ABU Lubabah adalah salah satu sahabat Nabi sekaligus pahlawan muslim yang telah menegakkan agama Islam.
Disebutkan dalam buku Tokoh-Tokoh yang Diabadikan Al-Qur’an karya ‘Abd al-Rahman Umairah, Abu Lubabah dilahirkan di Kota Yatsrib (Madinah) dan termasuk orang pertama yang masuk Islam. Ia menjadi Islam saat beberapa orang Anshar berjumpa dengan Mush’ab bin Umair di Yatsrib lalu mereka percaya kepada Rasulullah SAW.
Tatkala terjadi Perang Badar, Abu Lubabah diamanatkan Rasulullah SAW untuk mewakilinya sebagai pemimpin di Madinah untuk memelihara keamanan, keselamatan penduduk, menjaga perkebunan, hingga daerah perbatasannya.
Abu Lubabah mematuhi perintah dan arahan Rasulullah SAW serta ikut membantu mempersiapkan bekal yang dibutuhkan oleh pasukan perang dengan menggalakkan pembuatan senjata perang bagi kaum muslimin.
Jika melihat kisah tersebut, terlihat bahwa Abu Lubabah adalah seorang mukmin yang jujur serta pejuang yang ikhlas kepada Nabi dan Rabbnya. Namun dalam kisah hidupnya, Abu Lubabah pernah berkhianat kepada Rasulullah SAW kemudian menghukum dirinya sendiri.
Ketika terjadi penyerbuan Rasulullah SAW ke perbentengan Yahudi Bani Quraizhah, Abu Lubabah ikut bersama beliau, sementara pimpinan pemerintahan di Madinah diserahkan pada Abdullah Ibnu Ummi Maktum. Rasulullah SAW bersama para sahabat mengepung benteng Bani Quraizhah selama 25 malam sehingga mereka hidup dalam kekurangan dan ketakutan.
Namun, Bani Quraizhah tetap tidak mau meninggalkan hukum Taurat dan meminta Abu Lubabah dikirimkan kepada mereka untuk dimintai pendapatnya sebab mereka adalah sekutu golongan al-Aus seperti istri Abu Lubabah.
Rizem Aizid dalam bukunya Terbang Menjemput Rahmat dengan Sayap Taubat, menceritakan ketika Abu Lubabah diantar oleh Rasulullah SAW untuk berunding dengan Bani Quraizhah.
Perundingan tersebut dilakukan sebab Bani Quraizhah telah mengkhianati perjanjian sebelumnya dan membuat kesepakatan jahat untuk mencelakai umat Islam. Maka dari itu, Rasulullah SAW memerintahkan Abu Lubabah untuk mendatangi Bani Quraizhah sebagai wakil beliau untuk berunding.
Pada saat Abu Lubabah tiba, semua laki-laki yang berada di sana segera bangun dan berdiri, sedangkan para perempuan dan anak-anak datang kepadanya dalam keadaan sedih sembari menangis.
Melihat situasi itu, Abu Lubabah menjadi lembut hatinya. Lalu, mereka bertanya kepada Abu Lubabah, “Wahai Abu Lubabah, apakah sekiranya kami patut mengikuti hukum Nabi Muhammad SAW?”
Akan tetapi, Abu Lubabah tidak menjawab ataupun berkata-kata. Ia hanya merentangkan tangannya ke tengkuk yang mengisyaratkan bahwa mereka akan dibunuh. Hal tersebut menjadi peristiwa di mana Abu Lubabah telah berkhianat dan mendurhakai Rasulullah SAW sebab tidak melakukan perundingan sebagaimana perintah beliau.
Sebelum Abu Lubabah memulai perkataannya kepada Bani Quraizhah, ia merasa sangat bersalah karena telah menghianati Allah SWT dan rasul-Nya. Setelah itu, ia segera meninggalkan tempat tersebut dan mengikat dirinya di salah satu tiang masjid.
Saat mengikat diri, Abu Lubabah turut berkata bahwa ia tidak akan meninggalkan tempat itu hingga ampunan Allah SWT datang kepadanya. Ia juga berjanji untuk tidak berpijak di tempat Bani Quraizhah yang menjadi tempat dirinya berkhianat kepada Rasulullah SAW.
Masih dalam sumber yang sama, disebutkan dari sumber lain bahwa Abu Lubabah berdiam diri di bawah terik matahari tanpa makan dan minum selama satu hari penuh. Lantas, ia berkata, “Aku akan terus begini hingga meninggal dunia atau Allah SWT mengampuniku.” Sementara itu, Rasulullah SAW terus memperhatikannya siang dan malam.
Atas peristiwa tersebut, Allah SWT kemudian menurunkan wahyu kepada Rasulullah SAW berupa teguran atas perbuatan Abu Lubabah yang mengikat dirinya selama enam hari di masjid. Wahyu tersebut termaktub dalam Al-Qur’an surat Al-Anfal ayat 27, sebagaimana firman Allah SWT yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS Al-Anfal: 27).
Setelah turunnya teguran dari Allah SWT, datang kembali wahyu yang menyatakan bahwa taubat Abu Lubabah telah diterima sehingga Rasulullah SAW melepaskan tali yang mengikat tubuh Abu Lubabah. Wahyu tersebut adalah surat At-Taubah ayat 102, Allah SWT berfirman yang artinya: “Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampurbaurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk. Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS At-Taubah: 102).
Demikianlah kisah pertaubatan sahabat Nabi Abu Lubabah yang berkhianat dan menghukum diri sendiri setelah memberi tanggapan buruk kepada orang-orang Bani Quraizhah hingga Allah SWT mengampuni dosanya.
Semoga umat muslim dapat memetik hikmah dari kisah ini untuk menyegerakan diri dalam bertaubat kepada Allah SWT setelah melakukan kesalahan dan maksiat. (**)