JAKARTA, METRO–Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah membentuk Tim Supervisi untuk mengawal proyek penulisan ulang sejarah yang tengah dilakukan oleh Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia (Kemenbud RI). Pembentukan tim ini dilakukan sebagai respons atas berbagai kontroversi yang mencuat dalam proses penulisan ulang sejarah tersebut.
Ketua DPR RI, Puan Maharani, menegaskan proyek penulisan ulang sejarah harus dilaksanakan secara transparan dan berdasarkan fakta sejarah yang utuh. Ia mengingatkan agar tidak ada satu pun jejak sejarah yang dihapus atau pihak yang dirugikan dalam proses ini.
“Jadi, jangan sampai fakta-fakta sejarah kemudian tidak dihargai dan dihormati,” kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (3/7).
Kontroversi penulisan ulang sejarah mencuat setelah pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyebut tidak ada bukti pemerkosaan massal dalam tragedi Mei 1998. Hal ini memicu reaksi dari sejumlah anggota Komisi X DPR RI yang meminta penulisan ulang sejarah ditunda bahkan dihentikan.
Karena itu, Puan menekankan pentingnya pendekatan yang adil dan akuntabel. Ia mengingatkan, penulisan sejarah itu harus dilaksanakan sejelas-jelasnya, tanpa ada pihak yang merasa dirugikan atau dihilangkan jejak sejarahnya.
Puan juga menyampaikan sejarah baik yang pahit maupun manis, harus disampaikan sebagaimana adanya. Ia mengimbau pemerintah agar mengedepankan semangat Jas Merah, (Jangan Sekali-sekali Melupakan Sejarah) yang diamanatkan oleh proklamator Presiden pertama RI Sukarno.
“Ya itu, apapun kalimatnya, apapun kejadiannya jangan sampai ada yang tersakiti, jangan sampai ada yang dihilangkan karena sejarah tetap sejarah. Jadi, harus dikaji dengan baik dan dilakukan dengan hati-hati,” ujarnya.












