkan ke Kementerian ESDM.
“Dari Pemprov sendiri sudah memasukan dua kali surat permohonan WPR ini, tanggal 13 Maret 2025 dan 30 Juni 2025. Dari dua surat ini pemerintah sudah petakan daerah yang dijadikan untuk WPR,” kata Kombes Pol Andry.
Menurut Kombes Pol Andry, dari dua surat ini diketahui adanya potensi-potensi minerba yang ada di Sumbar. Dengan begitu, masyarakat juga bisa bekerja tanpa harus berbenturan dengan hukum sesuai dengan regulasi yang disediakan pemerintah.
“Dari data Pemprov Sumbar ada lebih kurang 18 ribu hektar WPR yang tersebar di sembilan kabupaten dan kota, seperti Agam, Pasaman Barat, Solok Selatan, Solok, Sijunjung, Kepulauan Mentawai, Tanah datar, Dharmasraya dan Pasaman. Selain itu pemerintah juga mendata potensi minerba yang terkandung di sembilan kabupaten dan kota itu, dari sana kita mengetahui Sumbar cukup kaya dengan komoditi minerba,” jelasnya.
Dengan adanya permohonan surat untuk WPR ini, kata Kombes Pol Andry, bisa menjadi solusi untuk mencegah praktik PETI di Sumbar. Begitu juga, kolaborasi pemerintah dengan kepolisian ýbisa menimalisir terjadinya praktik ilegal ini.
“Jadi kami berharap WPR ini bisa segera selesai. Tidak ada lagi praktik PETI di Sumbar. Dengan adanya WPR ini kita juga tidak membunuh penghasilan masyarakat yang bergantung kepada pertambangan,” tukasnya. (rgr)
















