JAKARTA, METRO–Meski Revisi menimbulkan banyak reaksi keras dari publik, DPR RI tetap mengesahkan RUU TNI menjadi undang-undang. Pengesahan ini dilakukan lewat sidang paripurna di Gedung DPR RI pada Kamis (20/3) lalu.
Mengomentari hal ini, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Prof. Dr. Ibnu Sina Chandranegara memandang bahwa pengesahan ini memunculkan dua persoalan utama yakni, persoalan transparansi dan melemahnya supremasi sipil.
“Kewajiban untuk adanya eksplanasi terhadap materi aturannya tidak mendapatkan ruang yang cukup,” ujarnya dalam keterangan yang diterima.
Menurut Ibnu, proses pengesahan ini berpotensi mengulangi pola yang sama seperti pada undang-undang lain yang juga pengesahannya minim partisipasi publik. Menurutnya, pemerintah sudah mengabaikan kewajiban untuk memberikan penjelasan atas norma-norma yang diatur dalam revisi UU TNI.
“Padahal, kewajiban ini telah diamanatkan oleh Putusan MK No. 91 serta diatur dalam UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” jelasnya.
Selain itu, Ibnu menerangkan bahwa salah satu aspek perubahan dalam UU TNI memang merupakan tindak lanjut atas Putusan Nomor 62/PUU-XIX/2021 yang memerintahkan penyesuaian usia pensiun. Namun menurutnya, pengesahan RUU TNI menjadi undang-undang menimbulkan persoalan lain dengan adanya ketentuan tentang perluasan penempatan militer aktif di organ dan jabatan sipil. Ini justru berpotensi mengikis prinsip supremasi sipil.
Komentar