OLEH: Irsyad Syafar (Anggota DPRD Sumbar F-PKS)
TADARUS Alquran di malam-malam Ramadhan adalah sebuah amalan yang mulia. Bahkan itu merupakan sunnah Rasulullah Saw. Dimana Malaikat Jibril as. selalu datang kepada Rasulullah Saw di bulan Ramadhan untuk mendengarkan dan atau mengajarkan Alquran. Dan itu setiap malam.
Sebagaimana yang terdapat di dalam “shahihain” dari Ibnu Abbas yang artinya: “Sesungguhnya Jibril as. bertemu Nabi Saw di setiap malam di bulan Ramadhan. Beliau mengajarkannya Alquran.” (HR Bukhari dan Muslim).
Para ulama menjelaskan bahwa kalimat “daarasa-yudaarisu-mudaarasah”, mengandung makna: membacakan dengan baik, menjaganya, menghafalnya, mengulang-ulangi dan mempelajari kandungannya. Dan kalimat mudaarasah adalah mengandung makna pekerjaan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih.
Dalam tadarus Rasulullah Saw tersebut, Malaikat Jibril mengecek hafalan Rasulullah, sehingga tidak ada yang lupa dan salah. Juga mengajarkan Beliau makna atau maksud dari ayat-ayat tersebut. Sehingga Malaikat Jibril menjadi guru dan pembimbing langsung bagi Rasulullah Saw.
Inilah metode tadarus yang benar dan ideal. Yaitu gabungan dari membaca Al Quran dengan benar, mempelajari dan mentadabburinya, menghafal dan juga mengamalkannya. Dibimbing langsung oleh seorang guru yang kompeten.
Allah Swt memuji orang-orang yang senantiasa mengajarkan dan mempelajari Alquran. Mereka disebut sebagai hamba Allah yang Rabbany. Sebagaimana dalam firmanNya yang artinya: “Akan tetapi (dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan karena kamu tetap mempelajarinya.” (QS Ali Imran: 79).
Di daerah kita ini, alhamdulillah lumayan banyak masjid yang masih menghidupkan sunnah tadaarus. Biasanya dilaksanakan di masjid setelah usai shalat tarawih dan witir berjamaah. Namun dalam pelaksanaannya perlu disempurnakan beberapa hal.
Pertama, tadarus itu dipimpin oleh seseorang yang paham dengan Al Quran. Minimal dia memiliki kualitas tajwid yang baik, sehingga dia bisa menjadi guru/pembimbing dalam memperbaiki bacaan peserta tadaarus kalau ada yang salah dalam hukum tajwidnya. Kalau tidak diperbaiki, maka tidak terjadi apa yang dinamakan tadaarus. Dan kesalahan tersebut akan berlanjut terus sampai usia tua.
Kedua, fokus tadarus hendaknya jangan mengejar target khatam sampai akhir Ramadhan. Lebih baik targetnya adalah peningkatan kualitas bacaan dan kemudian pemahaman. Walaupun nantiknya hanya tuntas separo Al Quran atau mungkin kurang. Tidak mengapa, itu lebih baik. Sehingga tadarus itu bukanlah membaca Al Quran cepat-cepat agar segera khatam.
Ketiga, sebaiknya tadarus Al Quran itu tidak menggunakan pengeras suara (microfon). Sebab cukup banyak peserta tadaarus itu yang bacaannya masih jauh dari standar dan yang tajwidnya belepotan.
Akibatnya adalah memperdengarkan ayat-ayat Alquran yang salah kepada publik. Lebih dari itu, juga untuk menjaga perasaan para tetangga masjid. Mungkin diantara mereka ada yang sakit, atau ada yang ingin tidur lebih awal untuk dapat bangun lagi di tengah malam melaksanakan tahajjud. Maka tidak ada keperluannya mengeraskan suara tadarus keluar masjid. Cukup hanya bagi peserta tadaarus saja, atau memakai microfon dalam.
Tadarus Alquran adalah sunnah Rasulullah Saw, mari dilaksanakan juga dengan cara yang terbaik. Wallahu A’lam bishshawab. (*)