Viral Dugaan Oknum Polantas Pungli Rp 400 Ribu, Ombudsman Sumbar Minta Polresta Padang Usut Tuntas, Tindak Tegas Pelakunya jika Terbukti

Ilustrasi

PADANG, METRO–Ombudsman Perwakilan Sumatra Barat (Sumbar) meminta Polresta Padang dan Polda Sumbar menin­daklanjuti keluhan seorang pria di media sosial terkait dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh oknum Polisi Lalu Lintas  (Polantas) di Kota Padang.

Hal itu, disampaikan Kepala Ombudsman Perwakilan Sumbar, Adel Wahidi, usai viralnya video curhatan seorang bapak-bapak yang mengaku anaknya yang merupakan seorang mahasiswi di Kota Padang menjadi korban pungli gegara tidak memakai sefety belt ketika mengendarai mobil.

“Kami meminta pengawa internal kepolisian di Propam Polda Sumbar mau­pun Polresta Padang untuk segera mencari kebenaran dari kejadian ter­sebut. Pertama apakah benar anaknya ditilang. Kalau benar iya, itu kan harus dicari siapa terduga pelakunya. Kalau terbukti, oknum Polisi harus ditindak,” tegas Adel kepada warta­wan, Rabu (19/3).

Menurut Adel, jika benar terjadi seperti yang diceritakan si bapak di video tersebut, maka ini tergolong dugaan permintaan uang/pungli liar yang me­rupakan bentuk dugaan pelanggaran kode etik profesi kepolisian.

“Larangan melakukan pungutan liar (pungli) disebut secara gamblang da­lam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia pada Pasal 6 huruf p dan w,” ujar dia.

Hal tersebut, kata Adel, sejalan dengan Peraturan Polri Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri. Sehingga, jika terbukti pelakunya dapat dihukum dengan kategori berat.

“Tim Ombudsman Sum­bar sudah berkoordinasi dengan Kepala Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Polresta Padang. Selasa (18/3), Kepala Satlantas sudah turun ke Solok untuk menemui warga yang cur­hat di video tersebut,” jelasnya.

Adel menuturkan, sejauh ini, Kepala Satlantas telah bekerja, sedang mem­proses dugaan pelanggaran tersebut. Selain itu, Kasatlantas juga telah memberikan pernyataan terbuka, meminta maaf pada publik, dan berjanji akan menindaklanjuti keluhan warga ini.

Ombudsman Sumbar pun mendukung lembaga Kepolisian untuk mening­katkan kepercayaan publik dengan cara menegakkan etika profesi secara tegas. Adapun dalam mencarian kebenaran kejadian itu, pihak Polresta Padang atau Propam bisa melakukan pengecekan langsung me­lalui CCTV, karena lokasi tempat terjadinya dugaan pungli itu berada di tempat yang ada CCTV-nya.

“Hasil pengamatan tim kami di lapangan, ada titik CCTV di Toko Handphone Oppo, di Rumah Makan Keluarga, di SPBU, di lampu lalu lintas di SPBU antara Dinas Sumber Daya Air dan Bina Kontruksi (SDABK) Sumbar, di lampu lalu lintas antara Dinas SDABK Sumbar dan DPRD Sumbar, dan lampu lalu lintas sebelah DPRD Sumbar an­tara Toko Batiak Tanah Li­ke,” ujarnya.

Lanjutnya, terkait penanganan yang akan dilakukan jajaran Polisi, Ombudsman percaya pihak Kepolisian akan menindaklanjuti secara profesional. Namun, kendati demikian, ia tetap berharap, jika terbukti kepolisian harus berani menindak tegas. Sebab itu, menurutnya, demi menjaga dan meningkatkan kepercayaan publik kepada institusi kepolisian.

“Karena itu kategorinya, itu bisa disebut sebagai permintaan atau Pungli begitu ya. Mungkin belum pidana, tapi kalau benar,  itu kategorinya sudah masuk pelanggaran kode etik di institusi kepoli­sian,”te­rangnya.

Sebelumnya, viral ada­nya video curhatan seorang pria yang tidak rela anaknya dimintai uang oleh diduga Polisi Lalu Lintas akibat tidak menggu­nakan safety belt saat berada di Kota Padang.

Sebuah video yang berisi curahan hati seorang ayah bahwa anaknya dipalak polisi lalu lintas di Padang, sebesar Rp 400.000 hingga dompetnya kosong, viral di media sosial. Selain di media sosial, video berdurasi sekitar enam menit juga tersebar di WhatsApp Group.

Pria yang belum diketahui namanya itu bercerita di video bahwa putrinya yang kuliah di Padang tiba-tiba dihentikan dua Polantas ketika berbelok di Simpang DPRD Sumbar atau Simpang Didong untuk me­ngisi BBM di SPBU.  Saat dihentikan, Polisi mendapati sang anak tidak memakai sabuk pengaman.

Meskipun sang anak punya SIM dan STNK, Polisi menyebut bahwa mobil yang dikendarai harus ditinggal karena melanggar tidak memakai sabuk pengaman. Mendengar mobilnya harus ditinggal, sang anak yang baru berusia 20 tahun dan baru kuliah di Padang ini menjadi takut.

Opsi lainnya, Polisi meminta sang anak membayar Rp 500.000 agar mobilnya tidak ditahan. Wala­kin, sang anak mengaku tidak punya uang, uang hanya ada untuk membeli bensin dan berbuka puasa. Pria itu melanjutkan, polisi kemudian meminta putrinya memperlihatkan STNK.

Sang anak mengeluarkan dompet untuk mengambil STNK. “Oh, nampak oleh polisi ini, ‘Kan ada duit kamu tuh. Kamu bilang tidak punya duit,’,” katanya menirukan percakapan Polisi saat kejadian.

Menurut sang ayah, putrinya ditanyai jumlah uang yang ada di dompet dan kemudian dijawab total Rp 400.000. Namun, sang anak mengaku uang itu untuk membeli bensin mobil dan membeli takjil berbuka puasa. Polisi itu disebut mengancam akan menahan mobil sang anak jika tidak memberikan semua uang tersebut.  Sang anak sudah bermohon-mohon agar tidak semua uangnya diambil dan se­tidaknya disisakan untuk berbuka puasa, tetapi diacuhkan.

“Sudah kayak perampok polisi sekarang, oknum polisi di Padang itu. Sama dengan perampok kayak gitu. Rp 400.000 uang di dompet anak, diambil semuanya. Gak kasihan itu. Di mana nurani si oknum polisi lantas di Padang ini?” kata pria tersebut.

Pria itu menyebut, ia tidak rela anaknya diperlakukan seperti itu. Ia pun menyumpahi uang yang diambil Polisi tersebut ti­dak berkah dan menjadi ular di dalam perut. Apalagi mobil sang anak jadi mogok saat kembali ke indekos karena tidak jadi membeli bensin.

“Tolong Bapak Kapolri ditindaklah oknum-oknum polisi. Itu sudah banyak kejadian di Padang seperti itu. Itu nampak anak-anak mahasiswa. Kasihan kita itu, uangnya gak seberapa. Namanya anak kos berapalah punya duit cuma,” katanya.

Pria itu menambahkan, ia tidak akan membela putrinya yang salah karena tidak memakai sabuk pengaman. “Cuma tolong, kalau mau ditilang, ditilanglah. Tilang STNK-nya. Jangan minta uang sebanyak-banyak itu. Anak-anak itu takutlah mereka, dibilang mobil harus disita,” ujarnya.

Jika curhatan pria itu benar, uang Rp 400.000 tersebut jauh lebih besar daripada sanksi tidak menggunakan sabuk pengaman yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Pasal 289 Undang-Undang itu menyebut, pengemudi atau penumpang yang duduk di samping pengemudi yang tidak mengenakan sabuk keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (6) dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp250.000.

Kasat Lantas Polresta Padang, Kompol Alfin, me­nyampaikan bahwa pihak­nya akan memastikan kejadian tersebut. Kalau memang terbukti akan ditindak secara tegas. “Jika oknum tersebut ditemukan, akan diberikan tindakan tegas,” kata Kompol Alfin. (brm)

Exit mobile version