JAKARTA, METRO–Komisi Yudisial (KY) telah mengumumkan sebanyak 161 calon hakim agung lolos seleksi administrasi. Dari ratusan nama itu, terdapat mantan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron termasuk salah satu dari 69 nama calon hakim agung yang akan ditempatkan di kamar pidana.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah menyebut, lolosnya Nurul Ghufron ke dalam salah satu daftar calon hakim agung (CHA) menjadi persoalan. Sebab, Nurul Ghufron pernah tersangkut masalah integritas, yaitu pernah dijatuhi sanksi etik atas intervensi yang dilakukan terkait mutasi pegawai Kementerian Pertanian.
“Pemilihan hakim agung semestinya menjadi pintu masuk krusial untuk membenahi Mahkamah Agung dari praktik mafia peradilan yang selama ini ada,” kata Wana dalam keterangannya, Kamis (24/4).
Ia menegaskan, integritas calon hakim agung harus dinilai sejak tahap administrasi, namun tidak terbatas pada rekam jejak calon hakim agung. Terlebih berdasarkan catatan ICW, terdapat dua hakim agung yang pernah terjerat kasus korupsi merupakan hakim agung, yaitu Gazalba Saleh dan Sudrajad Dimyati.
Sebab, MA merupakan pengadilan negara tertinggi yang memiliki fungsi tidak hanya memeriksa perkara, tapi juga berfungsi sebagai pengawas peradilan di bawahnya. Selain itu, MA juga memiliki fungsi pengaturan yang berkaitan dengan hukum acara dan penafsiran hukum.
“Oleh sebab itu, dalam menjalankan tugasnya MA wajib lepas dari segala potensi konflik kepentingan yang dapat mengganggu independensinya,” tegas Wana.
Persyaratan untuk menjadi hakim agung diatur dalam Peraturan Komisi Yudisial (KY) Nomor 1 Tahun 2025. Namun, Pasal 6 ayat 2 yang mengatur mengenai persyaratan administrasi calon hakim agung nonkarier hanya mensyaratkan tidak pernah dijatuhi sanksi disiplin, bukan sanksi etik.
Sehingga, patut diduga Nurul Ghufron diloloskan karena tidak pernah dijatuhi sanksi disiplin. Karena itu, ICW mengingatkan KY seharusnya mengatur pula mengenai penjatuhan sanksi etik dalam tahap administrasi, sebab sanksi etik juga menjadi perhatian utama dalam menyaring calon hakim agung yang berintegritas.
Lolosnya Nurul Ghufron menjadi kontraproduktif dengan cita-cita penegakan hukum, karena hakim agung tidak hanya bertugas untuk menegakan keadilan, namun juga berperan sebagai reformasi dan pembaharuan hukum.
















