JAKARTA, METRO–Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah, mendesak aparat kepolisian untuk segera mengusut tuntas praktik jual beli rekening bank yang diduga digunakan untuk aktivitas judi online (judol). Hal ini merespons temuan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), yang mengungkap adanya 571.410 Nomor Induk Kependudukan (NIK) penerima bantuan sosial (bansos) terindikasi bermain judol.
Pasalnya, PPATK mencocokkan data dari 28,4 juta NIK penerima bansos dengan 9,7 juta NIK pemain judi online. Hasilnya, muncul angka ratusan ribu yang terlibat, dengan nilai transaksi mencapai Rp15 miliar.
“Polisi harus menindak tegas para penjual maupun pembeli rekening bank untuk judol, sesuai hukum yang berlaku,” kata Abdullah kepada wartawan, Kamis (10/7).
Menurutnya, pembiaran terhadap praktik ini akan membuat transaksi judi online semakin subur dan memperdalam jurang kemiskinan masyarakat. Ia menegaskan, penegakan hukum dapat dilakukan berdasarkan pasal-pasal yang sudah jelas dalam KUHP maupun UU ITE.
Ia menjelaskan, Pasal 303 KUHP mengatur soal perjudian dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun atau denda hingga Rp25 juta. Sementara UU ITE Pasal 27 ayat 2 menyebutkan larangan perjudian online yang dapat dikenakan sanksi penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar.
“Dari kedua undang-undang tersebut, para pelaku jual beli rekening bank untuk judol dapat diberikan hukuman kurungan dan denda maksimal. Penegakan hukum ini penting agar ada efek jera,” ujarnya.
Legislator Fraksi PKB itu juga menyoroti fakta bahwa transaksi rekening untuk judol kini dilakukan secara daring dan luring, menyebar baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan. Ia menilai, meski ada penindakan, namun praktik ini justru semakin menjamur.
















