Khusus Januari 2025, penerimaan pajak juga anjlok 41,86 persen. Penerimaan pajak awal tahun hanya terkumpul Rp 88,89 triliun, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sejumlah Rp 152,89 triliun. Sepanjang 2025, penerimaan pajak ditargetkan sebesar Rp 2.189,3 triliun. Sebagai catatan, data penerimaan pajak Januari ini sempat terpublikasi di website resmi Kemenkeu, namun lantas diÂhapus tanpa alasan yang jelas.
Khusus untuk anjloknya penerimaan pajak ini, Menkeu meminta agar hal tersebut tidak didramatisasi. Menurutnya, hal itu akan menciptakan persepsi yang kurang baik kepada ekonomi. ’’Mohon teman-teman tidak mendramatisasi untuk menciptakan suatu ketakutan. Kayaknya itu memang laku, tapi tidak bagus untuk kita semua. Untuk ekonomi juga nggak bagus,’’ kata mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.
Ada dua penyebab miÂnimÂnya penerimaan di awal tahun. Yakni, penurunan harga komoditas andalan ekspor RI dan faktor dinamika kebijakan. ’’Penerimaan negara memang mengalami penurunan, tapi polanya sama dan dalam hal ini beberapa memang yang kita sampaikan tadi karena adanya koreksi harga-harga komoditas yang memberi kontribusi penting bagi perekonomian kita seperti batu bara, minyak, dan nikel,’’ jelas Ani.
Kebijakan atau policy yang disebut memengaruhi penurunan penerimaan pajak ini meliputi relaksasi pembayaran pajak pertambahan nilai dalam neÂgeri (PPN DN) dan penerapan tarif efektif rata-rata (TER) atas pajak penghasilan (PPh) pasal 21. ’’Kami juga melihat bahwa beberapa policy yang kami introduce seperti tarif efektif rata-rata (TER) itu menimbulkan perubahan atau shift dari sisi beberapa penerimaan negara, terutama PPh 21. Kemudian ada restitusi yang cukup signifikan pada awal tahun, itu juga menyebabkan penuruÂnan,Â’Â’ tuturnya.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri KeÂuangan Anggito Abimanyu menyebutkan, penurunan penerimaan pajak pada dua bulan pertama awal tahun adalah sesuatu yang normal. Menurut dia, penerimaan pajak memiliki tren bulanan yang spesifik. Selama empat tahun terakhir, Anggito menjelaskan, pola penerimaan pajak cenderung sama, yakni pada Desember penerimaan pajak akan meningkat, kemudian pada JaÂnuari dan Februari akan menurun.
’’Desember itu naik cukup tinggi karena ada efek NaÂtaru (Natal dan tahun baru), kemudian turun di bulan Januari dan Februari. Itu sama setiap tahun. Jadi, tidak ada hal yang anomali, sifatnya normal saja,’’ katanya. (jpg)
















