JAKARTA, METRO–Presiden Prabowo Subianto meminta menterinya untuk mendalami berita pertambangan di Kabupaten Raja Ampat yang dikabarkan merugikan lingkungan dan masyarakat sekitar. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pun meninjau lokasi pulau yang dimaksud.
Bahlil menceritakan pada Rabu pekan lalu (4/6) Prabowo memberikan arahan terkait kegiatan pertambangan di Raja Ampat. Sehari setelahnya, Izin Usaha Perusahaan (IUP) untuk mengoperasikan pertambangan dihentikan.
Ada empat IUP di luar pulau Gag yang dihentikan, yakni PT Nurham, PT Anugrah Surya Pertama, PT Kawei Sejahtera Mining, dan PT Raymond Perkasa. Sejauh ini IUP yang masih dibolehkan adalah PT Gag Nikel karena telah memiliki RKAB pada 2025 dan berstatus kontrak karya sejak 1998. “Saya harus sampaikan bahwa dari lima IUP yang beroperasi, yang punya RKAB itu hanya satu IUP yang beroperasi. Yang lainnya di 2025 belum mendapatkan RKAB,” tutur Bahlil di Kantor Presiden.
Dia juga menceritakan bahwa Prabowo memerintahkannya untuk terjun ke lokasi. Tujuannya untuk mendengarkan informasi dari banyak pihak. Pada Jumat (6/6) berangkat ke Raja Ampat. Ditemani pejabat daerah setempat, rombongan menuju Pulau Gag. Bahlil pun memaparkan bahwa dari 13.000 hektar luas Pulau Gag, yang dibuka untuk pertambangan 260 hektar.
“Sudah direklamasi 130 hektar lebih dan sudah dikembalikan ke negara kurang lebih 54 hektar. Masih ada 130 hektar, nanti setelah ini direklamasi,” tuturnya.
Dia juga melakukan rapat kerja dengan pemerintah setempat. Selain itu juga menjaring aspirasi dari tokoh masyarakat setempat. Hasilnya warga meminta agar memertimbangkan empat IUP yang masuk kawasan Geopark.
Lalu pada Senin lalu (9/6) Prabowo mengumpulkan rapat terbatas. Selanjutnya, Prabowo yang memutuskan IUP empat perusahaan dicabut. Bahlil menyatakan setelah keputusan itu, dia berkoordinasi dengan kementerian Lingkungan Hidup dan kementerian Kehutanan untuk segera melaksanakan perintah Prabowo.”Arahan Bapak Presiden atas keputusan rapat kami langsung mencabut empat IUP di Raja Ampat,” katanya.
Pada kesempatan lain, Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam meminta pemerintah mengevaluasi sistem penerbitan IUP agar aktivitas tambang tidak melanggar aturan seperti yang terjadi di Raja Ampat. “Kejadian di Raja Ampat bisa menjadi pembelajaran bagi Pemerintah untuk tidak ugal-ugalan menerbitkan izin tambang. Jangan sampai Pemerintah menjadi makelar tambang,” kata Mufti.
Mufti mengingatkan Raja Ampat memiliki mega keanekaragaman yang merupakan habitat bagi ratusan jenis flora dan fauna yang unik, langka, dan terancam punah sehingga aktivitas tambang sangat merugikan ekosistem lingkungan hidup dan kemakmuran masyarakat setempat.
















