[ADINSERTER AMP]

Baznas Diminta Gunakan DTSEN untuk Salurkan Zakat

JAKARTA, METRO–Upaya pengentasan kemiskinan dan kemiskinan ek­strem tak lagi hanya terfokus lewat APBN. Pemerin­tah mulai mengonsolidasikan pundi-pundi dana umat agar terfokus pada pengentasan kemiskinan. Salah sa­tu­nya, penyaluran zakat oleh Badan Amil Zakat Na­sio­nal (Baznas).

Hal ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) Muhaimin Iskandar usai rapat bersama Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Menteri Sosial Saifullah Yusuf, Menteri Agama Nasaruddin Umar, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti, dan Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Sudarto di Kantor Kemenko PM, Jakarta, Kamis (13/3).

Ia mengatakan, kementerian dan lembaga terus memperkuat kerja sama dalam rangka melaksanakan Instruksi Presiden (Inpres) soal pengentasan kemis­kinan dan penghapusan kemiskinan ekstrem.

“Salah satu isu penting yang diprioritaskan adalah konsolidasi seluruh bentuk bantuan sosial dan subsidi agar penyalurannya tepat sasaran dan APBN terdistribusikan dengan efektif dan efisien,” tuturnya.

Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), kata dia, menjadi harapan baru dalam penyaluran bansos dan subsidi dari pemerintah untuk pengen­tasan kemiskinan. Dengan adanya DTSEN ini, seluruh anggaran, pola, cara, kebijakan dari masing-masing kementerian/lembaga terkait akan bersinergi dan merujuk pada data tersebut. Sehingga meminimalisir penyaluran bantuan yang salah sasaran.

Lebih lanjut, Cak Imin, sapaan Muhaimin, meng­ung­kapkan, selain menggunakan dana APBN sekitar Rp 500 triliun, pemerintah juga akan meng­kon­solidasikan pundi-pundi dana umat masyarakat agar berfokus kepada kemiskinan. Tahap awal, Baznas diharapkan untuk mengkonsolidir agar prioritasnya ditujukan kepada penanggulangan kemiskinan.

Dia menegaskan, meski diarahkan untuk mem­prioritaskan program pengentasan kemiskinan, selu­ruh lembaga zakat tetap bekerja secara independen. Ter­masuk dalam penyalurannya.

“Hanya saja dalam proses penyaluran agar tepat sasaran, agar sesuai harapan yang memberikan zakat, maka akan melibatkan data DTSEN. DTSEN ini akan kita sajikan supaya yang paling prioritas mendapatkan saluran zakat itu kan fakir miskin, fukoro dan masakin,” paparnya.

Ia meyakini, jika DTSEN digunakan dalam penya­luran bantuan dari lembaga keagamaan, maka target pengentasan kemiskinan bisa segera tercapai. Penyaluran zakat pun bisa lebih tepat sasaran.

Menag Nasaruddin mengamini. Dia turut meyakini, kemiskinan ekstrem dapat terselesaikan melalui pundi-pundi agama. Setidaknya, ada 27 pundi-pundi yang dapat diaktifkan untuk membantu program pengen­tasan kemiskinan yang lebih terarah.

“Ini ada banyak sekali. Selama ini baru zakat yang diaktifkan. Nah, karena itu kalau yang lain diaktifkan, wakaf nanti diaktifkan itu jauh lebih dahsyat daripada zakat,” paparnya.

Dia mencontohkan, untuk dana Baznas saja, dari penerimaan Rp 41 triliun di tahun ini, separuhnya bisa mengentaskan kemiskinan ekstrem. “Jadi saya kira, kita berharap tahun depan nanti potensi zakat Indonesia itu bisa mencapai 300 triliun,” pungkasnya.

Senada, Mensos Saifullah Yusuf pun menegaskan, bahwa kehadiran DTSEN ini jadi momentum bagi pemerintah untuk mensinergikan dan mengin­tegra­sikan semua bantuan-bantuan yang diberikan ke masyarakat lewat berbagai kementerian.

Menurutnya, dalam DTSEN ini sudah ada perang­kingan, mulai dari desil 1 hingga 10 dengan ukurannya jumlah pengeluaran individu per bulan. Misalnya, desil 1 mewakili kelompok miskin ekstrem yang penge­luaran­nya di bawah Rp 400 ribu per bulan.

“Ini tidak ada dalam data sebelumnya dan pasti lebih mempermudah sasaran. Nah bagaimana dengan adanya DTSEN ini dibandingkan dengan data-data lalu? Fakta menunjukkan bahwa ada yang namanya inclusion error atau exclusion error,” paparnya. Sehingga, ada saja data warga yang harusnya berhak bansos namun justru tak mendapatkannya, begitu pula sebaliknya.

Diakuinya, ternyata cukup banyak masyarakat yang ada di desil-desil besar tapi menerima bansos. Misal, mereka yang masuk desil 8,9, dan 10. Padahal, mestinya mereka tidak berhak mendapatkan bantuan dari pemerintah ini.

“Dan itu tergambar di dalam data. Saya belum berani sebut angkanya, tapi menurut saya lumayan besar. Ada sekian persen yang tidak tepat sasaran. Ada beberapa juta orang yang sekarang tidak akan dapat lagi,” sambungnya.

Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan, angka kemiskinan makro mencapai 8,57 persen. Dari angka tersebut, 1,13 persennya merupakan miskin ekstrim. “Jadi jumlah orang miskin ekstrim saat ini sekitar 3,17 juta, ya itu sekitar 1,13 persen,” ungkapnya. (jpg)

 

[ADINSERTER AMP]
Exit mobile version