JAKARTA, METRO–Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengutuk keras grup Facebook dengan nama “fantasi sedarah” yang mengandung unsur eksploitasi seksual. Keberadaan grup ini dinilai sebagai salah satu bentuk kekerasan seksual baik pada anak maupun perempuan.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Subklaster Anak Korban Pornografi Dan Cyber Kawiyan mengatakan, konten-konten dalam akun tersebut merupakan bentuk pelanggaran serius pada hak anak serta melanggar kesusilaan seperti yang termuat dalam UU informasi dan transaksi elektronik (ITE). Selain itu, keberadaan grup tersebut sekaligus jadi bukti bahwa kasus kekerasan seksual anak masih marak terjadi dan sebagian besar belum terungkap.
“Terungkapnya kasus ini membuktikan kasus kekerasan seksual masih banyak terjadi seperti fenomena gunung es. Yang bahkan kebanyakan kasusnya dilakukan oleh orang terdekat, bahkan orang tua sendiri,” tuturnya, di Jakarta, Senin (19/5).
Diakuinya, media sosial hingga kini masih menjadi wadah penyebaran konten negatif termasuk pornografi. Dia cukup menyayangkan hal ini lantaran sejatinya hal ini dapat dicegah. Karenanya, ia mendorong Komdigi untuk lebih proaktif lagi dalam melakukan patroli.
Di sisi lain, dia mendesak pihak kepolisian untuk dapat segera menangkap pelaku pembuat akun grup tersebut. Menurutnya, dengan menangkap pelaku, maka selanjutnya, polisi bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) bisa melakukan pelacakan lebih lanjut terhadap terduga korban. Sehingga, mereka bisa cepat dipisahkan dari pihak-pihak yang ikut menjadi “pelaku” dalam grup tersebut.
Sementara itu, Sekeretaris KemenPPPA Titi Eko Rahayu menyatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PPA-PPO) Polri terkait keberadaan grup tersebut. Dia menekankan, proses hukum harus ditegakkan demi memberi efek jera dan melindungi masyarakat, khususnya anak-anak dari dampak buruk konten menyimpang.
“Kami sangat berharap laporan kami dapat ditindaklanjuti oleh Direktorat Tindak Pidana Siber agar dapat segera diselidiki pembuat, pengelola, dan anggota aktif grup tersebut. Jika ada bukti pelanggaran, proses hukum harus ditegakkan demi memberi efek jera dan melindungi masyarakat,” tegasnya.